Angka pada jam tanganmu menunjukkan pukul 15.05.
Rasanya seperti meminum segelas Pocari Sweat dingin tatkala berbuka puasa. Sukar digambarkan, atau bahkan sulit untuk dituliskan, begitu tubuhmu bersandar pada ransel besar yang juga bersandar di tiang teras. Lelah perjuangan untuk finis terbayarkan sudah, oleh keindahan alam di lokasi sekeliling vila. Hangat cahaya petang seakan berbisik bersama kicau burung dan nyanyian serangga di antara rimbun pepohonan.
Kamu lantas tersenyum melihat Silvie dan Panji berbaring di lantai sembari membentangkan tangan. Vero duduk di sebelahmu dengan bertopang lutut. Lalu ada Bang Dzul yang duduk santai menikmati sebatang rokok. Serta Niken yang masih saja berdiri di halaman, dan sekarang justru mengejar dua ekor kupu-kupu yang terbang menjauhi bangunan vila. Cewek 'rada-rada' itu memang bertubuh paling mungil di antara kalian, tetapi energinya serasa tak pernah habis.
"Gile banget perjalanannya yaa, Chel."
Vero melirik dan tersenyum padamu. Ransel kecilnya masih saja menempel di punggung. Sepertinya ke mana pun dia pergi, ransel kecil dengan tali yang terulur panjang itu akan terus bersamanya.
"Lumayan, buat bakar kalori," jawabmu, lalu melihat Bang Dzul melangkah ke samping bangunan vila.
"Lihat, Chel, temen lo mah beneran pe'ak ya," ujarnya lagi, nada bertanya, dengan wajah agak malu-malu, seolah memberi kesan bahwa dia benar-benar menghargaimu sebagai sahabat bersama bagi Niken.
Kamu pun tersimpul tawa melihat cewek comel imut dan padat berisi itu semakin jauh mengejar kupu-kupu.
"Hahaha ... emang," balasmu.
Tatapan bola mata seperti Vero yang sedang menatapmu jelas kamu pahami semenjak kecil. Hampir pada setiap orang. Bagi kaum hawa, dan lebih-lebih pada kaum adam. Jika ada pertanyaan; apakah seseorang bersyukur atas kondisi fisik yang diberikan Tuhan? Maka kamu adalah orang pertama dan paling keras berkata; Ya.
Tak dapat dimungkiri, bahwa kesempurnaan fisik adalah privilese. Jika seseorang dengan tampang kelebihan rupawan, minimal pada momen pertama dia pasti akan diberikan respek besar oleh siapa saja. Setelah itu orang akan senang apabila berada dekat dengannya, mendengarkannya, dan kemudian dapat membantunya. Terlebih lagi untuk seorang perempuan. Bukankah banyak persoalan dalam kehidupan yang terasa mudah bagi para gadis cantik dan seksi? Di Negara Wakanda? Tentu menjadi salah satu persyaratan dalam bekerja; berpenampilan menarik.
Begitu pula denganmu.
Masa-masa awal berkenalan, Vero kemungkinan banyak membantumu karena didasari perasaan insecure. Seperti teman-teman sekolah saat dahulu. Hanya dengan sedikit berlaku ramah padanya, dia sudah merasa sangat dianggap olehmu. Setelah itu dia menjadi teman yang baik, merasa senang jika sedang bersamamu, dan dengan ikhlas bersedia membantu.
Ya. Kala itu dia benar-benar sosok yang kamu butuhkan sebagai penunjang karir seorang Rachel. Kepintarannya membuat konten berserta video, kekreatifan pikiran guna menghasilkan sesuatu yang baru, serta keuletannya dalam bekerja dan belajar, membuat dirinya tampak begitu istimewa. Dan yang utama bagimu, dia merupakan orang yang kamu kenal paling dekat sama Silvie. Tidak munafik. Semenjak dahulu sampai sekarang kamu memang pansos sama youtubers cewek yang sering bergonta-ganti gaya rambut itu.
Secara tiba-tiba kalian mendengar suara mesin menderu, tetapi sebentar kemudian hilang.
"Suara apa itu?" tanya Vero.
"Hmmm, kayaknya sih Bang Dzul lagi nyalain mesin genset. Lagi dicek mesinnya, mungkin," balasmu, dengan bola mata ke atas tanda berpikir.
"Oh, iya, benar, benar." Gadis sawo matang berkacamata itu mengangguk-angguk.
Bang Dzul kemudian kembali ke teras, membuka pintu beserta jendela. Sepertinya ia ingin udara segar dari luar merasuk ke ruang dalam vila. Setelah itu ia menyapu lantai teras.
"Bang Dzuuul ...." Tak lama kemudian Niken memanggilnya dari kejauhan.
"Yoo." Pria itu mengangkat tangan, bergegas mendatangi.
"Mau ngapain tuh dia?" tanyamu pada Vero.
"Gak tahu deh."
Mereka terlihat berbincang-bincang sambil berdiri, dan tak lama kemudian Bang Dzul kembali datang.
"Ji. Panji." Telapak tangannya menepuk-nepuk kaki Panji.
"Iya, Bang." Laki-laki terlentang yang jatuh cinta padamu itu segera terbangun.
"Lo bisa manjat kelapa gak?" Bang Dzul bertanya, seraya melirik sambil tersenyum padamu dan Vero.
"Bisa sih, Bang, tapi kalau pohonnya tinggi banget, saya enggak bisa," balas Panji, posisi duduk.
"Samperin Niken gih, bilang aja gitu sama dia." Tangan pria itu kembali mengajak. Panji pun beranjak, mendatangi Niken bersama-sama dengannya.
"Astagaaa, ternyata disuruh manjat pohon kelapa. Hahaha," bisikmu, menepuk paha Vero dengan kedua tangan. Kalian lantas tertawa bersama.