Segara Lara

irishanna
Chapter #22

Fragmen #21

16 November 1970

Sudah ada sepuluh aktivis perempuan pembela Ruminah yang dinyatakan hilang. Semenjak ditemukannya penggalan kepala Ningsih, situasi menjadi semakin mencekam. Semakin sedikit orang yang mau berurusan dengan kasus Ruminah. 

Kabar yang disampaikan Gunawan minggu lalu memukul telak kepercayaan diri Ruminah, membabat habis sisa-sisa daya yang ia punya. Selama di penjara, ia tidak bisa mengakses pemberitaan yang terjadi di luar. Semua informasi datang dari Gunawan yang dengan setia menjenguknya minimal seminggu sekali. Baru ia ketahui bahwa pria itu menggelontorkan sejumlah uang yang tidak sedikit untuk dapat menemuinya. Pantas saja selama ini orang tuanya tidak pernah bisa menjenguk. Rupanya ada oknum yang sedang mencari keuntungan.

Rasa bersalah kembali mendera Ruminah. Ia merasa semua ini terjadi karena dirinya. Beban yang ditopangnya kembali memberat. Seolah ia tengah memikul jutaan dosa di punggungnya. Sedangkan paru-parunya dijejali oleh ribuan molekul udara yang membesar, mendesak, lantas memecahkan rongga pernapasannya itu. Ruminah merasa dirinya hanya bisa menyusahkan orang lain dan membuat mereka celaka.

“Ruminah.” Panggilan dari Penasihat Hukumnya menyadarkan Ruminah dari lamunan. Majelis Hakim telah hadir di ruang sidang, sehingga seluruh peserta diminta untuk berdiri. Namun, Ruminah masih saja duduk lantaran tidak mendengarkan instruksi itu.

Dari kursinya, ia bisa melihat Gunawan dengan pandangan yang terlihat kosong. Sadar dengan tatapan Ruminah, Gunawan pun menyunggingkan bibirnya. Namun, senyumnya kali ini terasa berbeda, tidak ada semangat yang terpancar dari kedua bola mata itu.

Masyarakat mulai berdesakan memenuhi ruangan sidang. Guna menjaga ketenangan, aparat yang diturunkan untuk mengamankan jalannya sidang ditambah. Hanya segelintir pembela Ruminah yang datang. Hal itu cukup menciutkan hatinya.

Agenda sidang kali ini adalah pemeriksaan saksi-saksi yang diajukan oleh pembela. Salah satu saksi adalah seorang dokter yang melakukan pemeriksaan pada Ruminah saat pertama kali dibawa ke Rumah Sakit Betsaida. Seorang perempuan berambut sebahu dengan kacamata yang membingkai wajah bulatnya. Dokter tersebut memberikan kesaksian berdasarkan hasil visum bahwa terjadi kerusakan pada selaput dara Ruminah. Hal itu tidak dapat terjadi jika persetubuhan dilakukan secara sukarela karena mau sama mau. Robekan separah itu tidak mungkin hanya dilakukan oleh satu orang. Berdasarkan surat keterangan dari hasil pemeriksaan laboratorium juga diungkap bahwa kain yang melilit bagian bawah tubuh Ruminah kala itu penuh dengan bercak darah.

Para warga yang mengikuti jalannya persidangan meneriakkan kebebasan untuk Ruminah. Bahkan beberapa dari mereka mengutuk Kresna dan Soedirja, meski keduanya selalu mangkir. Hakim Ketua meminta hadirin untuk tenang, atau jika tidak, mereka akan diusir dari ruang sidang. Ancaman itu pun berhasil mengendalikan dengungan lebah yang kemudian berangsur memelan.

Setelah semua saksi dimintai keterangan, Majelis Hakim menutup sidang itu dan menjadwalkan sidang selanjutnya kurang lebih tiga minggu lagi.

***

9 Desember 1970

Memasuki sidang kelima, energi Ruminah sudah nyaris terkuras. Agenda kali ini adalah pembacaan tuntutan jaksa. Ruminah dituntut tiga bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun. Sidang keempat sebenarnya dijadwalkan tanggal 7 Desember 1970. Tersebab belum siapnya requisitoir atau surat tuntutan oleh jaksa, maka sidang pun ditunda.

Saat itu jaksa masih ingin menambah barang bukti berupa rekaman pernyataan Ruminah selama proses interogasi polisi. Namun, Majelis Hakim menolaknya lantaran bukti itu dinilai kurang kuat. Hakim berpendapat bahwa bisa saja rekaman itu dilakukan di bawah tekanan sehingga Ruminah terpaksa menuruti apa yang dikatakan oleh polisi. Perdebatan pun terjadi antara jaksa dan hakim.

Lihat selengkapnya