SECRET CAVE

Rudie Chakil
Chapter #26

VERONIKA : Keputusasaan

Ketika seseorang menelaah kehidupan spiritual dengan amat mendalam, maka perbedaan antara benar dan salah nyaris tiada berjarak.

Begitu pula saat seseorang mendapati tekanan di luar batas kemampuannya, maka perihal antara mimpi dan kenyataan menjadi kabur, samar-samar, dan juga memudar.

Hmmm, maksudnya apa?

Kenyataan sebenarnya ternyata jauh lebih kompleks ketimbang apa-apa yang kamu pikirkan.

Ruangan itu tampak terang, mewah, bersih, serta tertata rapi. Bermacam perabot berupa lemari pajangan, home theater, seperangkat sofa, meja makan, meja baca, menjadikan ruangan berukuran 10×7 meter itu terlihat seperti isi rumah dari rata-rata hunian 'keluarga kelas menengah' di Indonesia. Hanya saja ruangan tersebut agak lebih luas, sangat tertutup, dan juga terdapat undakan tangga dan pintu kaca frameless.

Kamu seakan-akan melihat dirimu sendiri tengah termenung di ruangan tersebut —yang kamu tahu bahwa itu adalah ruang bawah tanah. Kamu terus termenung, di kursi meja makan, tepatnya. Dalam benakmu, tervisual rangkaian mimpi yang begitu persis seperti kenyataan, berupa potongan-potongan peristiwa semenjak kalian menginjakkan kaki di vila yang terisolasi belantara rimba ini.

Kalian beristirahat di kamar. Membuat konten. Berbincang-bincang selepas makan malam. Kalian lalu melarikan diri karena seorang pria datang membawa parang. Kamu melihat Silvie mengambil senjata tajam, mendengar suara perkelahian dari ruang bawah tanah, melihat Silvie dianiaya oleh dua sosok pria berpakaian hitam, mendengar teriakan keras dari lantai atas, hingga melihat Panji datang ke ruangan tersebut.

Dirimu yang sedang termenung kemudian sedikit tersadar. Rupanya hantu dalam pikiranmu coba bermain. Kamu menyaksikan Rachel mengamankan tiga buah senjata tajam ke kolong meja makan. Semua bukanlah mimpi. Suara teriakan saling mengancam antara Panji dengan psikopat bertubuh tinggi juga terdengar jelas. Sungguh jelas. Panji baku pukul dengannya. Panji menang.

Ya. Kamu makin tersadar. Pikiranmu tersengat. Rangkaian visual dari dunia mimpi benar-benar kamu rasakan lewat panca indramu.

"Lo kalo berani lawan gue, anjing! Jangan jadi pengecut lo!" seru Panji, bernada penuh tekanan. Namun demikian, kamu masih saja beranggapan jika semua cuma terjadi di dalam mimpi. Seperti dalam film The Shutter Island yang dibintangi oleh Leonardo Dicaprio. Padahal suara mereka berdua terdengar jelas dan lantang.

"Gue gak peduli!" jawab si psikopat, yang mengancam Rachel dengan belati.

Sebenarnya sejak awal ia membuka suara, kamu sudah menyadari jika dirimu tidaklah bermimpi. Hanya dari suara, kamu sudah bisa mengetahui siapa wajah dibalik sosok bertopeng masker hitam itu. Kamu sangat terkejut, dan sangat ingin memberitahu Silvie kalau pria yang menyandera Rachel sekaligus yang tadi menganiaya dirinya adalah seseorang yang juga dia kenal. Namun mulutmu seakan-akan terkunci. Bahkan kamu masih saja beranggapan, semua kejadian ini hanyalah rentetan mimpi yang cukup jelas kamu alami, meskipun kamu amat takut jika Rachel akan terbunuh di alam mimpi yang tengah kamu saksikan.

Kamu pun melirik, mengamati Silvie yang perlahan-lahan bergerak mendekati Rachel yang tengah bertaruh nyawa.

"Sekali lagi lo bicara atau bergerak, cewek ini gue gorok!" sambung pria itu, tampak menekan lebih keras pisau dalam genggamannya ke leher Rachel.

Kamu sungguh takut serta tidak dapat berpikir, hanya bisa melihat raut wajah Panji yang begitu bingung menghadapi situasi yang terjadi. Dan sesuatu yang sangat kamu takutkan justru benar-benar terjadi. Seketika. Kamu melihat psikopat bertubuh tinggi itu menusuk perut Panji dari belakang dengan pisau. Rachel pun berteriak keras.

Lihat selengkapnya