Karin sedikit bosan ketika pelajaran berlangsung, terlebih mata pelajaran Bahasa Inggris bukan pelajaran favoritnya. Jadiah dia beberapa kali menguap, padahal yang lain kelihatan serius mendengarkan presentasi dari kelompok Bagas. “Efek dari Bagas” begitulah yang lain menyebutnya, tentu saja para siswi di kelasnya akan fokus pada presentasi Bagas. Harus diakui bahwa kemampuan berbicara bahasa Inggris Bagas sangat bagus, sampai membuat Bu Dewi, guru Bahasa Inggris-nya memandang kagum kepada Bagas tiap kali cowok itu berbicara. Karin sedikit heran dengan gurunya itu. Pada minggu kedua pertemuan mereka, tugas presentasi kelompok sudah menunggu. Beruntunglah dia bukan kelompok pertama yang maju, melainkan kelompok Bagas. Karin memang tidak andal dalam bahasa Inggris, padahal hobi menulisnya mengharuskannya menguasai bahasa Inggris walau sedikit.
Karin ikut bertepuk tangan saat kelompok Bagas selesai mempresentasikan tugas. Dia tak begitu antusias ketika sesi tanya jawab. Berbeda dengan Angeline, yang duduk di depan Vio. Cewek itu memang sangat mengidolakan Bagas.
Karin yang merasa bosan, lalu memandang Vio, sahabatnya itu tak kelihatan bosan. Vio yang merasa sedang diperhatikan, balas memandang Karin sambil tersenyum. Sebenarnya Karin ingin sedikit menjaili Vio, tetapi diurungkannya saat melihat Arjuna diam-diam sedang memperhatikan mereka. Cowok itu dalam posisi tiduran, seperti biasanya, kedua lengannya memang menutupi wajah cowok itu, tetapi Karin tahu sepasang mata Arjuna sedang melihat ke arah mereka. Karin memandang ke arah lain, mencari kemungkinan orang lainlah yang sedang diperhatikan Arjuna, tetapi kemungkinan terbesar adalah mereka. Bukannya Karin tak menyadarinya, tetapi sudah sering dia tak sengaja melihat Arjuna sedang memperhatikan mereka dalam posisi yang sama, pura-pura tidur. Beberapa kali pula Karin mencari tahu siapa sebenarnya yang sedang diperhatikan Arjuna, Vio atau dirinya. Lalu, dia membuat kesimpulan bahwa Vio-lah yang sedang menjadi pusat perhatian Arjuna.
Tepuk tangan terdengar kembali ketika kelompok Bagas menyelesaikan sesi tanya jawab dan kembali ke tempat duduk masing-masing. Saat itulah Karin melihat Bagas melirik ke tempat duduknya. Begitu pun saat sudah berada di tempatnya, Bagas sesekali juga terlihat melirik ke arahnya.
Apa-apaan kedua cowok ini? Apa mereka memiliki ketertarikan yang sama?
Karin tidak fokus selama sisa jam pelajaran. Secara bergantian dia terus memperhatikan Bagas dan Arjuna, kedua cowok itu tak sadar sedang diperhatikan oleh Karin karena mereka terlalu fokus pada seseorang. Karin menyikut lengan Vio.
“Kenapa?” tanya Vio bingung.
“Kamu sadar, tidak sih, sedang diperhatikan?”
“Tahu,” jawab Vio singkat sambil membereskan buku Bahasa Inggris-nya karena jam pelajarannya memang baru saja selesai.
“Kamu, kan, sedari tadi sedang memperhatikanku.”
Karin langsung mencubit lengan Vio, padahal tadi dia merasa senang karena Vio juga menyadarinya. Ternyata cewek itu masih polos kalau masalah cowok.
“Aku salah apa? Bukannya benar dari tadi kamu memperhatikanku? Kamu suka sama aku, ya?” canda Vio yang langsung disambut cubitan lagi.
