Kepergian sang kakak membuat Laras sangat terpukul. Dia menyesal karena telah pergi kemarin tanpa memberitahukan keberadaannya. "Andai saja Kak Fika tidak mencariku, ini semua tidak akan terjadi. Hiks ... hiks ...." ucap Laras menangis.
Kedatangan Marvel dengan tangan kiri yang menggunakan gips serta kepala yang di perban terkejut mendengar suara tangis seluruh keluarganya.
"Tuan Marvel hati-hati!" ucap pria yang memapah Marvel.
"Ayah ... Ibu ... Fika ...." ucap Marvel yang juga turut berduka atas kepergian Fika calon istrinya. Padahal besok adalah hari pernikahan mereka, walau pun keduanya baru pertama kali bertemu. Namun, Marvel tetap saja bersimpati terhadap malangnya nasib Fika.
Marvel pun menatap Laras, gadis itu menangis sangat kencang bahkan wajah dan pakaiannya tampak lusuh membuat Marvel iba. "Laras, sudah kamu jangan menangis! Kasihan Fika jika melihat kamu seperti ini, dia sangat sayang terhadapmu." ucap Marvel yang telah berada di dekat Laras. Walau berjalan dengan tertatih-tatih Marvel tetap harus melihat keluarga Fika. Terlebih lagi dia sudah memiliki janji dengan Fika.
"Laras semua salah kamu! Lihat kakak kamu sudah pergi Laras, andai kamu menjawab telepon saat itu dan memberitahukan keberadaan kamu. Fika tidak akan mengalami kecelakaan." celetuk Ibu yang kembali emosi. Wajahnya yang merah sedangkan matanya terus berapi-api.
"Bu ... maaf, Laras bersalah. Aku juga tidak mau ini semua terjadi. Hiks ... hiks ...."
"Kamu benar-benar pembawa sial Laras, kamu selalu menjawab Ibu. Semenjak kamu masuk ke rumah kami, kamu ...."
"Karin stop!" ucap sang Ayah memotong perkataan istrinya sambil menggelengkan kepala.
Sedangkan keluarga Marvel yang menyaksikan. Mereka tidak berani ikut campur urusan keluarga mereka. Ayah dan Ibu Marvel pun pergi bersama dengan dokter yang tadi memeriksa Fika, membantu keluarga Laras untuk mengurus pemakaman Fika. Lalu Marvel yang tetap diam mematung mendengarkan percakapan mereka, dia mengawasi takut terjadi hal yang buruk.
"Kenapa kamu memerintahkan aku berhenti bicara mas? Biarkan saja Laras tahu semenjak dia datang ke rumah kita ...."
"Tante sudah ya, jangan bertengkar lagi kasian Fika!" Kini Marvel lah yang memotong ucapan Ibu Laras.
"Kamu diam Marvel, ini urusan keluarga kami!" cetusnya dengan tatapan yang tajam. Emosinya benar-benar tidak terkendali. Ya, siapa yang tidak bersedih. Siapa yang tidak marah jika putrinya pergi. Lalu bagaimana dengan Laras? Dia juga putrinya.
"Ada apa Bu? Kenapa semenjak kehadiranku? Ucapan Ibu seolah-oleh aku adalah tamu yang datang ke rumah kalian untuk singgah." jawab Laras dengan kesal.
"Laras jangan dengarkan ucapan ibumu! Marvel tolong bawa Laras pergi ya!" Terlihat Ayah yang ingin mengakhiri pertengkaran mereka berdua sebelum hal besar terjadi sebab keduanya juga sudah termakan emosi.