SEGEL IBLIS

Miss Green Tea
Chapter #10

9. Sosok Sebenarnya

Sudah 1 tahun aku berada di dunia permodelan ini. Teror berkepanjangan tetap aku alami. Aku bahkan, akan merasa ada yang kurang jika teror itu tidak sampai padaku. Kalian tau, aku juga mengetahui suatu hal yang telah di bisukan oleh Negara kita. Yaitu, tentang pembunuhan yang seolah-olah korbannya bunuh diri. Aku mengetahui itu semua ketika 2 bulan yang lalu. Aku memiliki seorang asisten rumah tangga. Dialah yang menceritakan semuanya padaku. Jika dulu teman satu profesinya tiba-tiba hilang dan sampai sekarang tidak di temukan. Dan beberapa lama kemudian mayatnya di temukan tanpa organ. Tidak hanya itu, dari tahun 2000 sampai sekarang masih banyak korbannya, namun tidak pernah diungkap entah apa alasannya. Aku mulai berpikir kembali dengan kasus bunuh diri Jasmine dan Amel. Apakah mereka berdua juga korban?.

Hari ini aku berjanji dengan Paris untuk menemaninya berbelanja ke Singapura. Semenejak kematian Amel, kami berdua menjadi lebih dekat. Ketika kami sampai di Singapura, kami bertemu dengan seorang wanita paruh baya yang ternyata adalah mamanya.

“Haii, kalian juga mau berbelanja?”

“Jangan ganggu kami.”Jawab Paris dengan ketus pada mamanya, dan aku langsung menyapa mamanya.

“Hallo tante.” Sapaku pada Mama Paris. Seketika, aku mencium bau darah kental kembali. Apa tadi si peneror memasukkan darah ke dalam tasku? Pikirku. Aku memeriksa tasku, dan memeriksa semua tubuhku.

“Kamu kenapa Surti?” Paris melirik heran padaku.

“Anu.” Aku terdiam ketika melihat sesuatu yang aneh dari belakang punggung Mama Paris.  Seorang wanita, mengintip lalu memperlihatkan semua tubuhnya. Ia berpakaian serba merah elegan dengan kuku yang di warnai cat merah yang sama persis dengan cat kuku Mama Paris. Mereka terlihat serasi dengan itu. Aku mulai melihat ada yang janggal dengan wanita ini. Senyum sinis padaku. Sepertinya aku pernah bertemu dengannya, tapi dimana? Pikirku.

“Hai, kamu Surtikan. Salam kenal sayang.” Sahut Mama Paris sembari memelukku. Aku mencium bau anyir itu berasal dari tangan Mama Paris, seketika aku cepat-cepat melepasnya.

“ Udah aku bilangkan Ma, jangan ganggu kami. Ayo Surti.” Paris menarik tanganku lalu meninggalkan Mamanya.

“Kamu tau kan Surti, aku paling ngak suka sama Mama. Jadi ngak usah terlalu ramah padanya.” Ancam Paris padaku dengan nada kesal.

“Memangnya kenapa? Aku kan ngak punya masalah sama Mama kamu. Jadi persoalan tidak sukanya kamu, ngak ada urusannya sama aku.” Jawabku dengan nada jengkel padanya.

“Kamu tu ya, dibilangin malah ngotot balik.” Teriak Paris padaku, tapi aku tak peduli.

“Oh iya, wanita baju merah tadi, teman mama kamu?”

“Wanita baju merah mana?” Paris mengehentikan langkahnya.

“Itu, tadi ada di belakang Mama kamu, masa kamu ngak lihat sih.”

“Hmmm, perasaan Mama tadi sendirian deh. Kamu harus tau satu hal, mustahil ada yang mau berteman sama Mamaku.” Bisiknya sembari mengancungkan jari telunjuknya padaku.

    “Lalu yang tadi dengannya itu siapa?” Aku mengkerutkan dahiku seraya berpikir, Siapa wanita itu? Masa Paris tidak melihatnya.

“Mmm, mata kamu rabun kali. Kita beli lensa di sana.” Jawabnya menarik tanganku seperti mengalihkan pembicaraan. Aku mulai berpikir. Apa yang tadi hantu kota? Oh iya, aku pernah bertemu dengannya sekali, ketika di lift. Apa dia peliharaan Mama Paris? Hii, mungkin Paris mengetahuinya dan itulah sebabnya dia membenci mamanya.

Malamnya, kami menginap di sebuah hotel di Singapura.

“Tok, tok, tok.”Aku mendengar ada yang mengetuk pintu, aku langsung begegas membukanya. Ternyata dia Rian. Sudah lama aku tidak bertemu dengannya. Tubuh raksasanya tampak bertambah tinggi.

“Ngapain kau ke sini? Kau ngikutin aku ya?” Dia hanya tersenyum manis padaku. Ada sesuatu yang janggal dengan senyumannya ini.

“Mmm, gue minta maaf sebelumnya karena udah ngikutin lo. Sebenarnya.” Jawabnya terhenti dan seperti malu-malu. Aku sudah tau ujung pembicaraanya.

“Sebenarnya apa?”

“Sebenarnya, gue suka sama lo. Gue tertarik sama lo. Makanya, gue selalu jahilin lo. Itu semua semata-mata hanya untuk menarik perhatian lo. Karena kalau lo marah, lo menjadi lebih cantik dan tampak imut. Oh iya, lo mau ngak menerima perasaan gue ini.” Dia mengeluarkan tampang malu-malu menjijikkan dan memberikan seikat bunga padaku. Kenapa dia aneh seperti ini. Dia bukan Rian yang aku kenal. Rian yang aku kenal tidak akan seperti ini. Lagian, Rian hanya sekali mengangguku, tapi pernyataannya yang mengatakan selalu. Aku rasa dia bukan Rian. Aku akan menolaknya mentah-mentah.

“He? Begini Rian. Kau tau, kau itu jauh lebih muda dariku. Dan satu hal yang harus kau tau, aku lebih suka pria yang lebih tua dariku. Jadi jangan buang-buang waktumu untuk hal bodoh seperti ini, dan sekarang pergilah.” Aku menutup pintu dengan cepat, tapi tangan kanannya berusah menahan pintu.

“Apa lagi sih?” Bentakku padanya dengan membuka sedikit pintu kamar ini. Aku melihat amarah di matanya. Amarah yang memuncak karena aku menolaknya. Hitam matanya tampak pecah dan memakan warna putih matanya, hingga membuat matanya menjadi hitam secara keseluruhan.

“Rian, apa kamu baik-baik saja?” Namun, amarahnya membuatnya berubah menjadi mengerikan. Giginya berubah menjadi runcing. Mukanya perlahan hancur. Tangannya berubah menjadi keriput. Kakinya berubah seperti kaki ayam  dengan tapak besar dan kuku yang runcing. Sebuah ekor panjang mejulur di belakangnya. Nah ini dia, aku sudah tau jika dia buka Rian. Dia bukan hantu, ataupun Jin.

“Siapa kau?”

Lihat selengkapnya