Sekarang jam sudah menunjukkan pukul tiga sore tak terasa waktu berlalu dengan cepat hari ini, aku sedang ada di ruang kelas setelah menyelesaikan jadwalnya Pak Hardi. Anak-anak lain sudah keluar sesaat setelah Pak Hardi meninggalkan pintu kelas, di sini hanya tersisa aku, Azkia, Dinda dan Zahra. Kami tak langsung pulang karena Azkia menahan kita semua di sini, karena ia ingin tahu kejadian siang tadi sehingga sekre terlihat ramai. Dia dan Dinda memang belum datang saat kejadian itu sebab jadwal mereka dimulai dari jam satu siang. Jadi aku memaklumi alasan mengapa kami menjadi sasaran pelampiasannya itu.
"Kia, kau akan kesal jika mendengarnya jadi lebih baik jangan saja." Aku yang pertama menyela kalimatnya.
"Alsa, aku sudah penasaran dari dua jam lalu dan hanya ini yang kudapatkan setelah menahan diri untuk tak mengintrogasi kalian saat materi dimulai tadi. Ayolah! Ra lebih baik kamu saja yang cerita, kalau Alsa bisa lama urusannya." Azkia tahu jika aku sudah berkata begitu maka akan lama untuk aku mengiyakan permintaannya.
"Baiklah jadi begini tadi siang seperti yang kalian tahu jika kami akan membagikan pamflet ke seluruh orang dilingkungan FH, kan? Nah yang menjadi asal muasal kehebohan itu adalah senior di lantai 3 yang diduga melakukan perundungan pada temannya-" kalimat Zahra terpotong oleh seruan Dinda.
"Loh tunggu dulu Ra, lantai 3 itu area cakupannya Alsa. Kamu terlibat langsung Al?" tanya Dinda padaku, tapi aku enggan menjawab karena bisa-bisa malah kata kasar yang keluar, sebab dari tadi siang sudah kutahan.
"Din lebih baik jangan tanya Alsa dulu ya, dia masih kesal atas kejadian tadi. Nah sampai mana kita. Oh perundungan, ya benar itu dugaan awal kami. Saat aku sampai di sekre dan melihat jika di sana sudah banyak orang, mana suasananya jujur saja sangat menyesakkan. Aku datang terakhir sebab ke kamar mandi dulu, tak semua anggota ada di dalam karena di luar para mahasiswa lain mulai memadati sekretariat." Zahra terlihat mengambil napas sejenak sambil mengamati ekspresi tak sabaran Azkia, raut tenang Dinda serta wajah sebalku.
"Dalam ruangan hanya ada Arka, Niam, Alsa yang sedang merangkul seorang wanita dengan almamater menutupi kepala, lalu ada tiga orang lelaki di depan mereka, serta Ferdi dan terakhir aku. Sekali lihat saja aku tahu itu pasti kejadian yang serius sebab wajah Alsa terlihat mengeras di sana, Arka mulai membuka percakapan dengan menanyakan alasan ketiga lelaki itu melakukan perundungan pada seorang wanita terlebih dilingkungan kampus. Mereka awalnya terus mengelak jika semua hanya candaan sebagai teman tapi Alsa tiba-tiba berseru lantang '¹Kowe kabeh pikir kita kang weruh kabeh kedadeyan iku wuta? Membuatnya terlihat kacau, menyakitinya, mencoret-coret baju dan memvideokannya adalah candaan di masa sekarang? ²Tenane, aja guyon sialan!!' aku tentu saja kaget sebab Alsa bukan tipe orang yang akan mengeluarkan umpatan semacam itu." Zahra sedikit terkekeh saat mengatakan kalimat terakhir, kemudian melanjutkna kalimatnya lagi.
"Jujur saja bukan hanya aku tapi semua orang di ruangan itu kaget mendengarnya, Niam yang duduk di sebelah Alsa mencoba menenangkan teman kalian yang terlihat siap mengirim ketiganya ke rumah sakit. Sampai 30 menit berlalu dan belum ada titik temu, hingga akhirnya wanita di sebelah Alsa mulai berbicara. Desi bilang jika ini terjadi karena dirinya yang menolak salah satu diantara ketiga pria itu, yang mana kami ketahui bernama Ryan, tepatnya dari satu bulan lalu sesaat setelah penolakan diberikan. Dan si Ryan ini akhirnya mengakui jika perkataan Desi benar, katanya ia sakit hati melihat Desi terlihat baik-baik saja. Seperti tak pernah mendengar pengakuannya, jadi hal yang dapat Ryan pikirkan adalah membuat Desi menderita seperti ia yang telah patah hati karena ditolak." Zahra menjelaskannya secara garis besar.
"Apa? Jadi alasan seperti itu masih berlaku di zaman sekarang? Ya ampun yang benar saja, tak dapat kupercaya. Alsa bagus sekali! Kau telah memakinya seperti itu kawan, andai aku ada di sana sudah kubuat mereka tak mengenali wajah mereka sendiri nanti." Azkia mengatakannya dengan nada kesal, lihat apa yang kubilang barusan dia pasti akan seperti ini.
"Aku juga kesal dengan mereka, kenapa bisa-bisanya melakukan perundungan yang sangat tercela hanya karena alasan sepele semacam itu. Tapi aku tak membenarkan tindakanmu Alsa, berkata kasar pada yang lebih tua itu tidaklah baik." Dinda yang dari awal diam akhirnya mulai buka suara.
"Iya aku memang salah karena membentak mereka, aku sudah minta maaf sebelum bubar tadi." Jawabku.
"Lalu keputusan apa yang diambil Arka untuk menghukum para bajingan itu?" Ujar Azkia lagi.