Dian Dzulkarnain ... semuanya sudah terjadi.
Apakah kamu hendak membunuh dirimu karena semakin tenggelam dalam bayang-bayang masa lalu? Apakah kamu tidak memiliki sedikit iman untuk percaya pada kehendak takdir? Apakah roda bumi kemudian terhenti ketika seseorang kehilangan orang-orang yang disayangi?
Tidak, 'kan?
Biarpun tiap waktu terasa hampa yang terlalu. Biarpun hidup hanya berisi kumpulan fatamorgana pilu. Bosan dalam keadaan aman, apatis dalam situasi tertekan. Pendar ketika siang, bias ketika malam. Kamu tetap harus bernapas, bukan?
Benar.
Hidup bukanlah tentang apa-apa yang terjadi, akan tetapi tentang bagaimana kamu meresponnya. Pilihanmu untuk ikhlas pada kodrat, seperti daun yang mengikuti arus sungai, atau, ingkar pada iradat, seperti ranting yang melawan arus sungai. Semuanya adalah tentang pilihan.
Dan, seperti biasa.
Kamu terus saja melamun sembari melihat langit. Melawan diri sendiri dengan cara berteriak dalam diam. Hirarki tertinggi bagi orang-orang yang sedang merasakan ketidak-adilan dalam hidup namun masih tetap hidup adalah 'tidak lagi berharap pada siapa pun', bahkan kepada Tuhan. Menurut pandangan agama hal ini memang salah, karena mempunyai pola pikiran atheisme. Namun, berbeda dengan orang-orang yang sedang mengalaminya. Tuhan tak lebih dari sekadar melihat, atau hanya mencipta saja. Setelah itu semuanya dibiarkan bergerak random. Tega membiarkan orang-orang hidup dalam lautan kedukaan pada panasnya neraka dunia. Apalagi seseorang yang sudah memohon pertolongan, namun apa-apa yang diharapkan sama sekali tak kunjung datang. Jadi, untuk apa Tuhan punya citra 'Maha Kuasa'?
Ya. Seperti biasa.
Kamu merasa muak kepada Tuhan beserta keindahan senja yang terbentang di ufuk barat. Beban kerinduan itu selalu memaksa pikiranmu untuk memberontak pada kerasnya belenggu dunia. Semua karena satu momen di masa lalu, tepatnya dua tahun yang lalu. Rasa hatimu langsung tak keruan bercampur segala rasa. Putus asa, layu, sedih, sesal, murka, juga rindu. Rindu kepada mereka, sampai-sampai air matamu tidak lagi bisa keluar.
Kamu mengambil ponsel, melihat dua kontak nama di baris paling bawah dari aplikasi WhatsApp. Dua nama terindah yang pernah kamu temui di antara semua manusia yang ada. Dua nama yang menjadi penyemangatmu. Dua nama yang kini telah tiada. Istri dan anakmu.