Segenggam Cinta 'tuk Berlian

Saepul Kamilah
Chapter #25

Serangkaian Agenda

“Sudah selesai.”

Tanggal 26 Bulan Sembilan. 

Hadiah yang kutempa sebagai persiapan menyapa Pu Ding akhirnya jadi. 

Pisau baja dengan ukiran bunga enam kelopak dan Mantra Kubah Angin berbentuk sulur mulai pangkal hingga ujung bilah ….

“Senior, akhirnya kita bisa mengunjungi Istana dengan pisau ini.”

Saudara seperguruanku celingak-celinguk, merapikan muka kantuknya, lantas pasang senyum sekenanya dan mengangguk ke arahku dengan mata sayu yang hampir kembali terpejam.

“Hah.” Aku menggeleng. “Cuci muka dulu sana, matahari sudah tinggi itu, biar kubuatkan kau sarapan ….”

Hari-hariku berlanjut. 

Bengkel Long An sedang diperbaiki. Dua hari ini kegiatanku adalah mondar-mandir sekitar alun-alun, pasar, sama area tempa dan melihati sungai di belakang. Sedang Saudara Seperguruan Qin di sana, sepanjang hari dia terus mengasah jurus Genta Emas, Pedang Putih, lalu semedi sembari merapal Tubuh Emas.

Kalian gak bakal percaya kalau kubilang dua hari di sini dirinya sudah seperti orang lain ….

“Benar-benar bisa diandalkan,” sanjungku waktu melihat pemandangan dapur sepulang berbelanja, “Senior, padahal aku baru keluar sebentar. Lihat semua perabot kita. Sudah pada bersih dan mengkilap semua.”

“Jangan mengejekku. Begini-begini akulah yang mengurus keperluan dan merawat Guru sebelum kau datang ke sekte, tahu.”

“Percaya.” Kutaruh keranjang di meja dekat pintu lalu mengacungkan telunjuk ke arahnya. “Senior, aku mau lanjut membuat sarung pedang di bengkel. Di sini ada buah, makan saja buat camilan sambil berlatih.”

“Eh, ya, Junior Mi! Tunggu ….”

Kujeda langkahku kemudian berbalik.

“Aku sudah dengar soal acara ulang tahun putra mahkota,” terangnya lantas berkata, “maaf selama di—”

“A!” Kutahan mulutnya segera. “Jangan dilanjutkan,” ujarku terus menegaskan, “kalau benar mau membantu, cukup tekun berlatih saja dan kuasai Tarian Naga Terbang sebelum besok pagi.”

Ia melihatku, heran.

“Begini. Setelah pisau kita jadi, kaulah yang akan memperagakan jurus sama cara menggunakan benda itu di depan Pu Ding dan Keluarga Istana. Jela—”

“Apa?!”

*** 

“Junior Mi?”

Kujeda kegiatanku, memukuli sebongkah logam panas selagi lunak dengan palu, lantas menoleh.

“Katamu mau buat sarung pedang, ‘kan?”

“Oh. Sudah beres,” kataku kemudian menunjuk meja di sudut ruangan pakai gerakan kepala, “di sana … ah, ya, Senior! Kalau nanti orang Kantor Muri mencariku, tolong berikan kotak itu pada mereka.”

“Kotak ini?”

Lihat selengkapnya