Sejak kejadian itu, aku tidak pernah lagi membantu para roh atau jin penasaran yang usil. Jika mereka mendekat, aku akan langsung mengeluarkan peluruku. Oh ya, walau aku di anggap gila oleh semua orang tapi aku tetap memiliki seorang teman terbaik yang bernama Jasmine. Hanya Jasmine yang mengetahui kelebihanku ini. Ketika aku masih duduk di SMA, kejadian serupa terjadi. Namun, kali ini aku menjadikan roh atau jin itu sebagai bawahanku. Mereka yang mengetahuiku, memanggilku Surti sang Bos. Hari itu, ada seorang pemuda tampan yang ingin menyatakan cintanya padaku. Pemuda itu mengajakku ke belakang sekolah. Dia pemuda tampan berpenampilan biasa-biasa saja, namun baik hati. Nama pemuda tampan ini adalah, Imran.
“Surti, sejak pertama kali aku melihatmu, aku sudah jatuh hati padamu. Maukah kamu menjadi pacarku?”Ia tampak sangat bersungguh-sungguh padaku sembari menyodorkan seikat bunga. Aku tidak percaya ini, ternyata masih ada yang menaruh hati padaku. Aku terdiam, dan tangan kananku bergerak sendiri untuk mengambil bunga yang berada di tangannya.
“Ciee bos Surti kasmaraaan.” Bisik salah satu kuntilanak padaku.
“Kayaknya, ada yang baru puber nih.” Bisik genderuwo dengan nafas bau pesing ke telingaku.
“Pajak jadiannya jangan lupa bos. Aku mau permen karet stlobeli.” Teriak semangat tuyul supaya aku mengubrisnya.
“Pergii!” Tanpa sadar aku melempar bunga pemberian Imran ke arah para hantu.
“Apa? Pergi?” Imran menatapku dengan wajah tidak percaya.
“Tidak, bukan itu maksudku Imran.” Aku berusaha menjelaskan.
“Memang benar ya, yang di katakan semua orang. Jika kamu.” Aku menatapnya dengan sepenuh hati. Itu membuatnya ucapan Imran terputus tak mampu melanjutkan kata-katanya.
“Jika aku apa? Jika aku gila. Kamu tidak akan tau dengan apa yang aku lihat sekarang. Di sana, mereka melihatmu yang sedang menyatakan cinta padaku.” Aku berusaha membuat Imran mempercayaiku. Tapi dia tetap tidak percaya dan merasa sangat jengkel padaku lalu pergi begitu saja meninggalkanku.
“Imran, tunggu.” Aku berusaha menahannya, namun ia tetap melanjutkan langkahnya. Hanya beberapa detik setelah dia menyatakan cintanya, dia mulai merasa jijik dan ngeri padaku. Itu semua karena, para geng hantu ini datang berkumpul untuk melihat kami berdua. Aku yang merasa risih langsung melempar bunga yang di berikan Imran pada para hantu ini. Imran yang tidak melihat apapun merasa jika aku telahmelakukan penolakan brutal padanya.
“Apa kalian puas?” Tanyaku dengan wajah sangat geram.
“Ampun boss, kami hanya ingin menjadi supporter.” Teriak mereka berlari menyelamatkan diri.
“Haaaaaah.” Aku melepas nafas kecewa. Aku benar-benar kecewa dengan diriku ini. Seandainya saja aku bisa bertahan, setidaknya memainkan peranku hanya 5 menit saja. Aku melangkah pulang. Aku melihat Jasmine sudah menungguku di tepi gang rumah.
“Apa yang mau di bicarakan si Imran? Kenapa lama sekali?” Jasmine mengkerutkan dahinya sambil menyeruput es lemon yang ada di tangannya.
“Tadi, dia menyatakan cintanya.” Aku menunduk kecewa sembari menggaruk kudukku.
“Serius? Lalu bagaimana? Apa kau menerimanya?” Jasmine mendekatkan wajah penasarannya pada wajahku.
“Kau tau, terjadi pembatalan penembakan.” Bisikku dengan pelan padanya.
“Pembatalan penembakan, apa maksudnya itu? Apa nembak cewek juga bisa di batalkan?” Jasmine menaikkan bibirnya seperti tengah mencemoohku.
“Karena para hantu, menganggu kehikmatan proses penembakan. Aku, melempar bunga yang di berikan Imran padaku ke arah mereka.” Aku mencibir kesal membayangkan kejadian itu, lalu tertunduk lesu.
“Halaa, kau ini, kenapa kau lempar sih? Jadi, si Imran menarik kata-katanya itu?”
“Mmmm.” Anggukku.
“Hei, jangan sedih begitu, jika dia jodohmu dia pasti akan kembali padamu. Percayalah, dia yang menanti, akan mendapatkan yang terbaik.” Jasmine tersenyum hangat padaku, sembari memegang pundakku. Jasmine memiliki tubuh ideal yang sama tinggi denganku, namun memiliki kulit gelap, dan mata besar seperti boneka hidup. Melihat senyumannya, aku pun ikut tersenyum. Kami bergandengan, lalu pulang dengan riang. Sedihku yang tadi, hilang sesaat karenanya.
Kami besar bersama. Namun, selepas SMA dia memilih pergi merantau ke Jakarta. Berbeda denganku yang melanjutkan ke jenjang kuliah. Baru satu tahun dia merantau, kesuksesan sudah terlihat pada dirinya. Hari itu dia kembali ke kampung alias mudik. Aku pun datang mengunjunginya.
“Jasmine. Cieee yang mudik.” Teriakku memanggilnya dari halaman rumahnya. Dia langsung keluar menyambutku. Tapi kali ini wajahnya seperti tidak menyukaiku.
“Eh kau Surti, ayo masuk.” Sapanya dengan sombong. Apa yang terjadi dengannya? Apa harta kekayaannya membuatnya menjadi seperti itu? Tanpa pikir panjang aku langsung masuk ke dalam rumahnya.
“Widih, hebatnya kau Jasmine. Aku tidak menyangka jika merantau bisa membuat kau menjadi kaya seperti ini.” Aku melihat emas berlian yang di letakkannya di atas meja ruang tamunya. Entah ini pamer atau sedang beres-beres.
“Itu oleh-olehku Surti. Kalau kau suka ambil saja.” Aku terkejut mendengar pernyataannya itu. Aku menatap Jasmine, yang mengambil cermin di sebelahnya, dan merapikan rambut pendeknya. Dulu ia memiliki rambut sepanjang pinggul, tapi sekarang ia memotong pendek rambutnya dan meninggalkan kesan seksi. Lalu perubahan terbesar terdapat pada alis tajam yang ia sulam, membuat wajahnya menjadi sempurna.