Aku menemui Pak Imam di kantor guru. Aku melihat Pak Imam yang sedang duduk santai di mejanya. Ketika aku hendak melintas ke arah meja Pak Imam, aku di hentikan oleh tatapan Bu Nova.
“Kau lagi Surti. Mau kemana ha?” Tanyanya dengan wajah jengkel padaku.
“Mau menemui Pak Imam bu, permisi.” Aku menunduk takut sembari melirik lambat Bu Nova, lalu melangkah cepat ke dekat meja Pak Imam.
“Permisi Pak. Maaf mengganggu bapak sebentar.” Basa-basi yang sangat aku benci karena aku bukanlah tipe murid yang mudah bergaul dengan guru.
“Yap Surti, silakan duduk.” Pak Imam yang memiliki sifat santai, mempersilakanku untuk duduk. Inilah yang aku sukai dari pak Imam. Dia baik dan ramah, serta nyaman di ajak bicara. Tapi, ini adalah kali pertamanya aku berbicara empat mata dengannya.
“Mmm, ada yang mau saya tanyakan Pak.” Aku menggenggam erat rok biru yang tengah aku kenakan dengan sangat erat.
“Ada apa Surti? Tanyakan saja, sebisa mungkin bapak akan jawab pertanyaanmu.” Pak Imam membuatku mampu memberanikan diri.
“Begini Pak, Bapak dulu juga sekolah di sini kan?” Aku memalingkan wajahku ke samping seraya memeriksa apakah kuntilanak itu masih bersamaku atau tidak.
“Mmmm.” Angguk Pak Imam.
“Pasti Bapak tau tentang kasus pembunuhan pada masa bapak bersekolah di sini.” Aku menatap Pak Imam dengan wajah penuh harapan akan sebuah jawaban.
“Pembunuhan? Tidak ada pembunuhan pada saat bapak bersekolah di sini.” Pak Imam menggeleng sembari tersenyum manis.
“Serius Pak, tapii.” Kakiku tiba-tiba gemetar, wajahku menjadi pucat, dan peluh dingin mengalir membasahi pipiku, mungkin karena aku takut, jika Pak Imam juga mengganggap aku ini gila.
“Apa dia yang memaksamu melakukan ini Surti?” Tanya Pak Imam dengan melihat ke belakangku, itu membuatku terkejut.
“Apa Bapak, juga bisa melihatnya?” Aku menatap wajah Pak Imam dengan wajah tidak percaya. Akhirnya, aku menemukan manusia yang memiliki kutukan yang sama denganku.
“Mmmm, dia selalu memperdaya anak-anak yang mempunyai kelebihan di sekolah ini.” Pak Imam membuat kuntilanak itu tersenyum malu-malu.
“Apa kau sudah gila?” Tanyaku sembari berdiri dengan penuh emosi pada kuntilanak itu.
“Marni, bukankah kau tau bagaimana kisah kematianmu? Kenapa kau masih mengganggu muridku!” Wah, ternyata Pak Imam juga bisa berbicara dengannya.
“Memangnya, apa yang menyebabkan dia bisa menjadi seperti ini pak?” Tanyaku lagi sembari duduk kembali.
“Dia bunuh diri. Entah apa yang terjadi pada masa lalu. Entah itu trend atau gaya-gayaan mereka. Lagian, yang bunuh diri di belakang labor pada saat itu, lebih dari 10 orang.” Pak Imam menjelaskan padaku dengan seksama.
“Jleb.” Aku benar-benar merasa murka. Ternyata, kuntilanak ini benar-benar mempermainkanku.
“Jadi maksud bapak ini hanya dramanya?” Tanyaku dengan wajah jengkel.
“Iya, sebelumnya juga sudah ada yang seperti ini. Kau itu, harus bisa mengendalikan kelebihanmu, jangan menjadikannya sebagai kekuranganmu Surti. Banyak di luar sana yang menginginkan kelebihan sepertimu. Bahkan ada diantaranya, yang melakukan jalan yang tidak benar. Maka dari itu, jika masih ada kuntilanak seperti Marni ini, yang mengganggumu usir saja dan jangan perdulikan.” Pak Imam menatapku dengan wajah yang lebih serius.
“Tapi pak, aku sudah berusaha mengusirnya, bahkan karenanya aku di usir oleh Bu Nova dari kelas minggu lalu.” Aku menunduk sedih penuh iba.
“Apa agamamu?” Tanya Pak Imam membuatku kesal.
“Islam lah pak.” Aku menatap kesal pada Pak Imam, karena bertanya agamaku.
“Hmm, bacakan ayat kursi. Itu akan menjadi pelurumu untuk menyerangnya.” Saran Pak Imam, membuatku terdiam. Benar, aku belum pernah menggunakan ayat Allah untuk menyerang para hantu yang bergentayangan ini. kenapa aku tidak mencobanya?
“Baiklah, akan aku coba.” Aku memejamkan mataku dan mulai membacanya di dalam hatiku. Seketika, aku melihat sebuah pistol baja muncul di tanganku. Aku benar-benar terkejut. Aku melihat kuntilanak itu berteriak dan memohon ampun.
“Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaa. Ampun Surti, ampun. Aku tidak akan menganggumu lagi. Tadi itu, hanya untuk mengisi kekosongan siangku saja. Aku mohon Surti, jangan tembak aku dengan pistol itu.” Kuntilanak Marni sangat ketakutan melihat pistol ini.