Paginya, pemberitaan mengenai perusahaan sampoo tersebut mulai mencuat. Pemilik perusahaan beserta asistennya di temukan tewas di samping tengkorak yang berserakan di lantai parkiran.. Tengkorak tersebut ternyata tengkorak seorang model bernama Julie yang sudah dilaporkan hilang selama 4 bulan yang lalu. Namun, belum diketahui motif dari pembunuhan ini.
“Berita apa? sampai segitu.” Kak Jessi tercengang tak berdaya. Kak Jessi menatapku dengan wajah tidak percaya. Aku melihat lantai parkiran itu tampak terbongkar, berarti kejadian semalam begitu dasyat
“Jadi, yang menemuimu kemarin adalah roh si Julie.”
“Mmmm.” Anggukku.
“Semoga dia tenang di alam sana. al-fatihah.” Kak Jessi menadahkan kedua tangannya.
“ Kak, hari ini kita mau kemana?”
“Foto baju.” Jawab Kak Jessi sembari mematikan televisi dan bersiap untuk berangkat.
Sesampai di gedung majalah SQY, aku dan Kak Jessi langsung melangkah menuju lantai 3 tempat lokasi pemotretan. Seorang gadis yang sepertinya keturunan bule mulai menyapaku dengan sangat ramah.
“Hai, kamu anak baru di sini. Perkenalkan, aku Amel.” Sapanya dengan tersenyum ramah.
“Surti.” Sapaku balik dengan tersenyum manis.
“Semoga kita bisa jadi teman dekat.” Ia memelukku dengan sangat erat. Di sela pemotretan kami berdua berbincang-bincang ramah. Tak tanggung-tanggung Amel memberiku hadiah sebagai tanda pertemanan kami. Menyenangkan ketika berbicara dengannya, terlebih ketika mendengar jika ia pernah tinggal di Medan.
Setelah semua pekerjaan selesai, Kak Jessi langsung membawaku pulang. Padahal, aku masih ingin jalan-jalan dengan Amel.
“Kak, Amel baik ya.”
“Mmmm, itu semua mungkin hanya pemanis awalan.” Aku melirik Kak Jessi dengan tajam.
“Kenapa?” Kak Jessi menyadari lirikanku.
“Kakak tidak boleh berbicara seperti itu.”
“Dia itu sainganmu. Bisa saja, dia mendekatimu hanya untuk mencari kekuranganmu. Dan pada saat itu, dia akan langsung menebas kakimu. Dengar Surti, dunia pemodelan ini kejam. Bukankah aku sudah memperingatkanmu.”
“Kak Jessi, tadi dia juga bilang jika kakaknya juga berteman dengan Kak Sinta. Apa Kak Jessi juga tau tentang itu?” Tiba-tiba Kak Jessi mengrem mendadak hingga membuat kepalaku terbentur.
“Kak Jessi!!! Aiiiih.” Teriakku menahan kesakitan akan benturan di kepalaku.
“Maaf-maaf. Apa dia bilang? Kakaknya juga berteman dengan Sinta. Itu tidak mungkin.” Kak Jessi tampak sangat ketakutan.
“Apa yang tidak mungkin? Itu buktinya.” Jawabku dengan nada kesal.
“ Surti, kau harus berhati-hati dengannya.”
“Kenapa?”