Segara Lara

irishanna
Chapter #3

Fragmen #2

Seusai mengantar jenang ke rumah Sudarmi, Ruminah bergegas menuju kantor kecamatan untuk menemui Gunawan. Perawakannya yang tinggi besar, berbanding terbalik dengan tubuh Ruminah yang terlihat mungil di sampingnya. Ruminah hanya setinggi pundak laki-laki itu.

Sejak pertemuan pertama mereka, Gunawan selalu memperlakukan Ruminah dengan baik. Hal itu membuatnya merasa aman dan nyaman bersama Gunawan. Ia merasa dihormati lantaran pria itu tidak pernah sekali pun menyentuhnya. Bahkan, Gunawan terlihat sengaja menjaga jarak agar tidak terlalu dekat.

Ruminah sengaja menunggu di depan kantor kecamatan sampai Gunawan menyelesaikan tugasnya. Walaupun baru dua hari lalu mereka bertemu, perasaan rindu sudah menyesaki dada Ruminah. Baru sekitar setengah jam kemudian, Gunawan bisa ditemui. Menyadari kedatangan Ruminah, Gunawan melambaikan tangan pada gadis itu lantas menghampirinya. Pria itu mengajak Ruminah untuk mengobrol di warung makan dekat sana.

Gunawan memulai percakapan sembari menunggu datangnya pesanan. “Maaf kamu harus menunggu lama, Rum. Kamu tadi pasti kepanasan. Wajahmu sampai merah begitu. Seharusnya tadi kamu masuk saja, menunggu di dalam.”

Beruntung Gunawan tidak menyadari kalau pipi Ruminah bersemu merah bukan karena kepanasan, tetapi karena mereka tengah berhadapan. Gadis itu berusaha keras menutupi sensasi kupu-kupu terbang yang memenuhi rongga perutnya.

Ndak apa-apa, Mas Gun. Saya ndak enak kalau ikut masuk. Kan saya bukan siapa-siapa. Nanti malah dicurigai sama petugas.”

“Benar juga. Ya sudah, lain waktu kalau kamu mau datang, nanti saya bicara sama petugas dulu supaya kamu bisa menunggu di dalam.” Lengang sejenak sebelum Gunawan melanjutkan, “Oh, iya, ini saya bawakan sesuatu buat kamu.” Gunawan mengangsurkan sebuah buku berwarna cokelat muda berjudul Tirani.

Binar mata Ruminah seketika terpancar saat menerima buku itu. “Betul ini buat saya, Mas?” Gunawan membalasnya dengan mengangguk. “Wah, matur nuwun sanget nggih, Mas.” Rum mengelus-elus sampul buku itu, lantas membukanya dengan hati-hati. Senyumnya tak henti mengembang.

Bukan tanpa alasan Ruminah begitu menyukai kegiatan membaca. Sekitar tahun 1958, ada sebuah organisasi perempuan yang membangun Taman Kanak-Kanak di desanya. Organisasi itu bernama Serikat Wanita Indonesia (Serwani). Berdasarkan informasi dari koran yang dibaca oleh Ruminah, hingga tahun 1965, organisasi mereka memiliki lebih dari 1,5 juta anggota, dan menjadi gerakan perempuan terbesar ketiga di dunia.

Para relawan dari Serwani mendirikan TK Tunas Mekar di seluruh Indonesia. Mereka mengajar anak-anak membaca, menulis, dan berhitung secara gratis. Ruminah yang saat itu menjadi salah satu murid di sana, begitu semangat menuntut ilmu. Apalagi mereka juga menyediakan taman bacaan dengan banyak jenis buku untuk anak-anak.

Selain mengajar, anggota Serwani juga menanamkan pola pikir bahwa perempuan juga berhak memiliki pendidikan yang tinggi. Mereka mendorong dan menyemangati murid-muridnya untuk terus berjuang mencapai cita-cita dan berani melawan ketidakadilan. Setiap hari, para guru menekankan bahwa pendidikan itu nomor satu.

“Buku itu jendela dunia. Jadi, banyak-banyaklah baca buku. Kalau kalian pintar, rajin sekolah, rajin belajar, nanti kalian bisa jadi apa saja yang kalian mau.”

Kalimat itu yang sampai sekarang masih mengendap di benak Ruminah. Walaupun tidak bisa melanjutkan sekolah, ia tetap ingin bisa membaca buku. Alhasil, selama ini ia meminjam buku dari teman sekelasnya saat SD dulu, yang juga masih bertetangga.

“Kamu katanya suka sekali dengan karya-karya Taufiq Ismail. Kemarin saya nemu ini di toko buku, terus ingat sama kamu. Gimana? Kamu suka?”

“Banget, Mas. Saya sudah lama pengin punya bukunya Taufiq Ismail. Tapi, uangnya sampai sekarang belum kekumpul juga. Buat nyukupi kebutuhan Bapak Ibu sama adik-adik dulu,” ujar Ruminah.

Lihat selengkapnya