Kami bertiga, meluncur ke bandara, dan menaiki penerbangan ke Kota Padang. Kami sampai sekitar pukul 5 sore. Tanpa pikir panjang, kami bertiga langsung meluncur ke Rimbo Panti. Kami menempuh perjalanan sekitar 6 jam. Rasa penat tak terasa mengingat sewaktu-waktu iblis itu bisa mengetahui keberadaan kami. Kak Sinta mulai memberhentikan mobilnya, lalu turun. Tampak gelapnya hutan yang ditumbuhi pohon-pohon besar berakar tunggang.
“Kriiik, kriiik, kriiik.”Suara nyanyian jangkrik mengisyaratkan, betapa sepinya hutan ini.
“Jangan bilang, jika kita akan masuk ke dalam sana.”Paris menunjuk kegelapan hutan.
“Hehehehe, uji nyalii.” Aku tertawa licik sembari merangkul bahu Paris.
“Ya, aku ingat sekarang, jika Albert di segel di dalam hutan ini. Aku merasakan aroma segel dari iblis itu.” Kak Sinta melangkah pelan memasuki hutan tersebut. Aku melihat sosok bayangan harimau sedang mengintai kami.
“Kak Sinta tunggu.” Kak Sinta mundur.
“Ada apa Surti?”
“Itu, di balik pohon itu, ada harimau.” Jawabku dengan mundur 2 langkah.
“Apa? aku tidak melihatnya.” Berarti dia bukan harimau asli, dia adalah Jin dengan wujud harimau. Aku lupa jika hanya aku yang bisa melihat hal-hal aneh seperti ini.
“Assalamualaikum, maaf sebelumnya. Maksud kedatangan kami ke sini bukan untuk mengganggu anda.” Aku menunduk hormat, itu membuat Kak Sinta mundur dan berjalan ke arahku.
“Waalaikumsalam. Apa gerangan maksud kedatangan kalian bertiga?” Tanyanya dengan nada suara mengerikan. Dia menampakkan wujud aslinya. Wujudnya seperti Harimau Sumatera, namun bisa berbicara. Kedua matanya bersinar, seperti ingin menerkam kami.
“Kami ingin mencari Albert. Apa mungkin anda mengetahuinya?”
“Ya, saya tau. Dia berada di tengah Rimbo ini. Apa maksud kalian untuk menemuinya? Apa kalian ingin membunuhnya?” Tanyanya dengan nada suara emosi.
“Tidak, kami ingin melepaskannya dari segel yang di pasang oleh iblis biadap tersebut.” Jawabku dengan nada suara pelan.
“Iblis biadap? Dia adalah pemimpin kami. Kau, adalah musuh kami. Menyingkirlah, atau kami akan membunuhmu.” Aku melihat ada puluhan harimau seperti dirinya, muncul dan hendak menerkam kami.
“Tunggu tunggu tunggu,ehm. Anda mengatakan jika iblis tersebut adalah pemimpin anda. Dia hanya salah satu dari rakyat neraka. Apa anda ingin menyimpang dari ajaran Tuhan? Aah, atau mungkin anda tidak memiliki Tuhan. Saya memiliki Tuhan, Allah subhanawataala. Dia yang menciptakan bumi dan langit. Menciptakan umat manusia dari tanah. Dan menciptakan bangsa kalian dari api. Kuasanya melebihi seluruh isi bumi ini. tidak dengan iblis tersebut, iblis yang sangat hina dan lemah, tidak akan bisa menandingi Allahku.” Aku bersorak dengan lantang.
“Shiurrrh.” Angin bertiup dengan sangat kencang seperti mengiyakan suaraku. Suara angin tersebut bahkan seperti deburan ombak di tepi pantai.
“Aku mendengar seperti suara deburan ombak.” Paris memeluk Kak Sinta.
“Ya, Allah maafkan hambamu yang penuh dosa ini. Kami memohon ampun padamu ya Allah. Ampuni dosa kami yang sempat menduakan cintamu. Kami bertobat ya Allah.” Harimau ini seperti melihat salah satu kuasa Allah.
“Wahai anak muda, mari kami antar kau menemui Albert. Kami sudah bertaubat, dan kami tidak akan mengulanginya lagi. Hanya Allah pemimpin kami. Jika kau berjalan di jalan-Nya, maka kami akan mendukungmu. Mari, dia ada di tengah rimbo ini. Akan kami tunjukkan kau jalan yang aman.” Seketika sebuah jalan seperti jalan setapak terbuka di tengah rimbunnya hutan belantara ini.
