“Selamat datang! Ada yang bisa saya bantu ….”
Akhir Bulan Lima 215 Shirena.
Seratus milenium lalu aku kehilangan seorang istri. Sangat kucintai. Sialnya, momen terakhir kami seratus ribu tahun silam itu masih terasa seperti baru kualami kemarin.
Padahal kalau mau jujur perpisahan kami seharusnya terjadi ratusan milenium lebih awal ….
“Kudengar serikat ini mencari seorang alkemis,” kataku, menaruh empat butir Pil Bubuk Aroma Mimpi di meja resepsionis. “Aku mau mendaftar.”
“Ah, sebentar!” Perempuan bersanggul sekepal tangan dengan kaca mata di depanku kelihatan senang, ia lekas memberiku selembar kertas. “Silakan isi data Anda dulu ….”
Istana Naga tidak menenangkan hatiku, suasana di sana yang terus mengingatkan pada Letta kian hari terasa semakin menyakitkan. Juga, seratus milenium ini mengajariku bila melepaskan bukanlah kelemahan.
Ia merupakan proses yang memang harus dilalui semua manusia hidup tanpa terkecuali—termasuk oleh diriku.
Perpisahan dengan istri-istriku, Chloe, Cherry, Ping, Hana, Plum, Mi Hu, Xin-Xin, Doll, bahkan Mona lalu Letta, merupakan buah dari pertemuan manis dan kebersamaan kami sebelumnya.
Mungkin terasa berat, tapi hidup memang selalu begitu.
Ada datang kemudian pergi ….
“Kenapa Anda melamun, Tuan Alkemis?”
Aku tersenyum ditegur si resepsionis.
“Ta-tahun berapa sekarang?” tanyaku, meletakkan pena samping kertas tadi. “Aku, aku belum bisa baca.”
Seketika, hening pun muncul di antara kami.
Aku dan sang resepsionis hanya silih tatap dengan raut kaku selama sekian detik sebelum akhirnya ia menjerit tak percaya sejadi-jadinya.
Apaaa?!
***
Kemarin malam.
“Kau sungguh mau pergi?”
Aku menoleh, kemudian berbalik dan tersenyum ke arah Soran.
“Kenapa?” tanyanya, melihatiku dari dermaga Gerbang Barat Istana Naga. “Apa ikan-ikanku gak enak?”
“Bukan,” kataku, mendekat lalu mengusap pipi anak itu sebelum lanjut pamit. “Aku ingin pergi bukan gegara ikan-ikan di sini ataupun masakanmu, Soran.”
“Terus kenapa?”
“Aku pergi buat mencari putriku ….”
Diriku tidak bilang apa-apa di depan Soran.