Jahanam Brother

nilnaulia
Chapter #8

7. About Love

"Mikirin cinta di masa muda itu, gak guna."

•••

SETELAH melewati beberapa pelajaran menguras pikiran dan tenaga. Melta merebahkan kepala penat, di atas pundak Alfi yang memboncengnya dengan pelan. Tanpa sebuah helm merekat di kepalanya. Ia pun tak meragu melingkarkan pergelangan tangannya pada pinggang Alfi.

Tak tahu, jika Alfi telah menarik senyum setiap kali jemari kecil miliknya melingkar di sana. Membuatnya merasa nyaman dan ingin menghentikan waktu lebih lama.

Melta menikmati semilir angin jalanan yang menyelinap masuk melalui sela-sela seragamnya, merasakan gerah di sekujur tubuhnya. Ia memang akan menjadi lebih manja saat situasi seperti ini: lapar tak ketulungan di bawah terik matahari nan menggosongkan. Bagai dipanggang saja.

Seandainya dirinya kanibal, mungkin Melta sudah memutuskan untuk memakan dirinya sendiri yang telah matang dibakar sinar ultraviolet di siang bolong begini.

"Al, gue laper nih," desis Melta setelah mendengar perutnya berdengkur keras. Ia pun menaikkan dagunya pada pundak Alfi, menunggu jawaban dari anak itu.

"Gak ada yang nanya," balas Alfi seperti biasanya, cuek. Padahal sedari tadi ia berusaha menahan senyumnya agar tak mengembang.

Melta melepas pelukannya. Mulai mencari letak para pedagang yang mungkin bisa disinggahinya. Sekejap, ia mengedip bahagia karena melihat sebuah toko kue baru di pinggiran jalan. Dengan semangat empat lima ia menggoyangkan lengan Alfi lalu menunjuk ke arah toko itu.

"Wah, Al, liat deh, di sana ada toko kue baru!"

Alfi hanya melirik sekilas dan menjawab singkat, teramat singkat malah, "Nggak." Ia sudah mengerti terlalu banyak tentang Melta jika sedang kelaparan.

Tak ingin menyerah, Melta pun kembali memutarkan bola matanya. Mencari sesuatu yang mungkin akan diminati oleh Alfi juga. Hingga ia menemukan sebuah gerobak bakso yang menjadi langganan Alfi.

"Waduh, ada bakso tuh, kayanya enak nih," godanya sambil menatap wajah datar bagai papan tulis milik Alfi dari spion motor.

Lagi-lagi Alfi memberi jawaban yang sama, "Nggak."

"Oh, Al! Siomay, Al! Siomay!"

"Nggak."

"Gorengan dehh,"

"Nggak."

"Es kri—"

Alfi akhirnya memotong dengan ceramah panjang lebar, hingga membuat Melta menganga sempurna. "Nggak boleh, Melta. Lo harus jaga suara lo, malam ini kita ada tawaran manggung. Jangan sampai nanti orang-orang malah nutup telinga gara-gara denger suara merdu lo."

Melta yang sebelumnya masih membulatkan mulut mendadak menyunggingkan senyum sebagai ucapan terima kasih atas pujian Alfi. "Duh, lo mah mujinya berlebihan. Gue jadi malu nih."

Alfi justru semakin mengerutkan kening akan tanggapan Melta yang kelebihan polos. "Muji apanya? Merdu, maksud gue, merusak dunia."

Mulut Melta yang semula merekah senyum ala iklan pasta gigi, diam-diam merekut. Menyadari kalimat yang baru saja diucapkan Alfi. "Ish! Biarin aja suara gue cempreng gini, yang penting ‘kan muka gue tetap cantiks!" jawabnya diselingi nada mencerca.

Mata Alfi berkerut karena senyum kecilnya. Setiap orang itu punya sudut pandang yang berbeda, Mel. "Nggak usah bangga-banggain muka pas-pasan lo, karena masih banyak yang jauh lebih cantik daripada lo."

"Terus? Lo mau gue kaya gimana? Gak dandan dan jadi mayat idup gitu?"

Mendengar jawaban Melta membuat Alfi semakin semangat untuk menceramahi anak satu ini. "Ya, lebih baik gitu, tampil apa adanya. Dengan begitu lo bisa tau, siapa yang benar-benar tulus menerima apa adanya diri lo, karena seseorang yang mencintai lo, gak akan nuntut apapun dari lo."

Tak mendapati jawaban dari Melta yang masih bergeming, membuat Alfi kembali melanjutkan, "Bukannya malah cinta karena muka lo, body lo, apalagi karena mau numpang tenar dengan pacaran sama lo."

Hingga akhirnya ia menutup dengan kalimat bijak yang mungkin sudah sering didengar banyak orangtapi ia yakin bahwa Melta tak tahu bahkan tak pernah mendengar ataupun membaca kalimat ini, ya saking malasnya mungkin. Sambil menatap Melta yang terus menyimak di atas bahu kiri miliknya, Alfi mengucapkannya,

"Lo harus pinter bedain mana yang tulus dan mana yang modus."

Dengan termangu Melta menarik ujung bibirnya, membuat gigi putihnya nampak seluruhnya karena tersenyum kagum. Sambil menarik-narik, bahkan menepuk sesekali pipi Alfi, ia memuji dengan gelut, "Waaah, daeebak. Kakak gue pinter banget ya tentang cinta. Padahal baru beberapa hari pacaran sama Nabila Si Cewek Sempurna."

Alfi menyeringai tipis dengan gaya cool khasnya. Benar ‘kan, ini pasti kali pertamanya mendengar kalimat itu. Sekali lagi Alfi menggeleng karena ucapan berlebihan dari Melta Si Cewek Centil ini. Ah, pantas saja toh selera cowoknya tak pernah ada yang benar, pikirnya.

Lihat selengkapnya