“Apa yang terjadi? Kenapa jalan itu bisa ada di sana?” Tanya Paris heran.
“Surti melakukannya.” Jawab Kak Sinta dengan tersenyum bangga.
“Ayo.” Ajakku dengan melangkah duluan. Tampak begitu mengerikannya hutan ini. Semak belukar mulai bergoyang elok seperti senang menyambut kedatangan kami. Setelah hampir 2 jam berjalan, langkahku terhenti ketika melihat cahaya kerlap kerlip.
“Apa itu?”
“Kunang-kunang. Di sanalah Albert berada.” Jawabnya lalu berbalik seperti hendak berjaga. Sementara kami bertiga tetap melanjutkan perjalanan kami. Kami sampai di tengah hutan, di sini berdiri sebuah pohon yang amat sangat besar dan di terangi kunang-kunang. Tampak sebuah sumur dengan berbagai peralatan dapur di bagain belakang pohon. Cahaya kunang-kunang, membuat sekeliling pohon tampak terang, walau tanpa aliran listrik.
“Aku tidak percaya ini. Aku kira jika kunang-kunang sudah punah. Tapi ini.” Paris berusaha menangkap seekor kunang-kunang.
“Huaaaaaaa!!!” Sebuah teriakan membuat kami bertiga terkejut.
“Siapa itu?” Tanyanya dengan nada suara ketakutan.
“Albert, apa itu kau? Ini aku, Sinta.” Jawab Kak Sinta dengan nada suara pelan.
“Sinta? Sinta siapa?” Tanyanya balik dari balik pohon.
“Sinta, si manusia bodoh yang membuatmu berada di sini.” Jawabku.
“Bukh” Kak Sinta memukul punggungku dengan kuat.
“Auu, sakit tau!!” Teriakku sembari membalas pukulannya.
“Kau tidak perlu menjelaskannya secara detail.” Bisik Kak Sinta dengan nada kencaman.
“Gara-gara dirimu, dia tinggal di tengah hutan ini seperti seorang tarzan. Apa kau tidak melihat semua ini? Apa kau bisa membayangkan bagaimana dia hidup secara primitif di bawah pohon ini? Dan itu bukan satu atau dua tahun, tapi 15 tahun! Sementara kau malah tidur nyenyak di rumah sakit. Aiishhh. Kau benar-benar berlumuran dosa Sinta, belahan jiwa iblis yang tidak tau diri.” Karena energi hutan ini, tubuhku mampu melihat kehidupan menyedihkan Albert yang ia jalani di bawah pohon besar ini
“Sinta, Sinta si manusia Iblis. Apa itu kau?” Albert keluar dari balik pohon.
“Huaaa.” Kami bertiga sangat terkejut ketika melihat sosok laki-laki tinggi besar keluar dari balik pohon. Dia memakai celana pendek ketat, dengan rambut panjang gondorong. Ia tampak sangat kotor dengan kaki yang tidak menggunakan sandal.
“Sintaa. Syukurlah kau masih hidup.” Dia berjalan dengan pelan lalu memeluk Sinta. Mereka berdua tampak saling melepas kerinduan. Aku melihat dengan pasti potongan ototnya.
“Apa kau pernah mandi?” Tanyaku padanya. Dia tampak mencium keteknya.
“Tentu, terakhir kali, 2 hari yang lalu.” Jawabnya ketus.
“Albert, jangan dengarkan dia. Malam ini, aku akan membawamu keluar dari hutan ini.” Sinta menggenggam tangan Albert.
“Tidak bisa Sinta. Tidak ada yang bisa membawaku keluar dari sini. Terlebih, para harimau itu selalu berjaga, dan membuatku tidak bisa kemana-mana. Tidak ada jalan keluar dari hutan ini.” Albert menunduk sedih.
“Kalau tidak ada jalan, lalu bagaimana kami bisa sampai di sini?”
“Surti, jaga ucapanmu.” Teriak Sinta membuatku berdecih.
“Cih, Sinta si bodoh.” Umpatku.
“Surti? Apa kau Surti?” Tanyanya dengan antusias membuatku jijik.
“Iya, dia Surti adikku. Dan dia Paris teman Surti.” Jawab Sinta dengan tersenyum manis.
“Apa iblis itu pernah datang ke sini?” Tanyaku padanya.
“Tidak, tidak pernah. Kawasannya hanya pulau Jawa.” Jawabnya dengan nada suara pelan.
“Lantas, kenapa aku bisa bertemu dengannya di Singapura?” Tanyaku heran.