SEGEL IBLIS

Miss Green Tea
Chapter #9

8. Bunuh Diri Atau Di Bunuh

Hari ini, aku kembali mendapat pekerjaan yang sama dengan Amel. Namun, kali ini Amel membawa temannya bernama Paris. Paris terkenal sombong diantara kalangan model, terlebih karena kedua orang tuanya adalah orang penting di Indonesia ini. Amel langsung memperkenalkan kami berdua. Diluar dugaan, Paris jauh lebih ramah dan sangat santai. Paris mengatakan jika ia jarang mendapatkan teman yang tetap, makanya gossip tentang kesombongannya mulai melebar. Aku juga tidak berani bertanya tentang teman yang tetap, menurutku semua itu tergantung pada dirinya sendiri. Pekerjaan kami usai lebih cepat. Kami bertiga memutuskan untuk pergi berbelanja ke mall dekat kantor. Waktu berlalu cepat, tapi kali ini Amel permisi untuk pergi ke toilet. Kami berdua menunggu Amel dengan berbincang ramah. Sudah 2 jam, Amel tidak kunjung kembali. Beberapa orang riuh dan berlari menuju toilet. Kami berdua saling menatap dan langsung berdiri untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi. Polisi tiba-tiba datang dan memberi garis batas.

“Ada apa mbak?” Tanya Paris pada salah seorang yang tampak syok karena baru keluar dari toilet.

“Itu ada cewek bunuh diri. Ngeri mbak, dia ngeluarin jantungnya sendiri.” Dia tampak ketakutan. Kami berdua kembali saling menatap. Apa mungkin itu Amel? Pikirku. Tanpa pikir panjang, Paris langsung masuk ke dalam toilet, dan aku juga memberanikan diri untuk masuk menerobos garis polisi.

“Maaf Mbak, Mbak tidak boleh masuk ke dalam.”Salah satu polisi berupaya menahan kami dengan merentangkan kedua tangannya.

“Pak, saya hanya memastikan apa itu teman saya. Kami sudah 2 jam menunggu. Jika bukan dia, kami akan langsung pergi.”Paris kembali menerobos masuk.

“Da-darah.” Paris tampak syok ketika melihat darah yang berserakan di lantai. Kami berdua melangkah pelan menuju pintu toilet paling ujung.

“Astagfirullahalazim.”Aku benar-benar terhenyak melihat apa yang ada di depan mataku.

“Ameelll!!!!! Ameeel, tidak ini tidak mungkin. Aaaaaaaaaaaaaaaa!” Teriak Paris histeris dan menangis begitu heboh. Beberapa polisi berusaha menenangkannya. Mayat Amel tampak tersenyum dengan menggenggam jantungnya sendiri. Motif pembunuhan jenis apa ini? pikirku. Beberapa polisi langsung menarik kami keluar dari tempat kejadian perkara.

Kami berdua terdiam. Kakiku gemetar, hingga tak mampu berjalan.

“Surti!! Surti!!” Teriak seseorang dari kejauhan. Aku menoleh, aku melihat Kak Jessi yang berlari cepat dan langsung memelukku.

“Kakak Jessi.” Tangisku lepas di pelukannya.

“Syukurlah. Syukurlah, kamu tidak apa-apakan.”

“Kak Jessi, Ameel. Ameel!!” Teriakku histeris.

“Sudah, sudah ayo kita pulang.” Kak Jessi langsung membawaku pulang. Aku melirik Paris yang jauh lebih syok. Ia tampak melangkah pelan di dampingi managernya.

**

Sudah 2 hari semenjak Amel meninggal. Belum diketahui apa ini bunuh diri atau dibunuh. Pemberitaan masih sangat panas, terlebih namaku juga terseret ke dalam kasus ini. Aku masih berdiam diri di kos Kak Jessi.

“Tit.” Kak Jessi mematikan televisi.

“Sudahlah jangan terlalu di pikirkan.”Kak Jessi memberikanku segelas susu panas. Aku kembali teringat akan kematian Bapak. Kata Umak, Bapak juga mati dengan mengeluarkan jantungnya. Itu sama persis dengan kejadian Amel kemarin. Aku juga ingat dengan ucapan Kuntilanak Jasmine, akan banyak darah yang tidak bersalah. Apa ini kasus yang sama?

“Sur, Surti!”Kak Jessi menepuk pelan pundakku.

“Yaaa.”

“Jangan kebanyakan bengong. Mungkin itu semua sudah jalan hidupnya Amel, tidak usah terlalu dipikirkan. Kau, mengerti.” Kak Jessi melangkah keluar, sementara aku, masih tetap terdiam. Apa yang seharusnya aku lakukan? Apa aku harus mencari tau atau aku harus tetap diam? Aku yakin ada sesuatu yang salah dengan masa laluku. Tapi apa?

