Senang, sedih, senang, sedih, senang, sedih.
On fire, down, on fire, down, on fire, down.
Selalu ... seperti itu.
Terkadang kamu heran sama diri sendiri bukan? Ketika sedang merespon emosi sedih, dirimu mengalami tekanan mental yang parah, kemudian tenggelam dalam perasaan duka —meskipun ingatan yang membuatmu sedih sudah lama berlalu. Dan ketika sedang merespon emosi bahagia, kadar dopaminmu langsung meningkat drastis, hingga tak jarang kamu melayang oleh perasaan senang —walau kejadian yang membuatmu gembira tidaklah terlalu bahana.
Suka berlebihan.
Hal ini memang baik untuk menjalani profesimu sebagai youtubers, influencer, atau kelak menjadi artis yang akan memainkan peran. Namun, jelas buruk bagi perkembangan karakter seseorang, karena menjadi pertanda bahwa individu tersebut tidak-lah dewasa, atau memiliki jiwa yang labil. Kamu sadar, dirimu memang seperti itu. Naluriah. Adapun yang terpenting adalah kamu masih mau koreksi diri, dan selalu berusaha untuk bersikap biasa saat bersama orang lain.
"Semisal gue bawa cowok, kayaknya asyik banget nih," kata Rachel, seraya meletakkan buah kelapa yang baru saja dia minum dengan sedotan, lalu membersihkan bibirnya pakai tissu.
"Sagne lo yaa? Tuh, ada cowok, si-Panjul, hahahaha," balasmu, seraya menunjukkan dengan anggukan kepala ke atas. Panji sedang membelah kayu-kayu kering di halaman vila. Jawabanmu itu ternyata menukik tajam. Rachel pun langsung menatap sinis.
"Heh, cowok gue sendiri! Lo mah kadang-kadang yaa," ujarnya.
"Kadang-kadang apa? Kan lo duluan, Chel, yang mulai," balasmu.
"Dih, lo kok baper sih, Vie?"
"Lagian ...."
"Hey, guys, lo berdua napa jadi pada emosi sih?" Vero menyambar.
"Kan, dari tadi, gue terus yang kena cengan. Mana gak jauh-jauh sama si-Panjul. Gantian, kenapa sih," ujarmu. Rachel dan Vero pun tertawa. Padahal kamu sedang berkata serius. Mereka mungkin berpikir kamu sedang nge-jokes.
Kamu lalu meminum air kelapa.
Sejak tadi ada yang mengganjal dalam pikiranmu; bagaimana bisa di vila terpencil seperti ini ada sarana yang begitu lengkap? Sampai-sampai ada sedotan? Jelas keluarganya Niken telah menyiapkan barang-barang yang dibutuhkan. Luar biasa, bisa sampai sedetail ini. Berarti untuk acara bakar-bakaran nanti malam segala sesuatunya memang sudah tersedia. Dalam pikiranmu juga, selepas santap ikan bakar, kamu akan bersantai dan membuka satu botol wine yang kamu titipkan di tasnya si-Panji.
"Oh ya, kalo lo mahh masih virgin yaa, Ver?" Rachel bertanya pada Vero. Ada-ada saja.
Kamu melihat mimik wajah cewek berkaus hitam celana pendek itu tampak berubah.
"Hahaha, malu dia, Chel. Kalau gue tebak sih, iya," sahutmu.
"Emang, iya, Ver?"
"Ih, lo berdua apa-apaan sih." Vero menundukkan kepala. Kepribadian kampungnya tidak hilang sampai sekarang.
"Lo pernah pacaran, kan?" cecar perempuan berambut ikal cantik, tinggi dan seksi itu.
"Udah, ah. Gue gak mau jawab." Vero menggelengkan kepala sambil menutupi wajah.
"Nikeen, tolongin gue ... mereka pada ngomongin cowok nih," serunya, menengok ke arah pintu.
"Gue bahas masalah ini justru karena lagi gak ada dia. Kalau ada dia juga gue gak bakalan bahas. Hahaha," ucap Rachel.
Ya. Kalian semua tahu. Niken paling malas bilamana sedang nongkrong terus bahas masalah cowok. Bisa-bisa langsung ditinggal pergi sama dia. Karena bagi dia masalah pasangan itu urusan internal, bukan obrolan yang bisa dibawa-bawa ke tongkrongan.
Pokoknya gue gak mau ngomongin tentang cowok yaa. Apalagi sampai bawa-bawa cowok pas kita lagi nongkrong, beneran, gue gak suka! Kamu mungkin masih ingat, dia pernah ngomong kayak gitu.
Niken memang cewek artistik. Satu hal yang hampir semua orang tahu, bahwasanya dia tidak memiliki rasa takut. Terhadap siapa saja. Manusia, hewan, bahkan hantu atau siluman sekali pun. Dua pengamen di depan rumah makan tadi. Apabila mereka tidak terima karena merasa dihina lalu melakukan tindakan kriminal, Niken pasti melawan, dan akan memperpanjang urusan ke ranah hukum. Apalagi dia mahasiswa Fakultas Hukum. Kamu mengakui, selain artistik, dia juga punya karakter unik.
Rachel pernah cerita, saat awal-awal masuk kuliah dan sudah mulai banyak yang saling mengenal, crazy rich absurd itu sering kali mengemut permen. Permen yang ada gagangnya, kayak anak SD. Andaikata bukan Niken, sepertinya akan jadi bahan rundungan bagi seluruh mahasiswa, bahkan bisa terdengar sampai ke telinga para dosen. Lantaran sosok Niken yang absurd, hal tersebut justru terlihat normal. Bahkan tak sedikit yang menganggap dia sebagai sosok yang lucu —imut— termasuk juga dirimu, dahulu.
Bagi kaum laki-laki, kamu atau Rachel mungkin bisa tampak lebih menarik. Tetapi bagi kaum perempuan, Niken bisa jauh lebih menarik. Entah faktor apa yang mempengaruhi. Pada kenyataannya memang seperti itu.
"Eh, kalau si Niken masih virgin gak, Chel?" Kamu bertanya karena rasa penasaran.
"Enggaaak." Rachel pun menjawab yakin sembari menggeleng.
"Emang dia pernah cerita sama lo?"
"Enggak. Berani taruhan mobil gue deh, kalau dia masih virgin mahh."
"Wow, taruhannya Honda CR-V, oyy," seru Vero.
"Tapi satu waktu dia pernah terbuka sama gue soal cowok," lanjut Rachel.
"Serius? Siapa cowoknya? Tajir gak?"