“Dengan kalung itu, kau akan aman. Kau bisa berjalan dengan santai sampai ke atas atap candi.” Kak Sinta menatapku dengan sepenuh hati, lalu berbalik badan dan mulai berjalan secara perlahan naik ke atas atap candi.
“Surti. Hihihihi” Iblis itu tiba-tiba datang dan melayang kearahku. Dengan sigap, Albert, Paris, Jupri, dan Mawar bersembunyi di balik candi. Aku sedikit terkejut ketika melihatnya. Tapi aku, harus tetap berusaha santai menghadapinya, supaya ia tidak curiga denganku.
“Kau lagi. Hiiii. Apa yang terjadi dengan wajah cantikmu. Apa itu wujud dari sebuah pelapukan?” Iblis itu mendekatkan wajahnya pada wajahku.
“Aku tau kau yang membawa cat kukuku. Dimana kau letakkan Hawa. Kau sangat licik. Apa kau pikir kau bisa menghabisiku? Kau itu dari tanah! Aku dari api! Aku jauh lebih suci dari dirimu! Berikan cat kuku itu sekarang juga, atau kekasihmu mati!” Suara seraknya itu, mampu membuat daging dan lemakku rontok dari tubuhku, namun aku tetap berusaha santai dan berupaya menghilangkan rasa takutku padanya.
“Kekasihku? Jangan menghinaku Iblis bodoh! Jelas-jelas aku ini jomblo!” Aku berteriak dengan keras padanya, membuatnya menatapku dengan lebih dekat lagi. Bau bangkai menyeruak di dekat hidungku, seakan-akan mencabik aroma segar udara sekitar.
“Cih, yang benar saja. Lihat ke sana Hawa, Adammu akan segera menjemput ajalnya.” Bisiknya dengan sangat sombong, lalu mulai melanjutkan nyanyiannya yang mengerikan itu. Di ujung kegelapan, aku melihat Rian akan gantung diri disebuah pohon.