Tanpa perlu melihat, kamu tentu bisa membayangkan, bagaimana raut wajah Silvie, Rachel dan Veronika.
Namun, entah, bagaimana dengan Panji?
Visualisasi yang tampak dalam benakmu saat melangkah di undakan teras vila jelas memperlihatkan ekspresi sinis mereka pada sahabat mereka sendiri, yaitu Niken. Padahal kamu-lah manusia paling tahu, boss cantikmu itu tidak akan pernah melakukan hubungan badan denganmu.
Tidak akan pernah!
Andaikata benar bahwa Niken memang menginginkan hal itu, maka tentu kamu akan menolaknya secara halus. Kamu tahu, bukannya merasa sok suci, juga bukan tidak memiliki nafsu kepada dirinya. Bukan. Kamu masih pria normal. Bahkan sisi kelaki-lakianmu sangat sangat sangat sangat sangat berminat terhadapnya. Hanya saja, ada tiga alasan yang melatar-belakangi kenapa dirimu benar-benar tidak berani berbuat senonoh kepada Niken, meskipun semisal dia yang mengajak.
Alasan ke-tiga adalah karena kamu sangat profesional dalam bekerja. Bagaimanapun, keluarga Niken merupakan pihak yang setiap bulan memberikan gaji padamu, makan, kendaraan, juga fasilitas-fasilitas lain. Jika hal hina tersebut sampai terjadi, maka dirimu tak ubahnya manusia sampah dalam sudut pandangmu sendiri.
Alasan ke-dua.
Bagi dirimu, Niken justru akan terlihat sebagai sosok mulia dan dalam posisi terhormat jika kamu tidak berlaku kurang ajar. Dan kamu memang menginginkan hal tersebut. Kamu sangat segan kepadanya. Bahkan sangat menghargai dirinya ketimbang siapa pun di dunia ini.
Kamu jelas menyaksikan sendiri, Niken benar-benar mampu menerapkan segala rencana yang dia buat hanya demi dirimu. Dengan mengatakan bahwa kalian hendak melakukan hubungan seks. Padahal, tidak sama sekali.
Sedangkan, alasan pertama merupakan sebuah rahasia. Dahulu, kamu telah berjanji untuk tidak memberitahukan alasan ini kepada siapa pun. Kamu masih ingat, 'kan?
Sembari membuka pintu kaca dan mempersilakan Niken masuk, pandanganmu sempat melirik pada mereka yang duduk santai di halaman vila. Bagimu pribadi, Niken lebih dari sekadar atasan atau majikan, apalagi seorang teman. Kualitas dirinya memang bukan seperti orang kebanyakan.
Kamu tahu. Niken benar-benar sosok yang disegani oleh orang-orang yang mengenal dirinya, bahkan oleh mereka yang tinggal satu atap dengannya. Papahnya mengetahui hal itu, amat segan kepadanya. Kedua kakaknya juga demikian. Terlebih lagi para sanak famili, atau anggota keluarga besarnya. Begitu segan hingga jarang ada yang berani kontak serius sama dia. Mereka semua tidak mau mengambil risiko untuk berurusan perihal yang bersifat negatif. Karena Niken pasti akan membalas dengan sesuatu yang jauh lebih pedih. Dia benar-benar tidak kenal rasa takut ketika memberikan mimpi buruk pada siapa pun orang yang dituju. Bagaimana dirimu tidak menaruh rasa simpatik terhadapnya? Ya. Pada satu sisi kamu cukup bangga bisa mengenal Niken lebih jauh. Dia terlihat sangat-sangat berwibawa sebagai figur seorang perempuan muda.
Kalian lalu melangkah bersama menuju satu pintu yang ada di sebelah kanan vila. Sebuah kamar yang sejak awal memang sudah disiapkan oleh Niken.
Kamu pun membuka pintu, mempersilakan dia masuk lebih dahulu, dan mengunci pintunya kembali. Dalam sudut pandangmu —Niken yang memakai tank-top hitam dan celana mini— tidaklah tampak seperti gadis muda penuh nafsu, atau seperti seorang ani-ani yang bisa kamu pesan lawat aplikasi chatting berwarna hijau. Tidak sama sekali. Meskipun tampilannya mengarah pada hal tersebut. Bagimu yang mengenal betul, dia justru terlihat seperti sosok dewi penolong yang didatangkan Tuhan pada dirimu, yang berwujud seorang perempuan muda. Hal itu membuatmu begitu tekesima.
Kamu lalu teringat satu masa.
Beberapa bulan ketika kejadian nahas menimpa keluargamu. Kamu mendengar percakapan antara Niken, Rachel, Silvie, Vero, dan dua orang perempuan lain —teman kampus mereka. Kala itu mereka hendak menonton film di bioskop. Kamu diajak Niken untuk ikut menonton. Mereka berbincang-bincang sembari menunggu film yang akan segera tayang.
