Segenggam Cinta 'tuk Berlian

Saepul Kamilah
Chapter #26

Senjata Baru

“Kau sudah bangun, Junior Mi?”

“Matahari sudah tinggi, Senior,” jawabku, senyum menyapa Saudara Seperguruan Qin yang kelihatan masih mengantuk. “Aku malu sama kokokan ayam tetangga ….”

Besok paginya, sehari sebelum Jamuan Ulang Tahun Putra Mahkota Kerajaan Ding.

“Itu pedang-pedang yang semalam, ‘kan?”

“Benar.” Aku menoleh sekilas. “Mereka mau kucoba.”

“Hayyah ….” Saudara Seperguruan Qin mendekat. “Padahal semalam mereka masih kaupoles, sekarang sudah jadi saja. Coba lihat—wah!”

“Jangan melongo di depan pedangku.”

“Junior, kenapa warna—”

“Dia kubuat dari kuningan,” selaku lantas menghunus pedang di tanganku, Sring! “Munduran dikit—”

“Wah!” Anak sebelahku malah mendekat. “Ke-ke-ke mana bilah pedangmu, Junior Mi?”

“Hah.” Kepalaku menggeleng menanggapi reaksi si bocah plontos. “Aku gak bisa menjelaskannya, tapi ….”

Kuayunkan pedang di tanganku perlahan, separuh bilah yang sempat menghilang kembali mucul lalu pelan-pelan lenyap dan muncul lagi di belakang Saudara Seperguruan Qin.

“Astaga!”

“Jangan menjerit.” Kutarik pedangku kembali. “Daripada kujelaskan panjang lebar, mending kau kemari saja. Senior, pegang pedang ini. Cepat sini.”

“Ka-kau yakin?”

Kuasongkan pedangku padanya.

“Taruh pedang kuningan itu, terus cepat pegang yang satu ini dulu.”

“Baiklah … wah, ge-gelembung, ada gelembung besar di depanku, Junior!”

“Nah, kau sudah melihatnya. Sekarang coba dorong gelembung di depanmu ke boneka di sana.”

“Memang bisa—eh?! Begini … kenapa muncul lagi?!”

“Jangan penasaran dulu,” kataku lanjut memberi arahan, “sekarang tusuk gelembung di depanmu.”

“Ba—eh?! Juniooor!”

Aku tepuk jidat lihat reaksinya. Kenapa ia harus menjerit tiap kali sebagian bilah pedangku lenyap terus muncul di tempat lain, sih?

“Senior, kau sudah lihat sendiri bagaimana bilah pedangku bisa menghilang dan muncul lagi, ‘kan?”

“Jadi gelembung itu sama yang ini tersambung macam pintu dimensi, ya?” tanyanya antusias, “kalau kutusuk gelembung di sini, maka bilah pedangmu akan muncul di dalam gelembung yang di sana itu?!”

“Pendeknya begitu,” ujarku lantas mendekat lalu berdiri di belakang si bocah, “sini, biar kubantu supaya kau paham prinsip karyaku … putar gelembung di depanmu pelan-pelan, terus tusuk.”

“Eh? Dia menusuk dari belakang boneka.”

“Putar lagi …, tebas!”

“Hah. Luar biasa, Junior Mi.”

“Jangan menoleh padaku. Konsentrasi saja sama gelembung di depanmu, Senior.”

Lihat selengkapnya