“Ah! Aku bisa gila,” jawab Karin.
“Kalian ngomongin apa, sih?” tanya Siska penasaran. Angeline kini ikutan memandang mereka.
“Sebenarnya sudah beberapa hari ini aku merasa ada seseorang yang memperhatikan Vio.”
Angeline dan Siska mendekatkan wajah mereka, terlihat sangat penasaran, tapi tidak begitu dengan Vio yang tampak tenang.
“Aku sudah memperhatikan dengan saksama dan kupikir mereka menyukai Vio,” terang Karin penuh semangat.
“Mereka? Jadi, lebih dari satu orang?” Angeline semakin penasaran dengan kelanjutan cerita Karin.
“Siapa, Rin?” tanya Siska.
Karin memberi isyarat kepada sahabat-sahabatnya itu untuk mendekat kepadanya, berhubung informasi yang akan diberikannya sangat penting. Semua mendekat, termasuk Vio yang mau tak mau juga penasaran tentang identitas orang yang dimaksud Karin.
“Kalian jangan kaget, ya. Bagas dan Arjuna-lah yang aku maksud,” bisik Karin, takut teman yang lain mendengar.
“Kamu jangan bercanda, deh!” bisik Vio tak percaya ucapan Karin.
“Aku serius, Vi. Aku akan mencari buktinya supaya kamu percaya.”
Vio merasa sangsi dengan ucapan Karin, tetapi tidak dengan Siska dan Angeline. Keduanya malah merasa ucapan Karin ada benarnya, menurut mereka Vio memiliki segalanya untuk jadi incaran dua cowok keren di kelas. Keduanya sangat setuju dengan ide Karin untuk mencari bukti tentang perasaan Arjuna dan Bagas kepada Vio. Ketiganya sangat bersemangat ketika membicarakan ide yang dianggap gila oleh Vio. Ketiganya hanya tersenyum jail melihat Vio yang merasa tidak senang dengan segala ide tentang pencarian cinta Vio, begitulah mereka menyebutnya. Nama yang bagus, tetapi terdengar konyol bagi Vio.
***
Vio akhirnya memutuskan mencoba masuk klub Olimpiade dan Sains. Tanpa disangkanya, dia bertemu Bagas di klub Sains. Tentu saja Vio masuk klub itu bukan karena Bagas, tetapi tertarik dengan hal-hal menarik yang dibuat klub Sains, misalkan roket air. Tampaknya Vio memang menyukai ilmu eksak, tak heran bila klub-klub yang berhubungan dengan ilmu eksaklah yang dipilihnya. Hal yang tak terduga oleh Vio terjadi usai istirahat, dia mendapati sebuah amplop terselip di dalam buku catatannya. Dia memang meletakkan buku catatannya di meja saat tak ada di kelas tadi. Jadi, siapa saja bisa masuk dan menyelipkan amplop itu. Vio buru-buru membukanya sebelum Karin dan yang lainnya masuk ke kelas.
“Invitation? Secret Love Agent?” Vio hanya menatap bingung surat di tangannya yang seperti surat undangan itu. Dia sempat bertanya kepada kakak kelas di klub Sains dan Olimpiade tentang Secret Love Club. Jadi, dia paham maksud dari Secret Love Agent. Mereka memintanya menjadi anggota klub itu, begitulah kira-kira. Dari beberapa informasi yang didapatnya, recruitmen anggota Secret Love Club memang sangat berbeda dengan klub lain, hanya siswa yang mendapatkan surat undangan dari Secret Love Club-lah yang dapat menjadi anggota, terlebih lagi sistem yang ada di klub ini sedikit rumit, hal yang membuat Vio tak suka, suatu ketidakpastian.
Vio menyimpan surat undangan itu ke dalam tasnya ketika melihat Karin dan yang lain masuk ke kelas. Dia tersenyum seolah tak terjadi apa-apa. Vio tak mengetahui akan ada hal besar yang menantinya.
