"Kadang, luka yang tak nampak memang lebih sulit disembuhkan, daripada luka yang nampak."
•••
"GARA-gara lo nih! Kita jadi telat!" Alfi berkata penuh geram.
Melta dengan santai terus bercermin sambil memperbaiki gincu merah menyala yang dipakainya. Bosan mendengar ocehan Alfi sejak awal keberangkatan mereka.
"Biasa aja kali, Al. Kelebihan rajin lo mah, baru aja jam delapan," ucapnya setelah melirik arloji pink pada pergelangan tangannya.
"Baru, baru, orang kita masuknya jam tujuh! Apanya yang baru?!" Alfi berujar ketus, masih terlarut dalam emosinya. Namun ia tetap fokus mengendarai motor ninja putih yang kini ditungganginya.
"Ya, nanti tinggal sogok aja tuh satpam pake permen karet gue, nih," ucap Melta dengan memperlihatkan permen karet yang telah dikunyahnya tepat di depan wajah Alfi.
Alfi pun memundurkan kepala spontan, menghindari terkena liur si anak permen karet ini. Entah sampai kapan persediaan permen karetnya itu akan habis. Dan entah sampai kapan meja belajarnya akan bersih dari sisa-sisa permen karet itu. Alfi tak henti terheran.
Alfi menaikkan kecepatan kendaraannya, membuat Melta memasukkan kembali permen karet yang dikeluarkannya tadi ke dalam mulutnya. Jorok memang.
"Alfiiii!" teriaknya dengan wajah melebar karena diterpa angin kencang. Ia pun memeluk erat tubuh Alfi, menghindari dirinya terbang bagai layang-layang tak bertuan. Alfi tak peduli dan tetap menaikkan kecepatannya. Memang susah bagi Melta untuk menang dari anak satu ini.
***
Motor ninja putih itu perlahan memelan, saat akan memasuki gerbang sekolah yang terbuka lebar untuk mereka. Disertai guru BP yang berdiri di sampingnya dengan membawa rotan yang bahkan lebih besar dari tubuh kecilnya.
Guru yang dengan kacak pinggangnya siap melontarkan kalimat pedas pada murid-muridnya yang terlambat. Melta yang melihat dari kejauhan pun mulai menggoyangkan tangan Alfi, menahannya agar berhenti melaju. "Wah, bego, muter! Itu ada Bu Roha guru BP!"
Alfi masih dengan anteng tetap melaju. "Berani berbuat, maka berani bertanggung jawab!"
"Sinting lo ya! Di saat orang lain menghindari hukuman, eh lo malah nantang!"
"Berarti lo juga sinting ‘kan?"
Melta sedikit berpikir. Benar juga, bukannya ia juga selalu menantang hukuman Alfi dengan cara terus melanggarnya? Sial, ia termakan omongannya sendiri.
Setelah menepikan motornya di tepi gerbang. Melta turun dan segera melepas helm putihnya. Begitu pula Alfi dengan helm hitam yang ia letakkan di atas tangki motor besarnya itu.
"Kenapa kalian bisa terlambat?!" tanya Bu Roha setelah kedua anak itu berderet di depannya.