Berita tentang pengakuan Ruminah langsung tersebar melalui berita-berita di koran dan juga televisi nasional sejak kemarin pagi. Pernyataan itu lantas memicu kemarahan para mahasiswa, aktivis perempuan di daerah-daerah lain yang juga turut menyuarakan, serta para wartawan yang amat menyayangkan keputusan Ruminah tersebut. Mereka merasa dikhianati. Perjuangan mereka selama beberapa bulan belakangan menjadi sia-sia.
Meski dalam tayangan di televisi, Ruminah sama sekali tidak pernah menyebutkan bahwa dirinya adalah anggota Partai Kapak Merah, tetapi berita-berita di koran menyatakan sebaliknya. Tercetak dengan jelas di tajuk utama bahwa Ruminah sudah mengakui identitas aslinya sebagai golongan pemberontak. Namun, media massa yang menuliskan hal tersebut dikenal sebagai media yang pro dengan pemerintah. Beberapa surat kabar itu sering kali menyanjung program kerja presiden yang baru dilantik dua tahun lalu.
Gerombolan informasi itu datang laksana air bah yang menggulung Gunawan dalam sekali waktu. Perasaannya semakin kalut ketika kemungkinan terburuk itu kembali menyusup dalam lipatan benaknya. Bagaimana kalau terjadi sesuatu pada Ruminah? Bagaimana kalau nasibnya akan berakhir seperti Ningsih? Di mana Ruminah sekarang? Bagaimana aku bisa menyelamatkan Ruminah dari segala situasi yang pelik ini?
Berbagai pertanyaan itu bersengkarut dalam otaknya. Seolah-olah ada ratusan benang yang membebat kepalanya dengan sangat kuat. Jarum-jarum menyakitkan tanpa henti menusuk hingga ke dasar jiwanya. Belum lagi peristiwa kebakaran di markas para aktivis perempuan yang berakhir dengan ketidakjelasan. Kasus itu dibiarkan begitu saja dan disimpulkan sebagai korsleting listrik. Satu orang ditemukan tewas terpanggang. Sampai sekarang Gunawan tidak tahu siapa orang itu, karena nama korban tidak pernah diungkapkan.
Gunawan hanya berharap bahwa orang itu bukanlah Asih. Kalau sampai Asih juga tewas, ia sudah tidak tahu lagi harus bagaimana. Satu per satu orang yang ia percaya direnggut nyawanya tanpa perikemanusiaan. Bagaimana pun caranya, ia harus menemukan Ruminah.
Tadi pagi, Gunawan mencoba membujuk ayahnya untuk membantu mencari Ruminah. Namun, Gunawan malah diminta menjauh dan tidak diperbolehkan terlibat dengan anggota pemberontak. Demi kebaikan Gunawan, ibunya pun mendukung agar ia tidak lagi berurusan dengan Ruminah. Bisa jadi perempuan itu sekarang sudah tinggal nama. Sebab, begitulah yang terjadi pada orang-orang yang ditangkap karena dianggap sebagai anggota Partai Kapak Merah. Barang bukti sudah bukan lagi menjadi hal yang mendasari proses penahanan tersangka. Mereka yang dihukum adalah orang-orang yang tak punya daya untuk melawan para muncikari sistem kekuasaan negara.
Namun, firasat Gunawan mengatakan sebaliknya. Ia yakin bahwa Ruminah masih hidup. Sebenarnya Soedirja bisa saja melenyapkan Ruminah. Pasti ada alasan kuat mengapa sosok bertangan besi itu memilih untuk tidak menyingkirkan Ruminah sejak awal.
Langkah pertama yang Gunawan lakukan untuk mencari Ruminah adalah dengan selalu menunggu berita terbaru di kantor surat kabar. Sudah dua hari ini Gunawan menghabiskan sebagian besar waktunya di kantor koran Warta Rakyat.
Kendati sekarang sudah pukul sepuluh pagi, denyut semangat para wartawan terasa begitu lemah. Setelah enam orang rekan sejawat Cipto dinyatakan hilang minggu lalu, seluruh wartawan surat kabar yang selama ini amat vokal untuk mendukung Ruminah menjadi sangat berhati-hati. Mereka tidak ingin turut menjadi korban, karena mengingat anak dan istri yang masih butuh dibiayai.
Dari enam orang itu, tiga di antaranya merupakan wartawan Warta Rakyat yang tidak kembali. Tiga lainnya dikabarkan sudah pulang ke rumah masing-masing pagi ini. Namun, keadaan mereka teramat memprihatinkan. Badan penuh lebam dan bengkak di bagian mata. Permukaan kulit mereka penuh sayatan. Banyak bekas cambuk di bagian punggung dan kaki. Kabarnya, saat ada yang mendekat, ketiganya langsung berteriak histeris dan memohon ampun.
Lima belas orang aktivis perempuan yang dilaporkan hilang pun kembali ke rumah mereka dengan selamat. Sayangnya, kondisi mereka jauh lebih buruk. Pakaian compang-camping dengan bagian bawahnya penuh dengan darah kering. Tatapan kosong. Tubuh mereka tak henti gemetar. Sebagian besar dari mereka bahkan suka menggosok-gosok badannya dengan kasar dan menyakiti diri sendiri. Beberapa orang sampai harus dirawat di rumah sakit lantaran menderita demam yang terlampau tinggi.
Mereka semua diantarkan oleh polisi setempat ke alamat masing-masing, usai mendapat laporan warga bahwa belasan orang itu diturunkan di sekitar Pantai Parang. Banyak spekulasi bermunculan. Terlebih karena belasan orang itu dibebaskan tepat satu hari selepas Ruminah membuat pernyataan yang mengejutkan banyak pihak.
Gunawan tidak akan tinggal diam. Entah bagaimana caranya, ia harus menyelamatkan Ruminah. Satu-satunya jalan, ia harus menggali informasi dari para korban. Siapa tahu mereka memiliki secuil informasi atas keberadaan Ruminah.
Dari salah seorang wartawan Warta Rakyat, Gunawan bisa mengetahui daftar para korban itu. Ada satu nama yang dikenal baik olehnya. Tanpa perlu menunggu, ia langsung meluncur ke rumah sakit Betsaida, tempat orang itu dirawat. Secercah harapan terbit dalam dada Gunawan. Semoga saja orang itu mau menemuinya, sehingga ia bisa kembali membawa Ruminah ke dalam rengkuhannya.