Jantungmu benar-benar berdetak cepat. Seperti punya firasat tentang satu hal yang teramat sangat serius. Padahal masih terbesit satu pertanyaan yang membuatmu tak mengerti; Mengapa kejadian ini bisa terjadi?
Niken. Dia sedang bersitegang sama Silvie. Arahnya bukan lagi bicara masalah uang, ingkar janji, waktu, atau seputaran pertemanan kalian. Bukan. Mereka berbicara perihal yang menyangkut nyawa. Menyangkut nyawa!
Bersama Vero, kamu menyaksikan mereka bagai pihak yang tidak saling mengenal. Silvie. Dia jelas mewakili pertanyaan kalian —kamu dan Vero. Sementara, Niken, sikapnya terlihat santai seperti orang yang sama sekali tak merasa bersalah.
"Jaga mulut lo yaa, Silvie, nanti kalo gue minta tanggung jawab atas perkataan lo, gimana?" ucapnya.
Kamu masih mengenal, pemilik suara itu adalah Niken. Gaya bicaranya pun masih dia. Semenjak tadi kamu memang tidak membuka suara, kecuali memanggil-manggil Panji yang baru saja terkena luka tusukan. Setelah itu kamu tidak lagi membuka suara kecuali suara tangisan.
"Anjing lo, Ken! Lo dari dulu ngegas melulu orangnya. Sekarang gue tanya, dari tadi lo ke mana?" Silvie menjawab dengan nada menantang, dengan belati yang tadi digunakan untuk mengancam nyawamu dan Vero.
"Heh, gue ngomongnya pelan. Kalo mau gue jawab pertanyaan lo, yang sopan dong ngomongnya," kemudian dijawab lagi sama Niken, dengan gayanya yang sama sekali tidak berubah.
"Ah, udah, cepetan, Ken, gue gak becanda! Tolong lo jawab pertanyaan gue, dari tadi kalian ke mana?" Suara Silvie terdengar kian menantang, padahal dia terlihat sudah habis-habisan.
Niken tidak membuka suara. Bibirnya tampak bergerak-gerak, seiring kelopak matanya yang berkedip cepat. Sesekali ia menatap Silvie dengan tatapan yang sulit kamu lukiskan.
Kamu sangat takut. Tetapi juga heran. Kamu masih kenal, perempuan itu memang dia; Niken. Bahkan tadi, setelah dia bikin kalian terkejut dengan kehadirannya bersama Bang Dzul, dia lantas memandangmu dengan tatapan yang sulit kamu selisik. Memang, dia biasa seperti itu. Namun, ada satu hal yang agak berbeda, sesuatu yang kamu tidak, atau, belum kamu tahu.
Heran. Kamu sungguh-sungguh heran. Kamu pernah tinggal di rumahnya selama beberapa bulan. Pernah makan dan tidur bersamanya. Pernah melakukan banyak aktivitas bersama dirinya. Dan, kini, dia bukanlah sosok orang lain. Dia adalah Niken.
Apakah dia sudah tidak mengenalmu? Pikirmu, berkecamuk.
"Gue gak tahu urusan lo sama gue apa? Tapi waktu lo ngentot sama dia, apa lo gak dengar kita gedor-gedor pintu?! Gak mungkin kalo semisal bukan lo dalang dari semua kejadian ini, bangsat! Terus, Bang Dzul bawa senjata, mau ngapain? Mau bantuin gue, apa disuruh lo untuk ngebunuh gue?" sindir Silvie, terasa sangat emosi.
Perkataan Silvie memang ada benarnya. Namun kamu belum bisa menduga penyebab sebenarnya dari kejadian ini. Belakangan waktu kamu sangat takut nyawamu terancam, dan, sekarang, kamu merasa takut karena nyawa salah satu temanmu yang akan terancam. Apalagi Silvie —seorang perempuan yang sangat bernyali, yang bahkan sudah membunuh Jericho dengan sangat brutal, sampai kamu tidak berani melihatnya. Kamu jelas mendukungnya. Bagaimanapun dia telah menyelamatkan hidupmu.
Hah! kamu melihat Niken menggelengkan kepala pada Bang Dzul. Itu pertanda jika dia sedang memerintahkan sesuatu.
"Ya. Gue mau ngebunuh lo!" Tiba-tiba pria dewasa bermata agak belok itu mengancam Silvie dengan parang.
Kamu sangat terkejut mendengarnya, begitu pula dengan Silvie.
"Punya salah apa gue sama lo, Bang Dzul?" Silvie tetap berusaha tenang. Justru dirimu yang merasakan ketakutan luar biasa.
"Bangsat, hari ini lo harus mati!"
Seketika itu juga Bang Dzul menyerang Silvie. Kamu berteriak keras, memalingkan pandangan sambil menutup wajah dengan kedua tangan. Suara perkelahian pun kembali terdengar.
"Bang Dzul ... Bang Dzuul ..."
Kamu berteriak seiring suara Vero yang berusaha menghentikan aksinya. Namun Niken menengok pada kalian, berbisik sambil meletakkan jari telunjuk di mulut. Kalian langsung terdiam. Tatapan matanya terasa sangat membius. Terasa mematikan nyali.
Ternyata bukan Jericho atau Dimas, tetapi Niken!
Dia benar-benar seorang pembunuh berdarah dingin, atau bahkan seorang psikopat. Kedua pria bangsat itu tadi mengatakan, bahwa mereka datang bukan hendak membunuh, tetapi hendak melakukan sesuatu kepada Silvie. Mereka mungkin punya motif yang sama, yaitu dendam kepada cewek yang kamu kagumi sejak dahulu itu. Kasarnya, mereka cuma para penjahat recehan.
Tetapi, Niken? Sungguh, kamu tidak mengerti; Apa motif dia sampai-sampai menyuruh Bang Dzul melakukan hal ini?
Dia malahan duduk santai seakan-akan sedang menikmati hiburan gratis. Sekarang kamu tahu; Bagaimana mungkin Niken bukan seorang psikopat?
Tiba-tiba suara teriakan Silvie terdengar begitu lirih. Segala rasa bercampur dalam benakmu, hingga terasa seperti gejolak mati rasa. Bang Dzul benar-benar akan membunuh Silvie yang sudah terpojok.
Kamu takut. Sendi-sendi kakimu serasa lentur. Kamu pun memalingkan pandangan.
Ah, Panji ... ternyata Panji berusaha berdiri dengan sisa-sisa tenaga yang ia miliki. Panji langsung berlari ke arah Bang Dzul, menyerangnya dengan pisau. Napasmu berpacu cepat seiring harapan baik dalam pikiran. Bang Dzul pun terkena sayatan. Akan tetapi Panji justru sempoyongan dan akhirnya jatuh tersungkur.
Kamu kemudian mengikuti Vero yang bergerak mendekati Panji. Mungkin perasaannya sama denganmu, takut Panji akan mengembuskan napas terakhir.
Kamu tidak berani melihat Bang Dzul yang kembali menyerang Silvie dengan parang, tetapi bias pergerakannya tergambar di sudut matamu. Benar saja. Suara teriakan Silvie terdengar histeris. Begitu kamu melirik ke arah mereka, tubuh Silvie sudah penuh dengan darah.