Rubiyah binti Sama
Mei belum pulang. Sudah tiga jam. Uni Dahlia tak tampak cemas begitu pun Uda Amran. Tapi aku tahu mereka cemas hanya saja mereka sama-sama berusaha tak menampakannya. Uni Dahlia sedang menjahit sulam kruisteek, begitu asyik seolah tak peduli pada detik yang semakin bertambah tapi jika diperhatikan lebih seksama dia hanya terus menghitung jumlah kotak di dalam pola tak juga menjahit. Sedangkan Uda Amran nampak asyik membaca, tapi hanya halaman itu saja yang ditekuninya padahal hanya ada tiga paragrap.
Sudah sedari tadi aku menghentikan jahitanku. Mengamati mereka dan menebak-nebak siapa dari mereka yang akan beranjak ke meja dekat jendela besar tempat pesawat telpon berada, menelpon Umi Amir bertanya dimana Mei berada, karena seharusnya Mei sudah kembali selambatnya satu jam yang lalu. Hanya butuh tiga puluh menit berjalan kaki pulang pergi ke rumah Umi Amir, jadi kalau pun Mei mampir sejenak memetik bunga seperti yang pernah dilakukannya, dia tak akan selama ini.