SEGEL IBLIS

Miss Green Tea
Chapter #2

1. Cercaan

Sudah dua bulan aku menyelesaikan pendidikanku. Dua bulan siap wisuda strata satulah. Dan sampai sekarang, aku masih belum mendapatkan pekerjaan. Kalian tau, bahagia wisuda itu hanya dua menit setelah rektor memindahkan untaian toga kalian dari kiri ke kanan, setelah itu cercaan akan datang jika kalian masih belum mendapatkan pekerjaan. Kemiskinan pada dompetku, tidak dapat di hindarkan. Bahkan, uang logam dua ratus rupiah pun, enggan untuk menginap di sana. Selera yang rasanya sudah di ujung lidah, juga tidak kunjung di dapatkan.

“Tonet, tonet, tonet.” Suara itu, menandakan Bang Lubis dengan gerobak es potongnya sedang berhenti di depan rumahku. Uuuh, betapa enaknya es potong ini jika di nikmati pas di tengah kepanasan matahari siang ini. Lantunan tonet-tonet, menghipnotisku dan membuatku segera mencari ATM berjalan di rumahku.

“ Maaaak, maaaak, umaaaak. Where are you maaaakk? Yuhuuu maaaaak.” Aku bersorak sorai mengelilingi penjuru rumah.

“Apa haa? Kenapa kau teriak-teriak?” Umakku muncul secara tiba-tiba dari pintu dapur.

“ Bagi uang dong maaak. Dua libu nyee maak.” Aku melempar umakku dengan tampang memelas.

“Apa? Uang? Makanya kerja, umur udah seperempat abad masih juga mintak.” Umakku melempar balik diri yang butuh dikasihani ini, dengan wajah sinisnya.

“Ceilah maak, dua ribu doang pelit amat.”  

“ Kau itu ya Sur, cercaan makian ngak pernah mempan untuk kepala kau itu. Pusing aku Sur, pusing. Bagaimanalah masa depan kau nanti. Percuma kau aku kuliahkan, tak ada gunanya. Almarhumah kakak kau, tidak pernah seperti kau ini Sur. Asal kau tau, di umur 15 tahun, kakak kau itu sudah kasih uang pada umakmu ini. Coba lihat kau, kerja kau hanya bisa nyusahin. Pikir dong Sur, pikir dari mana umakmu ini dapat uang. Kalau aku tau, kau bakal begini selepas wisuda, lebih baik waktu itu aku nikahkan saja kau sama Kakek Muslim.” Inilah umak kesayanganku, yang setiap hari mengulang pidato singkatnya ini padaku.

“ Haaah? Aku dengan kakek Muslim? Heloow mak-e, kok ngak umak aja yang kawin dengan tuh kakek? Kan umak juga jomblo.” Ini adalah serangan bom atomku untuk umak supaya umak berhenti berpidato.

“Anak kurang ajar, berani membantah orang tua. Awas saja yaa, kalo sampai bulan ini kau masih belum dapat pekerjaan, siap-siap saja.” Umakku mengancamku dengan wajah yang sangat mengerikan sembari meletakkan kedua tangan putihnya itu, di pinggangnya.

“Siap-siap apa mak?” Tanyaku lagi sembari mendekat ke arah umak.

“Siap-siap emak kawinin dengan kakek muslim. Kan lumayan, hartanya banyak. Lagian tiap hari, dia selalu nanya-nanya kau.”

“Iiiih, Jijik.” Aku mundur selangkah.

“Tonet, tonet, tonet.” Bunyi itu membuatku menoleh kearah pintu depan.

“Maaaakkk, es potttoooong.” Aku memelas sedih sambil memohon. Dan itu meluluhkan hatinya.

“Nih, dua ribukan.” Umakku mengeluarkan uang dua ribu dari kutangnya. Persembunyian yang paling aman di dalam rumah ini.

“Hehehe.. makasih maak.” Aku berlari kilat ke depan rumah.

Tunggu, seharusnya aku memperkenalkan diriku terlebih dahulu. Namaku Surti Salsabila. Aku besar di sebuah desa kecil, di Kota Medan. Yaa kira-kira dari Tk sampai kuliah aku di Medan. Aku adalah anak kedua dari dua bersaudara. Aku mempunyai seorang kakak perempuan. Namanya Sinta Salsabila. Umur kami terpaut jarak lumayan jauh, yaitu kisaran 10 tahun. Dia seorang model terkenal, antara tahun 1997-2012. Tapi sangat disayangkan. Kakakku meninggal, ketika ia sedang berada di puncak popularitasnya. Kakakku meninggal, 15 tahun yang lalu tepatnya ketika umurku 10 tahun. Dia meninggal, karena bunuh diri. Kata umakku, kakakku mengalami depresi yang sangat parah. Apalagi mengingat bapakku, meninggal tepat di hadapannya. Dan sekarang, aku tinggal berdua dengan umakku. Bapakku seorang Tentara. Jadi, kami berdua hidup dari tunjangan pensiun bapakku. Sebenarnya, banyak kejanggalan yang terjadi ketika mereka meninggal. Tapi, aku tidak mau tau dengan semua itu.

Kalian tau, setelah aku kehilangan mereka berdua aku mendapat kutukan. Kutukan dimana, aku bisa melihat apa yang tidak bisa di lihat oleh orang biasa. Kutukan ini awalnya membuatku gila, tapi lama kelamaan aku menjadi sangat terbiasa. Mereka sering mengatakan, “tolong akuu.. tolong akuu..”. Kadang karena sangkin kesalnya, aku sering menghardik mereka. Perlahan mereka menjauh. Sangat menyusahkan jika kita terlibat dengan urusan mereka, apalagi jika membantu mereka. Aku pernah melakukannya, dan sangat sukses untukku. Sukses di nilai gila oleh semua orang. Bahkan, pujaan hatiku menjadi jijik padaku. Dan inilah alasan kesendirianku sampai sekarang. Aku masih ingat, waktu itu aku masih duduk di bangku SMP. Memang dari awal, ada yang aneh dengan sekolah ini. Sekolah ini berdiri di sebuah bukit, yang sekelilingnya semak belukar. Dan wajar saja, sosok tak kasat mata bergentayangan tanpa peduli hari itu siang atau malam. Mereka bahkan tau gosib terkini di sekolah. Dan di sinilah, aku bertemu dengan sosok yang sangat bawel. 

“Suuuurtii.” Bisiknya di telingaku. Padahal waktu itu, Bu Nova sedang menerangkan pelajaran. Dan lagi Bu Nova adalah salah satu guru yang sangat mengerikan di sekolah ini.

“Pergi sana! Jangan ganggu aku.” Teriakku spontan, membuat warga kelas memperhatikanku. Tanpa terkecuali, Bu Nova.

“Surti! Apa kau baik-baik saja? Kalau tidak mau di ganggu keluar saja.” Sorak balik Bu Nova dari depan kelas, membuat seluruh warga kelas tertawa.

Lihat selengkapnya