Segara Lara

irishanna
Chapter #13

Fragmen #12

Hati Gunawan mengembang ketika akhirnya mendapat izin untuk menemui Ruminah di tahanan kepolisian. Rindu yang mendesak-desak dadanya, memaksa untuk menunaikan sebuah pertemuan. Di sinilah ia sekarang. Perlu banyak biaya pelicin untuk bisa berjumpa dengan Ruminah. Bagi Gunawan, hal itu tidak masalah daripada ia terus-menerus dibayangi rasa bersalah.

Debar jantungnya tidak terkendali. Berbincang dengan Ruminah selalu membuat hatinya diletupi kembang api. Kepalanya sibuk merangkai kalimat sapaan apa yang harus ia lontarkan. Ia tidak ingin Ruminah merasakan kesedihan selama bersama dengannya. Walaupun ayahnya sudah mewanti-wanti agar Gunawan tidak melibatkan diri dalam kasus ini, ia tetap nekat dan keputusannya sudah bulat.

Apalagi setelah mendengar pernyataan dari pihak kepolisian yang ia tonton kemarin pagi. Tekadnya tidak bisa ditentang oleh siapa pun.

“Menurut pengakuan gadis R, benar adanya bahwa ia hanya mengarang cerita. Kabar bahwa R diculik dan diperkosa ternyata isapan jempol belaka. R ingin menjadi terkenal seperti halnya kasus seorang guru swasta yang terjadi empat bulan lalu. R ingin melambungkan namanya sendiri agar pendapatannya dari berjualan jenang bisa meningkat. Selain itu, ia mengatakan dirinya ingin jadi artis.

“Setelah melakukan rekonstruksi perkara, kami menemukan fakta bahwa sebenarnya R melakukan hubungan badan dengan mantan kekasihnya, seorang tukang bakso yang berjualan di kawasan Maliabara. Dulu gadis R juga sempat berjualan di sana. Mereka bertemu dan saling jatuh cinta. Persetubuhan itu dilakukan di tanah lapang di dekat Asrama Polisi Pathukan. Karena sudah lama menjalin hubungan dan tak kunjung dinikahi, gadis R memaksa mantan kekasihnya untuk segera melamarnya. Namun, R malah ditinggal begitu saja di tanah lapang itu. Akhirnya R menaruh dendam dan ingin membuktikan kalau dirinya bisa jauh lebih sukses tanpa lelaki itu.

“Gadis R meminta tukang becak untuk mengantarnya ke daerah Bumiso, tepatnya ke rumah salah satu pelanggan setianya. R mulai menceritakan kebohongan itu dan mengarang cerita yang tidak benar. Saudara Kresna Dirjaya tidak terbukti melakukan perbuatan keji itu. Bahkan beliau sama sekali tidak mengenal siapa gadis R. Justru saat itu yang bersangkutan sedang pergi ke luar kota bersama ayahnya, Bapak Soedirja, dan baru keesokan harinya setelah insiden itu terjadi.

“Selama pemeriksaan, kami juga menemukan cap Partai Kapak Merah di bagian punggung gadis R. Ia terbukti merupakan anggota dari Serikat Wanita Indonesia yang terintegrasi dengan Partai Kapak Merah. Jadi, tidak sepatutnya gadis R dibela oleh masyarakat. Karena ia adalah anggota kelompok pemberontak. Siapa pun yang memihak gadis R akan ditindak tegas tanpa pandang bulu.”

Ada banyak kejanggalan yang dirasakan Gunawan usai mendengar pernyataan itu. Ia tahu benar bahwa Ruminah belum pernah dekat dengan siapa pun selain dirinya. Gadis itu mengaku sendiri padanya bahwa ia tidak dekat dengan banyak laki-laki. Satu-satunya pria yang terbilang sering mengobrol dengannya hanyalah Gunawan.

Beberapa saat kemudian, dari kejauhan muncul siluet perempuan yang digiring oleh petugas menuju kursinya. Tanpa sadar, Gunawan lantas berdiri dan merapikan penampilannya. Ia ingin terlihat baik di hadapan Ruminah, supaya perempuan itu bisa menyerap energi positif yang berusaha ia tularkan.

Pria itu bersyukur karena surat yang diberikannya ternyata memberikan dampak yang baik bagi hubungan mereka. Kendati ia perlu menunggu kedatangan Ruminah selama hampir lima belas menit, ia menebak bahwa Ruminah mungkin sedang mempersiapkan dirinya untuk kembali berinteraksi dengan orang lain. Namun, saat Ruminah semakin dekat, Gunawan seperti tidak mengenali sosok di hadapannya.

Wajah Ruminah jauh lebih tirus daripada kali terakhir Gunawan lihat di rumah sakit enam hari lalu. Caranya berjalan tampak tertatih sembari memegangi perut bagian bawah. Rambut panjang yang biasanya dikepang dua, sekarang dibiarkan terurai begitu saja. Air mukanya tampak letih, dengan lingkaran hitam di bawah mata yang amat kentara.

Perasaan Gunawan seketika mengeruh menyaksikan gadis pujaannya begitu rapuh. Setitik bulir bening menyembul dari pelupuk matanya, diikuti oleh puluhan bulir lain yang berlomba membasahi kedua pipinya. Punggung tangannya sigap menghapus seluruh air mata itu. Ia berusaha keras menampilkan senyum khasnya, agar Ruminah merasa lebih nyaman. Namun, setelah semua kalimat ia siapkan untuk menyambut Ruminah, yang keluar dari mulutnya justru adalah permohonan maaf.

“Rum … Maafkan saya. Maafkan saya.” Rangkaian kalimat penghiburan yang sudah dipersiapkannya, kini lesap tak bersisa, serupa rerumputan yang terpangkas di halaman rumah tetangga. Digantikan dengan serumpun sesal yang tumbuh subur dalam hatinya. Sebab, sembilu telah mengoyak hatinya lebih dulu.

Dengan suara lemah dan parau, Ruminah berusaha menanggapi lawan bicaranya yang sejak tadi tertunduk seraya terisak. “Mas … Mas Gun ndak perlu minta maaf. Saya sudah ikhlas.” Ruminah mengambil napas sejenak. “Mungkin akan ada kebaikan yang jauh lebih besar setelah ini.”

Lihat selengkapnya