Seiring berjalannya waktu, kasus Amel mulai memudar. Aku kembali melanjutkan hidupku. Dalam hitungan bulan, aku mampu meroket dan menjadi lebih terkenal. Banyak tawaran pekerjaan yang datang. Bahkan para fans juga membanjiri tempat aku bekerja. Hari demi hari aku lalui menjadi model. Dan akhirnya, aku dapat memiliki rumah sendiri di Jakarta. Nyamannya, tinggal di rumah hasil keringat sendiri. Di rumah inilah, berbagai teror mulai aku dapatkan.

Malam itu, aku amat lelah hingga membuatku langsung tidur tanpa membersihkan riasan di wajahku. Tepat jam 3 pagi, aku tersadar dan aku langsung membasuh riasanku. Tanpa membuka mataku secara penuh, aku mulai membasuh mukaku di wastafel. Aku heran, kenapa air ini baunya anyir seperti bau darah. Aku langsung membuka mataku secara penuh.

“Darah.” Aku melihat darah mengalir dari kran air, dan sudah melekat di wajahku. Aku terdiam, tak sanggup mengeluarkan sepatah katapun. Aku tau, jika aku berteriak, dia yang iseng ini akan menjadi-jadi padaku. Aku dengan cuek mengambil botol air mineral yang berada di dekatku dan mencuci wajahku dengan air itu. Setelah bersih, aku langsung kembali tidur. Aku berpura-pura tidur, seraya menunggu aksi selanjutnya. Aku mulai memperhatikan sekeliling kamarku, dengan ekspresi seperti tidak memperhatikan. Mataku terhenti di sudut kamarku. Benar saja, si peneror telah memperhatikanku sejak tadi dari dalam cermin. Aku melihatnya dengan pasti di sudut mataku, dia berdiri di dalam cermin riasanku. Dia seorang gadis yang memakai pakaian ratu china, dan berdiri dengan anggun. Dia menatap heran bercampur geram kepadaku, kenapa aku tidak bereaksi? Mungkin itulah yang dia pikirkan. Tunggu, aku pernah melihat peneror ini tapi  dimana yaa?

**

Paginya, aku kembali memeriksa air wastafel. Ternyata, airnya sudah kembali normal, jernih, putih, dan bersih. He, cuman segitu permainannya,  pikirku. Aku langsung mandi, ketika di pertengahan mandi, air panas ini terasa aneh dan kental. Bau anyir menyerbak, dan ternyata air panasku telah berubah menjadi darah kental. Aku berusaha tetap tenang, dan mematikan keran air. Aku menepi dan memakai handukku dengan posisi dari ujung kaki hingga kepala berlumuran darah kental. Aku kembali menghidupkan keran air, ternyata airnya masih darah segar dan masih panas. Dia berpikir, jika aku hanya bisa mandi di sini. Aku keluar dari kamar mandi dengan tenang. Betapa terkejutnya aku, seisi kamarku telah di penuhi oleh darah. Benar-benar peneror ini, kasurku, lantai dan seluruh pakaianku sudah berlumuran darah segar. Aku berusaha tetap tenang, jika aku lengah dia mungkin akan membantaiku. Aku melewati meja riasku, aku tau dia sedang menontonku di sana. Aku turun, dan langsung mandi di kolam renangku. Aku mandi hingga menghabiskan 1 botol sampo sampai bau anyir hilang dari tubuhku. Setelah mandi, aku membereskan darah di kamarku dan mencuci bersih semuanya. Aku tau, peneror ini pasti sangat kesal dengan reaksiku yang tenang tanpa perlawanan. Siangnya, aku di telpon untuk pemotretan sebuah iklan parfume. Setiba aku di lokasi, seorang pria tampan menghadang langkahku.

“Hohoho, jadi ini Surti Salsabila itu. Lumayan juga.” Ia  tersenyum licik padaku.

“Hmmm.” Senyumku dengan sangat manis padanya.

“Perkenalkan, nama gue Rian. Gue adalah senior lo di sini, dan juga jangan lupa panggil gue abang.” Dia lumayan tinggi dariku, itu membuatnya mencondongkan kepala besarnya hingga menatap wajahku secara penuh. Wajahnya ini seperti pernah aku lihat, oh aku ingat, jadi dia model rokok yang wajahnya terlalu banyak di tempel di tepi jalan.

“Hmmm.” Sahutku dengan senyum yang lebih manis lagi.

Lihat selengkapnya