Segenggam Cinta 'tuk Berlian

Saepul Kamilah
Chapter #7

Bate Baru

“Katamu kau gak akan mengizinkan Soran ke luar, Paman Mi?”

Aku menoleh, tersenyum, lalu mengeplak kepala Miki pakai kipas. “Maksudku tadi pagi itu kalau dia pergi ke luarnya bareng denganmu, Bocah. 

Sekarang kami keluar sekeluarga, ada aku, ada istriku juga. 

Malahan diriku yang harusnya tanya, kenapa kau mengikuti keluargaku terus, hah?”

“Ehehe.” Miki garuk kepala. Ia kemudian pindah ke sebelah Berlian. “Lian ….”

“Kau mau mengajak Soran jalan-jalan, ‘kan?”

“Ah—benar-benar!” Serasa diberi jalan oleh istriku, si bocah segera menganggukkan kepala semringah. “Aku tahu di mana tempat yang banyak makanannya. Soran, kau mau pergi sama aku, ya?”

Soran melihatku.

“Hah.” Lihat tatapan Miki dan Berlian, aku jadi merasa terlalu protektif. “Pergilah. Cuma ingat, jangan sampai membunuh seseo—”

“Bagus!” Belum selesai kata-kataku, Miki sudah langsung main sambar tangan si gadis serta lekas menuntun dirinya menjauh. “Ayo pergi, Soran!”

“Hei—”

“Mereka anak-anak, Sayang,” ujar istriku, meraih tanganku lalu erat menggandengnya. “Jangan terlalu cemas. Daripada itu, kenapa kita gak pergi lihat-lihat juga?”

Hem. Sepertinya aku tahu kenapa Berlian menyuruh Miki membawa Soran ….

*** 

“Sayang, lihat!”

Aku menoleh ke arah yang istriku tunjuk.

“Mereka dari Sekte Bukit Karang, sekolahnya Miki. Yang itu Bukit Awan …, Angin Utara juga datang …, Sabit Pedang, Tiga Puncak Bambu—bahkan sekte alkemis ….”

Benar. Banyak sekali yang datang untuk merayakan pelantikan bate baru Kauro.

Aku yang sudah hampir lupa bila zaman ini adalah seribu milenium setelah era Mirandi, mendadak punya rasa sesal gegara melewatkan kesempatan ‘tuk pergi ke Benua Baru pas Matilda runtuh. Jika benar mau menunggu penyintas periode Shirena sekarang, maka aku perlu bergantung pada perkembangannya yang entah bakalan cepat atau lambat.

Atau, haruskah kubantu ia agar segera bertemu kura-kura dengan sanca raksasa di Sangkar Naca Putih?

“Sayang, semua sekte terkenal di Kauro di sini!” Berlian kelihatan senang. “Lihat hadiah-hadiah yang mereka bawa. Apa isi peti besar itu?”

Kurasa hanya diriku dan Soran yang tidak terbawa suasana riuh alun-alun tersebut. Ia cuma melipat tangan di seberang sana. Seratus delapan puluh derajat dari orang sebelahnya, Miki.

“Sayang, lihat ke atas panggung!”

“Oh.” Kini acara mulai menarik. “Kenapa mereka memasang bendera tantangan?”

“Kau gak tahu, Sayang. Kauro punya tradisi. Kita dikelilingi banyak sekte bla bla bla … dan setiap bate berganti mereka akan mengadakan turnamen buat memilih kepala persekutuan baru.”

Jujur aku enggak fokus waktu istriku menjelaskan, sekelilingku sangat berisik, jadinya yang kuperhatikan betul hanya bagian ‘tradisi’ di awal sama ‘turnamen’ di ujung barusan.

“Kenapa terbuka buat umum?”

Lihat selengkapnya