Haiba Zia Almahyra
“Ibu... ayah...”
Teriak seorang gadis berumur 20 tahunan, sambil menuruni tangga. Ia berjalan menuju ke arah dapur. Ia membuka tudung saji di atas meja makan. Ia membukannya tapi tak menemukan makanan. Ia pun beralih membuka kabinet dapur. Ia hanya menemukan mi instan yang berurutan rapi.
Haiba zia al mahyra. Biasa di panggil dengan zia, mahasiswa semester 4 jurusan psikologi. Perempuan berparas cantik, kulit putih mengkilap, rambut hitam pekat panjang, berperawakan tinggi dan tubuh yang ramping. Dengan sifat yang masih kekanak-kanakan dan bersikap manja, karena memang ia anak tunggal orang tuannya. Ia sangat bersikap ramah dan ceria di depan semua orang. Di umurnya yang genap 21 tahun, ia belum pernah sama sekali merasakan cinta.
Hidup sebagai anak tunggal, menjadikan ia akrab dengan ayah dan ibunya. Zia pernah berjanji tidak akan pernah berpacaran sebelum bertemu dengan seseorang yang seperti ayahnya. Ayah zia selalu memenuhi permintaan dan melindungi zia. Bahkan jika ayahnya sedang sibuk dengan pekerjaannya, jika zia menyuruhnya pulang, ayahnya akan segera pulang.
“Ah...kenapa ibu tak memasak sesuatu apapun. Apakah dia lupa kalo ia punya anak perawan di rumah. dengan berat hati aku harus sarapan mi instan again.” pekiknya di rumah sendiri.
Ia menyalakan kompor dan memasak mi instan. Ia menambahkan satu telor ke dalam air yang mendidih. Lalu kemudian ia memotong lima cabe rawit. Ia memasukan semua bumbu ke dalam mangkok, beserta cabe rawitnya. Setelah minya matang, ia meniriskanya dan menyajikan ke dalam mangkok yang sudah ia siapkan.