“Kayaknya, aku selesai, Miss. Di mana kotak ini akan diletakkan?” tanya Summer Hammond sambil membereskan dua buku dari mejanya.
“Aku juga selesai,” tambah Jasmine Smith. Dia meletakkan benda terakhir ke dalam kotak.
Mrs. Benson tersenyum. “Hebat! Kerja kalian cepat. Bagus.”
Ellie Macdonald menjulurkan kepala dari belakang meja sambil menyelipkan rambut merahnya ke belakang telinga. “Hey, enggak ada yang bilang padaku kalau kita balapan!”
Jasmine mengedipkan mata ke arah Summer. “Kayaknya, kita yang juara!”
“Kalian semua juara,” kata Mrs. Benson, tersenyum kepada tiga anak perempuan. “Ini acara obralan sekolah yang paling sukses dan semua berkat kalian!”
Meskipun mereka semua berbeda satu sama lain, Ellie, Summer, dan Jasmine sangat akrab, seperti saudara. Mereka tinggal di desa yang sama dan menjadi sahabat sejak duduk di sekolah dasar. Summer pemalu dan suka menarik-narik kuncir rambut pirangnya ketika gugup. Dia senang membaca buku tentang alam atau menulis puisi dan cerita tentang temanteman binatangnya.
Jasmine ramah dan selalu tergesa-gesa. Rambutnya yang hitam panjang melompatlompat setiap dia berlari dari satu tempat ke tempat lain. Dia senang menyanyi, menari, dan menjadi pusat perhatian. Ellie senang bercanda dan selalu menjadi yang pertama mentertawakan kecanggungannya. Dia memiliki jiwa seni dan suka menggambar. Mereka semua adalah tim yang kompak!
“Ah, bukan apa-apa,” kata Summer, tersipu mendengar pujian gurunya. “Buku yang saya jual kebanyakan buku-buku tua yang sudah disimpan di loteng.”
“Buku-buku itu sangat populer,” kata Mrs. Benson. “Dan Jasmine, permainan gitarmu sangat indah. Setelah orang-orang mendengar permainan gitarmu, semua dagangan kita laku.”
Jasmine menyengir. “Enggak masalah, Miss. Aku kan, memang suka musik!”
“Dan, meja fashion juga sukses besar— khususnya, baju-baju cantik rancangan Ellie Macdonald!” Mrs. Benson mengambil satu kaus dengan motif hijau dan ungu. Dia menoleh ke arah Ellie. “Terima kasih banyak sudah membuatkan satu untuk saya.”
“Miss suka rancanganku?” tanya Ellie. “Hijau dan ungu warna favoritku.”
“Enggak perlu bilang, deh.” Mata cokelat Jasmine bersinar geli ketika melihat baju bungabunga ungu dan hijau, legging hijau, dan sepatu balet ungu yang dipakai Ellie.
Ellie tertawa dan berbalik mengambil tas. Tetapi, kakinya tersandung sesuatu sehingga dia terjatuh di lantai dengan bunyi gedebuk.
“Aduh!”
“Kenapa, Ellie?” tanya Mrs. Benson.
“Enggak apa-apa. Seperti biasa, kaki kiriku kayaknya ada dua,” kata Ellie sambil berdiri. “Eh, apa ini?”
Dia mengambil benda yang tadi membuatnya tersandung—sebuah kotak kayu. Kotak itu selebar jangkauan tangannya dan terbuat dari kayu padat dengan penutup yang melengkung. Walaupun kotak itu tertutup debu tebal, Ellie bisa melihat kotak itu indah. Sisi-sisinya dipahat dengan pola rumit yang tidak bisa dia kenali. Pada tutupnya terdapat cermin yang dikelilingi enam batu bening. Ellie menyeka penutupnya, menggunakan lengan baju. Dia melihat bayangan dirinya di cermin. Ketika Ellie memegang kotak itu, seberkas cahaya berpendar di batu-batu. Hampir tampak seperti ajaib. “Aneh,” gumamnya. “Aku yakin, barusan enggak ada di sini.”
Jasmine mengambil dan mencoba membuka kotak itu. “Tutupnya macet,” katanya. “Enggak bisa digeser.”
Mrs. Benson melihat sekilas jam tangannya. “Yah, dari mana pun benda itu datang, sudah terlambat untuk menjualnya. Kenapa tidak kalian bawa pulang saja. Siapa tahu, kalian menemukan cara untuk membukanya.”
“Oh, tentu!” kata Summer. “Kotak ini cantik. Bisa kita gunakan untuk menyimpan perhiasan. Yuk, bawa ke rumahku dan kita coba buka! Rumahku kan, yang paling dekat.”