Sepulang sekolah, Vio memutuskan mengunjungi ruang Secret Love Club. Bukan untuk mendaftar tentunya, melainkan untuk menolak tawaran itu. Ruangan Secret Love Club terletak di dekat laboratorium biologi, sedikit terpencil karena terpisah dari bangunan utama sekolah dan bangunan khusus untuk klub-klub yang disebut Student Center.
Pintu klub tiba-tiba terbuka sebelum Vio mengetuknya, seperti mereka tahu akan kedatangannya. Vio masuk dengan ragu-ragu, lalu mendapati Rangga, Dhea, dan kedua orang yang belum pernah ditemuinya. Rangga mengenalkan keduanya kepada Vio, yang cowok bernama Ega yang merupakan Wakil Ketua Secret Love, dan satunya bernama Rina, Bendahara klub. Sebenarnya, Vio tak merasa penting dengan perkenalan itu, dia tak ingin basa-basi.
Vio meletakkan surat undangan dari Secret Love Club ke meja. “Terima kasih atas undangannya, tetapi aku tak tertarik untuk masuk klub ini.”
Semua orang kini, memandang kaget pada Vio karena ini kali pertamanya ada siswa yang menolak undangan untuk menjadi anggota Secret Love Club. Rangga masih tampak tenang. Dia tersenyum sambil memandang surat undangan yang tergeletak di meja. Dia sepertinya tahu Vio akan mengatakan hal itu. Ega hendak mengatakan sesuatu, tetapi dicegah oleh Rangga.
“Aku sudah bilang, dalam waktu dekat kamu akan menemui kami. Lebih baik kamu pikirkan baik-baik tawaran kami,” ucap Rangga sangat bijaksana, sambil menyodorkan kembali undangan itu.
“Aku benar-benar tak ingin berurusan dengan klub ini, aku bahkan tak tahu manfaat apa yang bisa aku dapatkan bersama klub ini.”
Ega mengepalkan tangannya, merasa marah dengan ucapan Vio yang terlalu berterus terang. Dhea dan Rina mencoba menenangkan Ega agar cowok itu tak melakukan hal-hal yang tak diinginkan.
“Aku hanya ingin menjalani kehidupan SMA-ku secara wajar ....”
“Wajar? Definisi wajar buatmu seperti apa?” sela Rangga. “Berangkat ke sekolah, belajar, mengikuti klub yang bahkan hatimu sendiri masih bimbang?”
“Aku suka dengan klub yang kupilih,” jawab Vio bersikukuh.
“Aku tahu kamu menyukainya, tetapi aku juga tahu kamu ingin melakukan sesuatu yang lain, di luar zona amanmu. Apakah kamu tak ingin melakukan sesuatu yang berbeda? Membantu orang lain, misalnya?”
“Bukankah kalian lebih banyak membantu masalah percintaan di sekolah ini, mencari informasi siswa yang digunakan untuk menentukan langkah PDKT atau apalah itu. Jujur, aku sempat tertarik saat orang bilang kalian detektif sekolah ini, tetapi kenapa harus masalah percintaan?” ucap Vio yang kemarahannya mulai tersulut.
“Kenapa kamu sangat sensitif soal masalah percintaan?” serang Rangga penuh selidik. Ketiga anggota Secret Love Club memandang keduanya secara bergantian, untuk kali pertamanya Rangga mendapatkan lawan yang seimbang. Sepertinya, Rangga sangat tertarik untuk membuat Vio masuk klub, mereka juga tak mengerti mengapa, yang mereka tahu hanyalah Vio termasuk siswi cerdas di sekolah ini.
“Aku tak ingin terjebak dalam masalah percintaan.”
Vio menyudahi pembicaraannya dan hendak pergi dari ruangan yang mulai terasa sesak itu. Vio tak tahan berada lama-lama di sana, semakin lama maka semakin banyak hal yang dapat digali oleh Rangga darinya.