Siang ini aku sudah rapi dengan setelan kemeja krem, celana bahan putih dan hijab mocca tak lupa almamater yang sekarang tergeletak berdampingan dengan tas di kursi sebelahku. Aku memakai warna tersebut karena para anggota sepakat jika kami semua harus memakai warna yang ada unsur cokelat entah yang berwarna gelap, terang atau bahkan pastel yang penting ada cokelatnya.
Seperti yang dijanjikan sebelumnya, kamis ini jadwal pembagian pamflet yang digarap Nina dua minggu lalu. Sekarang aku sedang duduk di ruang sekre sendirian sebab pertemuannya memang dilangsungkan jam sepuluh, sedangkan ini masih jam 9.30 yang artinya masih ada waktu sebelum mereka datang kesini.
Kali ini bukan karena Kak An jadwal kedatanganku menjadi lebih awal tapi aku yang memang sengaja datang lebih cepat sebab ingin mengerjakan beberapa dokumen yang belum sempat selesai, dokumen terkait anggaran pengeluaran selama kegiatan makrab yang rencananya akan dilaksankan 2 minggu lagi dalam rangka kegiatan penutup untuk para mahasiswa baru. Iya tahu memang sudah sangat telat untuk melakukan acara tersebut, berbeda dengan fakultas lain yang sudah melaksanakannya sejak seminggu lepas acara orientasi selesai.
Tadinya fakultas kami akan melaksankan acara ini seminggu setelah acara orientasi selesai, sebab ada beberapa masalah jadilah kegiatan ini tertunda sampai sekarang. Hingga para junior mulai protes karena kegiatan mereka tidak selengkap teman-teman di fakultas sebelah. Maka kami melakukan rapat setelah banyak mendapat koluhan di kotak keluhan yang sengaja diletakkan dekat mading FH, jadi salah satu tugasku sebagai sekretaris adalah membuat proposal permohonan ini. Saat aku sedang fokus mengetikkan banyak kata di laptop, ternyata Arkana sudah datang dan duduk di samping kananku.
"Al, kamu belum selesai buat proposalnya kemarin?" Tanyanya yang berhasil mengejutkanku, apa aku sangat fokus tadi sampai tak menyadari Arkana datang dan duduk di sebelah.
"Aish, kapan kau sampai? Iya belum, kemarin aku buru-buru pulang karena Kak An terus menelepon untuk menjemputnya di bandara. Aku juga tak sempat mengerjakannya di rumah sebab Liam ternyata sekalian dibawa pulang, ga tega aku ninggalin anak selucu dia buat ngerjain tugas, hehe." Elekku, anak-anak BEM memang sudah tahu jika aku dan Kak An sudah seperti keluarga dibandingkan tetangga.
"Oh, dia udah pulang. Nanti aku mampir kalo ada waktu. Aku pernah janji mau bawain dia mobil-mobilan waktu itu.' Jawabnya.
"Pantesan dia nanyain kamu terus ternyata memang ada maksud, datang aja. Cape aku jawab pertanyaan-pertanyaan dia yang terus nanyain kapan Kak Arka ke sini, kok ga dateng-dateng atau Kak Al coba anterin Liam ke tempatnya Kak Arka. Tsk kamu yang bikin janji malah aku yang pusing." Kesalku.
Jelas saja aku kesal sebab saat pertama bertemu kemarin bukannya dia mengatakan rindu padaku, Liam malah langsung menanyakan Arkana. Kalian penasaran bagaimana mereka bisa jadi dekat? Sebenarnya itu terjadi secara kebetulan waktu ada tugas kelompok di mata ajaran Hukum Kekerabatan dan Kewarisan Adat yang mana kelompoknya harus terdiri dari 5 orang. Azkia yang waktu itu ada di kelas yang sama denganku malah seenaknya langsung memboyong Arkana, Nina serta Bima dalam kelompok kami mana alasannya karena kami semua sudah kenal jadi akan lebih mudah.
Belum lagi ia dengan santai bilang jika pengerjaan tugas akan dilangsungkan di rumahku, kurang sabar apa aku dengan Azkia Vlandela ini -namanya memang ada unsur Belanda sebab Papi Azkia keturunan Belanda dan Jawa-. Jadi berangkatlah kami siang itu ke rumahku untuk mengerjakan tugas dari Pak Hardi yang untung saja saat itu kami semua tak punya jadwal lain setelah kelas selesai. Begitu sampai ke rumah kudapati Ibu sedang bermain dengan Liam di teras, karena waktu itu Mbok Ijah jatuh sakit dan tak bisa menjaga Liam.