Segara Lara

irishanna
Chapter #31

Fragmen #30

“Rum! Anakku!” Sulastri segera mendekap Ruminah saat putrinya itu masuk. Kerinduan yang membuncah dalam hati masing-masing membuat suasana diliputi rasa haru. “Ya Allah, Rum. Kamu ndak apa-apa? Alhamdulillah.” Seraya mengecek satu per satu bagian tubuh putrinya, Sulastri tak henti mengucap syukur.

Isakan mereka masih bertahan hingga sepuluh menit kemudian. Barulah setelah itu Ruminah mengutarakan keresahannya selama beberapa hari ini. “Bu, Mas Gun diculik. Apa ibu dengar berita tentang Mas Gun?”

“Sudah. Kita ndak usah mikir hal lain. Yang penting sekarang, kita hadapi sama-sama apa yang ada di depan,” ucap Sulastri sembari mengusap rambut Ruminah.

“Tapi, Bu. Mas Gun selama ini sudah bantu kita. Rum ndak bisa tenang kalau belum tahu kabar Mas Gun.”

“Kita doakan saja semoga Gunawan baik-baik saja, ya. Sekarang kamu makan dulu. Terus mandi ….” Sulastri belum menyelesaikan kata-katanya, tetapi Ruminah sudah memotong.

“Saya mau cari Mas Gun sekarang. Rum ndak bisa diam saja. Rum harus ….”

Plak!

Tanpa tedeng aling-aling, sebuah tamparan mendarat di pipi Ruminah. Dada Sulastri tampak naik-turun. “Sudah Ibu bilang kita ndak usah berurusan lagi sama orang-orang itu! Kamu tahu? Di luar sana kita sedang diawasi. Mereka sudah memperingatkan Ibu. Kalau mau selamat, kita harus tetap di sini. Tolong, Rum. Jangan membuat Ibu khawatir lagi.”

Ruminah tetap bergeming. Keheningan selalu berhasil membuat waktu terasa mengendur. Tak ada suara kecuali jangkrik dan kodok yang saling bersahutan. Selepas beberapa menit berselang, Ruminah pun akhirnya mengangguk.

Suara ketukan pintu mengalihkan perhatian mereka. “Kamu tunggu di sini.” Hati-hati, Sulastri mendekat ke arah pintu dan membuka kuncinya perlahan. Kebahagiaan lain datang menyapa Sulastri. Dua putri kembarnya, Tuti dan Wati, akhirnya bisa kembali dalam rengkuhannya. Tuti dan Sulastri memapah Wati untuk masuk ke rumah.

Tersebab kedua adik Ruminah naik mobil yang berbeda, dan sepertinya jalur yang mereka tempuh tidak sama, sehingga menyebabkan kedatangan mereka tidak berbarengan. Ruminah menghambur menyambut adik-adiknya. Sisa malam itu mereka habiskan untuk saling melepas kerinduan.

***

Saat ketiga anaknya sudah terlelap, Sulastri masih tidak bisa tidur. Pikirannya masih disesaki oleh kekhawatiran tentang masa depan ketiga anaknya. Sepeninggal Mustaman, hidupnya terasa hampa. Pelupuk matanya menjelma telaga yang airnya meluap ke mana-mana. Ia bahkan tidak bisa mengantar jasad suaminya hingga ke liang lahad lantaran dikurung oleh Soedirja.

Tiba-tiba, Sulastri teringat dengan kata-kata Rahardja saat menemuinya kemarin. Entah dari mana pria itu bisa mengetahui keberadaannya, ia tidak peduli. Mereka sudah saling mengenal sejak Sulastri masih dekat dengan Soedirja.

Kalimat pertama yang dilontarkan oleh Rahardja langsung merujuk pada hubungan Ruminah dan putranya. “Jauhi anakku. Jangan sampai Ruminah menemui Gunawan lagi. Sebagai gantinya, aku akan membebaskan kalian semua.” Pernyataan itu langsung disetujui oleh Sulastri.

Karena Soerdirja masih sibuk mengurus kasus Kresna, perhatiannya pun terpecah. Kali ini keberuntungan sedang berada di pihak Sulastri. Barulah kemudian ia diantarkan ke rumah ini, disusul oleh ketiga anak perempuannya. Mulai sekarang, ia bertekad akan menjauh dari orang-orang dan hidup damai di desa ini.

***

Satu tahun kemudian

Kehidupan Ruminah dan keluarganya di desa itu begitu damai. Sejak kepindahan mereka, tidak ada lagi yang bisa mengusik ketenangan keluarga itu. Mereka tidak tahu dan tidak mau tahu bagaimana perkembangan kasus Kresna. Selama mereka bisa hidup tenteram dan bahagia, itu sudah lebih dari cukup. Rahardja atau anak buahnya juga tidak pernah terlihat lagi batang hidungnya.

Lihat selengkapnya