Dua orang psikopat itu sudah mati.
Sungguh ..., telah mati.
Mereka menang.
Silvie dan Panji dapat membunuh mereka.
Hatimu seketika merasakan rasa yang begitu pedih, melihat dan mendengar desah napas dari dua sosok yang benar-benar kamu sayangi di dunia ini. Panji dan Silvie. Keduanya sedang merasakan sakit pada tubuh mereka yang dipenuhi oleh luka. Bersimbah darah. Mempertahankan kehidupan dengan bertaruh nyawa.
Kamu sungguh tidak bisa berbuat apa-apa.
Dalam ruangan yang terang, hening, dan penuh darah ini, pikiran maupun perasaanmu tak kuasa merasakan apa yang sedang dirasakan Panji. Bukan berarti kamu tidak peduli. Justru karena kamu merasa sangat peduli padanya, tetapi tidak tahu harus melakukan apa. Kamu sungguh tak kuasa walau sekadar meniliknya dalam pikiran. Tenggang rasa dan kepedulianmu padanya seketika runtuh oleh kenyataan yang teramat sangat kamu sesali.
Kamu hanya melihat Silvie yang tengah berdiri dengan kedua lutut, kemudian mulai menangis. Setelah itu dia benar-benar terisak sembari mendeprok di lantai. Kamu pun ikut menangis. Kamu sedikit bisa merasakan, meski kadarnya tidak sampai sepersepuluh persen dari apa-apa yang sahabatmu itu rasakan. Jelas-jelas dia terluka parah. Lahir dan batin.
Namun lagi-lagi kamu tidak bisa berbuat sesuatu.
Sungguh, ingatanmu terbentur oleh rangkaian peristiwa yang terjadi di vila ini. Kejadian demi kejadian yang membuat pikiranmu bergetar, goyah, lumpuh, bahkan sekarat. Kamu merasa sangat-sangat menyesal, kenapa saat dahulu Niken bertanya banyak hal padamu tentang Silvie, Jericho, serta Dimas, dengan tanpa kecurigaan sedikit pun kamu beberkan semua kepadanya.
Kala itu kamu berpikir Niken hanyalah sekadar bertanya saja, tanpa ada maksud lain. Padahal harusnya kamu menilik lebih jauh tentang sosok gadis crazy rich itu. Miris. Kala itu pikiranmu tertutup oleh rasa senang lantaran bisa sangat akrab dengan seorang Niken, yang notabene menjadi sosok paling favorit bagi semua orang, dan pula dia telah banyak membantu pengobatan ayahmu di kampung. Kamu merasa terkesima, sekaligus juga merasa telah berhutang jasa padanya.
Namun, ternyata, apa yang kamu lakukan benar-benar berakibat fatal. Kamu belum tahu, di mana keberadaan dia sekarang? Apa dasar dia mempengaruhi dirimu? Bagaimana pola pikir asli serta latar belakangnya? Mengapa dia melakukan semua ini? Mengapa dia memintamu untuk follow up perihal refresing di vila miliknya kepada Silvie dan Rachel? Juga, mengapa dia memintamu untuk berkata 'ya' saat ada orang yang bertanya tentang refreshing ke vila ini padahal yang bertanya hanya Dimas seorang?
Jujur, dalam pikiranmu tiada lagi perihal tentang sesuatu kecuali menaruh rasa curiga terhadap Niken.
Ya. Pada satu sisi, kamu teramat sangat menyesal, merasa begitu mudah dimanipulasi olehnya. Dia benar-benar sesosok iblis betina.
Kamu juga merutuki diri sendiri lantaran merasa jika dirimu mencerminkan orang paling bodoh. Bahkan, dia dahulu membiusmu dengan rasa ketertarikanmu terhadap sebuah gua rahasia yang sampai sekarang belum kamu tahu entah keberadaannya ada atau tidak.
Napasmu pun memburu, seiring isak tangis yang kamu rasakan, sambil terus menatap pintu frameless, arah gelap menuju gua. Kamu masih mendengar rintihan tangis sahabatmu, Silvie. Kamu lalu menengok, melihatnya.
Kamu ingat, dahulu ketika Silvie mengecewakanmu karena makian yang ia lontarkan sampai-sampai kamu merasa kehilangan harga diri di depan banyak orang, kamu justru curhat kepada Niken. Dan, kamu melihat cewek itu bak dewi penolong yang berhati malaikat. Padahal, baru sekarang kamu sadar, dia telah menggiringmu untuk mendapatkan informasi lebih jauh mengenai Silvie.
Udahlah, kayak lo gak tahu dia aja. Eh, mumpung gue lagi senggang gue mau menghibur lo nih, Vero. Sekarang lo mau belanja sekalian cari cowok di mall gak? Mau nonton? Demapen di salon? Beliin hadiah buat bokap nyokap lo di kampung? Atau ke dokter gigi? Pokoknya lo tenang aja, yang penting diri lo happy. Oke, lo mau apa sekarang?
Kamu masih ingat, begitulah yang ia katakan. Kamu lantas memilih untuk jalan-jalan ke mall, dan dia mengajakmu makan. Ketika itulah dia bertanya tentang Silvie. Sungguh, idiotnya dirimu, bercerita banyak hal mengenai kecurigaanmu terhadap hubungan Silvie dengan mantan-mantan pacarnya. Meskipun Silvie hanya bercerita setengah-setengah tentang sisi lain dari Jericho, kamu sudah bisa menebak, bahwa ia mengalami tekanan mental serupa rasa trauma parah yang dialami oleh korban kekerasan seksual. Kamu menyampaikan kecurigaanmu itu kepada Niken. Padahal, seharusnya kamu tidak berlaku seperti itu kepada Silvie. Sifatnya memang keras, pelit, agak frontal, sombong, suka meremehkan orang, serta kepala batu. Namun, kamu sendiri paham betul bahwa Silvie orang yang berhati baik.