“Hem ….”
Aku berjongkok, menyentuh permukaan tanah terus toleh kanan kiri, berdiri kemudian menyisir area sekitar pakai mata perak sekali lagi.
“Heran.” Di sana, area bekas pertempuran cincin lapis empat yang tekanannya sampai ke gerbang Dunia Kecil, benar-benar unik. “Gak ada residu selain ….”
Benar, aku kembali lagi waktu aura cincin lapis empat atau yang orang zaman ini sebut ranah pembaruan aura tadi mengagetkanku. Begitu ceritanya, jika kalian tanya kenapa masih di sini padahal sudah bilang mau keluar sama Wen Tong dan Sun Ling.
Hanya, aku juga sama herannya pas datang kemari sudah tidak ada apa-apa selain kerikil yang kupegang.
Jadi jangan tanya apa-apa dulu ….
“Aku gak bisa menebak batu apa i—gawat!”
Orang-orang mulai berdatangan.
Sebaiknya segera pergi ….
***
“Hem.”
Hari keempat di Dunia Kecil.
Tadinya aku mau pulang. Toh, tungku di punggung kura-kura mungil sama empat keranjangku sudah penuh herba. Jadi buat apa lagi aku di sini, ya, ‘kan?
Begitu niatku, tadinya.
Bahkan sebagian, herba-herba yang kumasukkan ke tungku, sudah kusuling jadi ratusan Pil Embun Rumput Bulan, Embun Lima Sumsum, Garis Kembar, sama Delapan Warna; puluhan butir Pil Pemudar Aura dengan Peluruh Residu Elemen; lusinan Pil Pemadat Inti, Penghalang Lapis Ganda, tambah Puncak Enam Kelopak; terus belasan Pil Bubuk Aroma Mimpi.
Totalnya ada tiga ratus tujuh puluh enam butir.
“Kurasa cukup. Ambil sebutir buat Pak Tua Ong, separuhnya mau kubagikan, dan sisanya buat kusimpan.”
Setelah kukurang-kurangi, masih ada seratus delapan puluh tujuh butir. Mereka bisa kupakai buat menaikkan ranah Ketua sama Senior Qin. Mwehehe.
‘Makin cepat orang-orang sekteku naik ranah, makin cepat pula aku menjemput Berlian ….’
Begitulah isi kepalaku saat itu sampai tiba-tiba ….
“Adaw!”
Sesuatu menyambar terus mencengkeram bahu kiriku hingga aku spontan menoleh dan menjerit.
“Aaa—hantuuu ….”
***
“Burung hantu nakal!”
Kusentili burung abu-abu bermata besar dengan kepala bulat yang sesaat lalu hampir membuatku jantungan. Dia, si burung hantu, muncul tiba-tiba dan melotot sebelahku sampai aku menjerit gegara kaget. Gegara itu juga para praktisi dari banyak sekte berlarian ke tempat yang kugunakan buat menyuling pil mana.
“Kenapa kau bikin aku kaget tadi, hah?” Berani-beraninya burung kepala bundar sama mata mirip kacamata ini menyambar bahuku pas diriku lengah. “Huh! Cari mati …, nih, mamam …, nih, sekali lagi ….”
Ngomong-ngomong, makin kuperhatikan binatang kecil di genggaman tanganku itu imut juga. Kepala bulat sama penampakan muka mirip parabola, mata cincin warna kuning nan sayu, terus paruh mungil.
Cantik buat jadi peliharaan.