SECRET CAVE

Rudie Chakil
Chapter #15

NIKEN : Seperempat Hari Sebelum Menikmati Kesenangan

Kalah jadi abu, menang jadi arang.

Peribahasa tersebut bermakna satu kondisi pada kehidupan seseorang saat mengalami masalah pelik, dan semua penyelesaian yang diambil pasti membuatnya celaka, atau paling tidak, akan mengarah pada sesuatu yang lebih parah. Ibarat, pilih jalan ke kiri jadi abu, sedangkan jalan ke kanan jadi arang. Ke depan-belakang atau atas-bawah pun sama saja. Pokoknya tetaplah rugi.

Tahu gak kalimat tersebut konteksnya buat siapa? Itu tak lain adalah untuk dirimu. Lebih tepatnya untuk pola pikirmu sendiri.

Ya, benar. Sejak beberapa bulan lalu kamu sering kali berpikir tentang kerugian. Maksudnya, hubunganmu dengan Tuhan kamu anggap sama seperti makna di dalam peribahasa tersebut. Tiada pilihan benar yang bisa kamu pilih.

Sembari berpikir, kamu menghentikan langkah, tatkala dua ekor kupu-kupu bercorak kuning yang kamu kejar terbang memasuki sela-sela dahan pohon. Tanganmu tak mampu 'tuk menggapai. Rupanya binatang cantik bertampang monster yang bisa terbang itu mampu merasakan getaran rasa kesalmu. Kesal sama kehidupan sekarang. Maka itu mereka tidak mau dekat denganmu, dan menjauh saat ingin kamu tangkap.

Kamu berbalik badan, hendak beristirahat di teras vila bersama teman-temanmu. Tapi tatap matamu tertuju pada buah kelapa muda yang bertengger di bawah pelepah, seakan-akan minta dipetik.

"Bang Dzuuul ...." Kamu pun memanggil pria yang masalahnya serupa denganmu itu. Yakni tidak terima dengan garis takdir.

"Yooo." Pria yang sedang berdiri di teras vila itu mengangkat tangan, lalu bergegas datang.

"Bisa ambil kelapa itu gak?" tunjukmu pada satu pohon.

"Enggak bisa, ini mah tinggi banget," ujarnya sambil melihat.

"Duuuh, terus gimana dong? Atau, panggil si Panjul gih, Bang, siapa tahu dia bisa manjat," pintamu.

Bang Dzul segera menunaikan perintah, menghampiri Panji. Sekilas, kamu melihat empat orang temanmu itu sedang bersantai di teras vila. Penampilan mereka semua sudah pada berantakan, apalagi Panji. Kamu pun kembali melihat gerombolan kelapa yang tampak hijau segar.

Sebenarnya, membuat dirimu bahagia itu perkara sederhana dan mudah. Seperti mendapati buah kelapa ini. Jika sedang di rumah, kamu tentu mampu membeli buah kelapa satu truk sekali pun. Tapi bukan itu maknanya. Maknanya adalah tentang kondisi yang terjadi. Kamu ingin kondisi yang terjadi sesuai terus sama kehendakmu, atau terus menghibur dirimu, seperti menikmati buah-buahan hutan saat tiba di vila. Cukup hal sederhana seperti itu, bukan?

Tak lama kemudian Bang Dzul bersama Panji menuju ke arahmu. Kamu tersenyum melihat dua laki-laki yang membuat senang itu bagaikan kakak beradik yang tak pernah saling menyakiti. 

"Lo bisa manjat kelapa gak, Jul?" tanyamu, begitu pria yang masih memakai busana kemarin itu datang.

"Yang mana, Kak Niken?"

"Yang ini," katamu seraya menunjuk.

"Ini mah tinggi banget, Kak," kepalanya menengok ke arah buah kelapa. Memang tinggi. Kamu pun menaksir pohon kelapa tersebut tingginya sekitar dua puluh meter.

"Ah, lo, tampang doang mirip, Jul!" tukasmu.

Lihat selengkapnya