Sesuai dugaan Rora, Mama langsung melangkah cepat menuju rak berlabel teenlit. Langkah Mama ringan, seperti peri kecil yang sedang menari di taman. Rora iri melihatnya, dia lantas mencoba meniru gaya Mama berjalan. Sayang, gaya berjalannya malah terlihat laksana gajah berbaris.
"Ketemu!" sorak Mama dari balik rak. "Hei, penulis ini produktif sekali. Sudah ada judul baru lagi."
"Buku apa?" Rora melongok.
"Nih, Baper Warning? Eh, lucu amat judulnya." Mama terkikik. "Karangan AJ. Mama penasaran seperti apa wujud penulis buku ini. Ceritanya segar, dan ending-nya selalu bikin Mama nyusruk."
Wajah Rora memucat. Dia tahu seperti apa AJ itu. Rora sangat mengenal AJ dari ujung kepala hingga ujung kaki.
Tentu saja, AJ itu, kan, adalah dirinya. Aurora Jacynta.
Ya, ini adalah buku keempat yang ditulisnya. Dan Mama, mengoleksi keempat buku itu tanpa menyadari bahwa putrinya sendiri yang menulis buku-buku kegemarannya itu.
***
Sejak duduk di bangku sekolah dasar, Rora sudah suka menulis cerita. Semua itu gara-gara kedua orang tuanya yang menghadiahkan setumpuk buku setiap bulan pada Rora kecil. Ada saja alasan mereka: buku untuk hadiah ulang tahun, buku sebagai hadiah akhir pekan, buku menyambut liburan, buku pelipur lara karena si Kerak Telor--kucing mereka--mati, serta beberapa alasan aneh lainnya.
Rora sama sekali tidak keberatan, bahkan dia senang. Apalagi, dia sudah mampu membaca cerita pendek di usia empat tahun. Tak heran, di usia begitu belia, Rora sudah kepingin menulis ceritanya sendiri.
Maka mulailah Rora menulis cerita-cerita pendek yang di bagian akhir buku catatan sekolahnya. Setiap kali cerita yang ditulisnya selesai, Rora akan merobek bagian itu dan menyimpannya dalam sebuah kotak khusus.
Hingga suatu ketika, saat Papa menghadiahkan laptop padanya, Rora mulai melakukannya dengan serius. Dia mempelajari cara-cara penulisan novel secara otodidak, lalu mengirimkan naskahnya ke penerbit dengan nama pena AJ.
Semua itu dilakukannya dengan diam-diam, tanpa diketahui Mama dan Papa.
Menyembunyikan hal tersebut dari Papa lebih mudah, karena kedua orangtuanya sudah berpisah sejak lama sekali. Mungkin sudah lebih dari sepuluh tahun yang lalu. Namun, menyembunyikan hal ini dari Mama seringkali membuat Rora pening.
Kenapa dia merahasiakannya? Toh dia tidak melakukan hal buruk. Berulang kali Rora memikirkan alasannya.