“Masih banyak yang kita lakukan. Aaaiiiih, bikin irriii. Semangat Sur, aku mendukungmu.” Kuntilanak Marni yang melihat Albert menarik tanganku. Kami naik lift menuju lantai 4.
“Kau dari mana?” Aku memulai pembicaraan.
“Dari apotik membeli perban untuk Mawar.”
“Memangnya Mawar kenapa?”
“Dari semenjak ia bangun, ia selalu ingin bunuh diri. Jiwanya masih terguncang, maklumlah.” Albert menoleh dengan tersenyum manis padaku. Aku masih belum melupakan kejadian semalam, tapi tampaknya dia berusaha melupakannya.
“Oh iya tadi, kau tampak berbincang dengan sangat ramah. Kau berbicara dengan siapa? Apa kau tau, semua orang di restoran tadi hanya menatapmu. Oleh sebab itu, aku menarik tanganmu.” Aku meliriknya, ini membuat jantungku berdebar dengan sangat kencang.
“Deg, deg, deg.” Aku tidak bisa mengontrolnya.
“Apa kau berbicara dengan hantu?” detak jantungku kembali normal, tatkala mendengar kata hantu.
“Ya aku berbicara dengan hantu. Oh iya, lain kali jika aku melihatku sedang berbicara dengan hantu, kau tidak perlu menarikku seperti tadi. Itu tidak akan berpengaruh padaku, atau pada mereka yang menatapku. Aku sudah yakin, pasti mereka beranggapan jika aku gila. Aaah, itu bukan masalah bagiku. Aku sudah terbiasa.” Lift berhenti, aku bergegas keluar.
“Apa kau mengenal hantu itu?” Tanyanya membuat langkahku terhenti dan menoleh padanya.
“Ya aku mengenalnya. Ada kisah yang tidak terlupakan dengannya. Tadi pagi, tanpa sengaja tadi aku bertemu dengannya. Kami sedikit berbincang untuk melepas kerinduan.” Jawabku dengan tersenyum manis.
“Ooooh, bagiku itu bukan masalah. Tapi, jika kau ingin berbicara dengannya, kau bisa mengkondisikan tempatnya. Itu saranku, supaya kau bisa hidup lebih normal.” Albert melangkah melewatiku.
“Albert, itu lah aku. Jangan cemaskan aku, aku menikmati hidupku. Aku bahagia dengan kehidupanku yang sekarang.” Aku membuka pintu kamarnya. Ketika aku masuk, aku melihat Mawar yang tampak meronta-ronta. Kaki dan tangannya diikat menggunakan kain.
“Aaaaahhkk, lepaskan akuuu!!” Teriaknya dengan sangat keras.
“Bagaimana ini? Dengan kondisi Mawar yang seperti ini, itu membuat kita sulit untuk melanjutkan misi kita.” Kak Sinta tampak sangat prihatin pada Mawar.
“Ini mudah.” Jawabku lalu melangkah kearah Mawar.
“Apa yang ingin kau lakukan Surti? Jangan mendekat padanya, dia lebih berbahaya dari seekor anjing gila.” Paris tampak kewalahan mengurus Mawar.
“Plak.” Aku langsung menampar Mawar dengan sangat keras. Mawar langsung pingsan.
“Surti!” Teriak Kak Sinta dengan wajah tidak percaya.
“Tenanglah, dia akan segera sadar.” Aku melepas ikatan tangan dan kakinya.
“Hidupnya sudah buruk, dan kau membuatnya menjadi lebih buruk.” Albert mendorongku, ya hidupku juga buruk, terlebih setelah aku berjumpa denganmu. Aku hanya terdiam dan menepi secara perlahan kearah jendela. Albert tampak kesal ketika aku menampar Mawar. Dalam beberapa menit Mawar kembali sadar. Dia melirik kami satu per satu. Matanya terhenti ketika melirikku. Dia langsung bangun, dan duduk bersimbuh di bawah kakiku.
“Putri Mahkota, maafkan hamba yang tidak bisa mengkontrol diri. Rasa sakit masa lalu, membuat hamba gelap mata. Yang seperti tadi, tidak akan terulang lagi.” Sementara Albert, Kak Sinta dan Paris tercengang melihat aksinya.
“Tidak apa, mulai saat ini kau akan hidup damai bersamaku. Kembalilah istirahat, kau tampak lelah dengan teriakan-teriakan dasyat tadi.” Mawar menunduk hormat, lalu kembali tidur di atas ranjang. Ia mulai memejamkan matanya dengan sangat tenang.
“Surti, ada apa lagi ini?” Tanya Paris dengan mata masih memandang Mawar.