Mobil kami tiba di rumah bertepatan dengan azan Zuhur, ini hari minggu dan otomatis Ibu sedang libur jadi rumah pasti akan ramai. Belum lagi orang tua Azkia masih di Bandung, kemarin saat dia mengirimiku ucapan ulang tahun, aku sempat menanyakan kapan orang tuanya akan pulang.
Lalu ia menjawab jika paling telat mereka akan pulang minggu depan. Sepertinya tidak ada yang bisa bergantian jaga di rumah sakit, jadi Mami dan Papilah yang akhirnya mengalah untuk berjaga di sana. Lagi pula mereka tak akan terlalu risau sebab anak tunggalnya dititipkan pada orang yang dapat dipercaya, yep benar sekali Ibu.
Begitu turun, aku bisa melihat Liam yang berlari dengan tergopoh ke arah bundanya, hei sepertinya pangeran kecil kami sudah merindu. Gemas sekali aku melihatnya. Bagaimana aku tak mengatakan itu saat melihat Liam memakai baju kaos warna kuning dengan gambar bebek yang ukurannya kebesaran, dipadukan dengan celana pendek yang sepenuhnya tertutup baju, ia berlarian dengan pipi mengembung serta remahan kue disekitar mulut. Duh tolonglah, Liamku manis sekali, ingin kugigit pipi itu sekarang!
Saat masih bergelut dengan pemikiran gemas pada Liam, ternyata Kak An sudah mendahului niat awalku itu. Lihat, sekarang ia telah menduseli putra kesayangannya itu, mana anaknya malah tertawa-tawa senang lagi. Aku iri! Aku juga mau memanjakan si kecil. Di tengah rasa sebalku, satu usapan lembut mendarat di pucuk kepala.
Itu Ibu yang sekarang tengah berdiri bersebelahan dengan Mbok Ijah, senyumku lantas merekah. Tapi belum sempat aku beranjak untuk memeluk Ibu, tubuhku lebih dulu terhuyung karena pelukan spontan yang Azkia berikan, ia menerjangku dari belakang. Sepertinya Azkia yang kukenal sudah kembali, syukurlah, aku tak terbiasa dengan dia yang pendiam dan irit bicara.
"Selamat datang Al, bagaimana perjalanannya? Apa libur panjangmu menyenangkan? Aku juga ingin melihat pantai, tapi aku tak bisa ikut. Mana Liam terus menempeli Ibu, menyesal aku tak memaksa ikut. Alsa huhu, aku rindu sekali." Pertanyaan sekaligus aduan yang Azkia berikan dengan beruntun, nah benarkan ini anak sudah kembali normal.
"Aku pulang Bu, Mbok Ijah. Dan kau, minggir! Aku mau peluk Ibu dulu." Aku berniat menjahilinya dengan mengatakan itu, sambil berusaha melepas pelukan.
"IBU, anaknya ini loh jahat sekali. Temannya bertanya bukan menjawab malah mengomel, Alsava jahat! Huhu." Kata Azkia sembari mengadu pada Ibu, tapi tak lantas melepas pelukannya.