"Bahkan sebelum mengenal diriku, ia telah berikrar untuk melupakanku."
•••
LAMPU temaram berwarna coklat klasik berbentuk tabung mengelilingi setiap sudut cafe. Ditambah lilin kuning menyala di tengah setiap meja persegi yang menambah kesan estetika ruangan berbau kayu kering ini.
Dentuman musik mellow yang dibawakan seorang penyanyi gadis beserta gitarisnya terdengar nyaris sempurna. Hingga berhasil menghipnotis seluruh pengunjung untuk memfokuskan mata ke depan panggung, dengan tatapan kagum menikmati setiap lirik yang disampaikan.
Aku yang pernah, engkau kuatkan
Aku yang pernah, kau bangkitkan
Aku yang pernah ... kau beri rasa
Gadis itu menikmati permainan gitar yang mengayun beserta suara lembut miliknya. Sesekali menutup mata menikmati suasana di sekitarnya yang terasa tenang.
Saatku terjaga, hinggaku terlelap nanti
Selama itu
Aku akan selalu, mengingatmu
Setelah menaikkan nada, sejenak ia menarik nafas dalam sebelum melanjutkan pada lirik selanjutnya. Sosok pemain gitar di sampingnya itupun menatap dengan sangat teliti, memperhatikan betapa indah suara yang dihasilkan gadis itu.
Kapan lagi kutulis untukmu
Tulisan-tulisan indahku yang dulu, warna-warnai dunia
Puisi terindahku, hanya untukmu
Mungkinkah kau kan kembali lagi
Menemaniku menulis lagi
Kita arungi bersama,
Puisi terindahku hanya untukmu.
Keheningan tetap tertata di setiap meja cafe yang menikmati suara merdu dari si penyanyi. Semuanya merasa nyaman dengan suara lembut dengan penghayatan dalam setiap liriknya. Suara itu seakan membawa para pendengar untuk merasakan apa yang ingin disampaikan pencipta lagu ini.
Hingga mereka kembali menuju reff dan berakhir dengan lirik awal dari lagu itu. Cowok yang memainkan gitar itu masih menatapnya begitu dalam, mengingat setiap ucapan yang sama, yang pernah dibawakan oleh orang yang sama pula. Meski kini keadaannya terasa sangat berbeda.