Aku mendapat kabar jika Paris masuk rumah sakit. Aku segera menjenguknya. Aku melihatnya berbaring tak berdaya seraya beguman sendiri. Ia tampak begitu tertekan, terlebih beberapa waktu lalu papanya juga ditemukan tewas bunuh diri.
“ Paris.” Paris menoleh padaku.
“Surti. Huuuu.” Paris melompat dari tempat tidurnya dan langsung memelukku, lalu mengis histeris.
“Ada apa? Apa yang terjadi?”
“Iblis yang bersama mamaku. Dia ingin jantungku Surti.” Aku langsung melepas pelukannya. Apa Iblis itu mengincar Paris?
“Aku punya penangkalnya. Minum ini.” Tanpa pikir panjang aku memberikan serbuk berlian itu pada Paris, dengan cepat Paris meminumnya.
“Aku bahkan belum menceritakannya, tapi kamu mengetahuinya dan punya penangkalnya. Apa kamu juga mengalami hal yang sama denganku Surti?”
“ Iya Paris, kamu tampak sangat buruk dengan kondisi ini.” Aku merapikan poninya yang tampak sangat berantakan.
“Su-surti, jangan tinggalkan aku sendiri. Aku takut.” Tangannya gemetar, wajahnya juga sangat pucat.
“Ketakutanmu adalah kekuatan tambahan baginya, jadi jangan takut.” Aku menepuk pelan bahunya. Bagaimana pun juga, Paris adalah teman terbaikku. Tanpa ragu dia selalu membantuku. Aku tidak ingin ada korban lagi. Aku ingin menghentikannya.
“Kalau begitu, aku ikut kemanapun kamu pergi Surti." Paris menggenggam erat tanganku.
“Menurutmu aku mau pergi kemana?”
“Kemanapun kamu pergi Surti. Kamu tau, hampir 30 orang yang dekat denganku mati bunuh diri. Namun, aku takut mengungkapkannya. Dan itu termaksud A-amel. Huaaaa.” Paris kembali menangis.
“Paris, maaf sebelumnya soal Mamamu.” Aku menunduk sedih. Mendengar ucapanku, Paris berubah menjadi dingin dan menyeka air matanya.
“Sudahlah Surti, aku sudah tau semuanya. Itulah sebabnya, aku amat membenci Mama, tapi aku yakin Mama sudah tenang di alam sana.” Paris memalingkan wajahnya, ia tampak sangat membenci Mamanya.
“Apa kamu benar-benar ingin ikut denganku? Aku harus mencari Kakakku Sinta, si biang kerok.” Paris menatapku dengan tatapan penuh harapan.
“Tentu, mungkin aku berguna untukmu. Aku punya ini.” Paris berubah ceria sembari mengeluarkan black card dari kutangnya.
“Yayaya, uangmu yang satu rumah itu bisa membantu. Ayo kembalikan kondisimu seperti semula.”
“Bagaimana caranya?” Tanya si Paris bodoh ini lagi padaku.
“Mandilah, lalu berdandan seperti biasa.” Bentakku padanya.
“Baiklah, aku harus lepas infus ini terlebih dahulu.” Dia melepas jarum infus di tangannya sendiri.
“Apa kamu sudah gila? ”
“Tidak ada waktu. Kita harus mencari kakakmu dan menyelesaikan semua ini. Kamu tunggu aku sebentar yaa.” Paris berjalan ke kamar mandi.
Setelah Paris selesai berdandan, kami langsung keluar dan mengurus surat keluarnya.
“Jadi, kemana kita akan mencari Kak Sinta? Bukannya dia sudah meninggal.”
“Ssst. Jangan bicara keras-keras. Nanti ada yang mendengar.” Aku mencubit pelan lengannya.
“Kenapa?” Bisiknya padaku.
“Aku merasa Kak Sinta di sembunyikan di rumah sakit ini.” Bisikku padanya.
“Hee? Itu tidak mungkin.”Aku melempar Paris dengan wajah datar.
“Kita akan menuju tempat persembunyiannya. Tapi, tempat itu tidak mudah untuk kita masuki. Aku sudah pernah mencobanya.”
“Aku punya ide. Ikuti aku.”Paris menarik tanganku.
“Apa ini aman?” Tanyaku padanya. Ternyata idenya adalah membuat kami menyamar sebagai perawat.
“Tentu saja, kamu taukan inilah kehebatan kartuku ini. Wuahhaha” Paris mengeluarkan blackcard dari dalam kutangnya, dan kembali memasukkannya.