Kamu mendengar sebuah pernyataan dari mulut Silvie.
Mobil yang udah pernah nabrak orang atau binatang mah lebih baik dijual. Mobil gue dulu juga pernah nabrak, hmmm, nabrak binatang sih, terus langsung gue jual, padahal kriditannya belum lunas. Hahaha.
Salah seorang dari mereka kemudian bertanya. Oh, ya, mobil lo dulu apa, Vie?
Silvie pun menjawab. X-Pander, hitam. Seraya melirik Vero sambil tersenyum.
Lirikannya ... terasa menusuk ulu hatimu.
Entah mengapa kamu merasakan demikian pada saat itu.
Sungguh ... pada awalnya, kamu tidaklah menggubris sepenggal percakapan yang kamu dengar. Namun pikiranmu terus bergejolak, mengaitkan antara konteks pembicaraan dengan kecelakaan yang kamu alami. Bahkan saat menonton film, pikiranmu tidak fokus pada alur cerita, melainkan berpikir tentang sebuah kebenaran yang patut kamu curigai.
Hatimu seakan-akan berbisik, mengatakan, bahwa Silvie adalah orang yang menewaskan anak dan istrimu. Pelaku tabrak lari di malam kejadian itu. Rasa curigamu timbul hanya berawal dari satu kenyataan, bahwa mobil milik Silvie yang sudah dijual adalah mobil yang sama dengan mobil yang mengambil nyawa anak dan istrimu, yakni Xpander berwarna hitam.
Kamu pun mencoba menguak sebuah kebenaran. Kamu menghabiskan waktu untuk menilik lebih jauh tentang sosok Silvie Michael. Kamu benar-benar menjadi seorang stalker pada akun media sosial miliknya. Kamu juga melihat dan mencari tahu tentang keseluruhan konten yang ia buat di Youtube. Mencari sesuatu tentangnya pada beberapa kanal lain yang menjadikan dirinya sebagai bintang tamu. Lalu berharap ada sepenggal pernyataan tentang konteks yang kamu maksud, yakni perihal tabrak lari keluarga kecilmu.
Sampai pada satu ketika, kamu benar-benar terkejut menemukan ada dua buah video di channel youtube milik Silvie yang diupload pada masa beberapa bulan setelah kecelakaan yang kamu alami. Konten tersebut mengangkat tema tentang kejadian-kejadian maut di jalan raya. Berupa kecelakaan-kecelakaan dahsyat pada beberapa keluarga.
Silvie dengan wajah cantik dan ceria melakukan monolog dengan raut tidak merasa bersalah sedikit pun —apabila dihubungkan dengan kecurigaanmu terhadapnya.
Pliis, bagi kalian yang melakukan perjalanan dengan mobil, berhati-hatilah. Baca doa juga sebelum berangkat. Tapi, kalau sampai ada kejadian, yaa, kalian musti bertanggung-jawab, atau meminta pertanggung-jawaban. Demikianlah pernyataan yang keluar dari bibir mungilnya di akhir video.
Keparat. Kamu merasakan pertentangan hati yang semakin hebat. Di satu sisi, instingmu mengatakan kalau Silvie adalah pelaku tabrak lari anak dan istrimu. Di sisi lain, kamu tidak bisa menuduhnya secara sembarangan lantaran tidak ada bukti valid yang menyatakan hal tersebut.
Kala itu gejolak hatimu bagai larva panas di lereng Gunung Merapi. Meletup-letup tidak keruan. Kamu merasa sangat ingin bercerita pada seseorang. Siapa pun. Namun kepada kedua orang tuamu, itu hal yang tidak mungkin. Kepada teman dan kenalanmu juga tidak mungkin. Kepada Niken? Silvie adalah sahabatnya. Jadi tidak mungkin kamu bercerita tentang Silvie. Lagi pula, kala itu kamu masih menganggap Niken hanyalah seorang gadis mahasiswi yang belum merasakan asam garam kehidupan, belum paham tentang peristiwa besar berkeluarga, meskipun ia sering kali menasihatimu atas perihal ini. Karena itulah kamu belum bercerita kepadanya.
Kamu lantas menghubungi seseorang bernama Iko, yang merupakan seorang saksi mata langsung di malam kejadian, yang sekaligus juga menjadi dewa penolongmu. Namun kala itu Iko begitu sulit untuk kamu temui karena lagi banyak kesibukan. Kamu lalu meminta izin padanya untuk sekadar berbincang-bincang lewat telepon. Kamu berkata padanya, bahwa kemungkinan pelaku tabrak lari dari keluargamu adalah Silvie Michael, seorang youtubers terkenal. Penyampaianmu pun terkesan seperti seseorang yang sekadar curhat. Kamu juga bilang bahwa asmusimu hanyalah berdasar kecurigaan semata, bukannya hendak menuduh Silvie. Iko tidak berargumen apa-apa, hanya menjadi pendengar yang baik.