Udara sejuk dari pepohonan bersentuhan lembut dengan kulit cokelat miliknya. Netra hitam itu menatap hamparan tumbuhan hijau di depannya. Tenang. Itulah perasaan yang ia rasakan saat ini. Seketika lelahnya lenyap, seulas senyum terbit di bibir merahnya. Memilih duduk di bangku taman, ia mengayun-ayunkan kaki melepas rasa jenuh yang mulai menderanya. Pertemuan yang dijanjikan sejak pukul 16.00, namun sampai pukul 16.30, orang itu yang kunjung datang.
"Sudah lama menunggu?" Tepukan di pundaknya itu terasa seperti sengatan listrik.
Gadis itu tersentak, menatap wajah dari lelaki yang sudah lama ia tunggu. Dia adalah Edgar, sahabat lamanya yang tak sengaja bertemu dengannya di restoran Jepang kemarin.
"Lumayan, sampai kakiku terasa mati rasa." Ia mengerucutkan bibir
Edgar hanya mengulas senyum, sahabat lamanya ini ternyata masih sama. Sama-sama mengemaskan seperti Nayra. Mengingat nama gadis itu saja mampu membuat jantungnya berdegup kencang. Astaga, Edgar memang sudah gila karena Nayra.
Edgar mengambil tempat di sebelah sahabatnya itu, Rania. Menatap Rania yang sedang memejamkan mata, menghirup aroma bunga di taman.
Rania yang merasa diperhatikan, segera membuka matanya. Memandang wajah tampan lelaki di sebelahnya.
"Tumben sekali lo minum, Gar. Apa alasannya karena Nayra?" Rania membuka suaranya.
"Ah, itu ... hanya ingin merasakannya sekali-kali." Ia menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
Rania hanya manggut-manggut, ia sebenarnya tahu kalau Edgar sedang berbohong. Ia bukan Nayra yang tak peka hingga tidak bisa melihat cinta dari netra cokelat sahabatnya ini.
"Lantas bagaimana hubungan lo dengan Nayra? Sudah ada kemajuan atau masih jalan di tempat?"
Edgar mengusap gusar wajahnya. "Astaga, apa maksud lo, Ran? Kita dari dulu sahabatan, kan? Ya, sampai saat ini juga begitu."
"Bodoh!" Rania sudah muak bicara dengan lelaki keras kepala ini.
"Sampai kapan lo mau sembunyiin perasaan itu? Lo mau Nayra diambil orang dulu, baru deh lo nangis-nangis. Gitu?!" Amarah Rania sudah tidak bisa ditahan lagi.
"Lo itu lelaki paling pengecut yang pernah gue kenal, dan sialnya lo itu sahabat gue." Rania meremas rambut sebahunya itu.
"Dia bahkan sudah dilamar lelaki lain," celutuk Edgar.