Segenggam Cinta 'tuk Berlian

Saepul Kamilah
Chapter #30

Selingan

“Bagaimana?”

Kupasang wajah polos dengan senyum semanis mungkin meladeni resepsionis di hadapanku. Berharap wanita gempal itu mau memberi kelonggaran usaha dan menaikkan harga pil-pil yang kubawa padanya sedikit.

“Kudengar kongsi ini paling kredibel se-Kerajaan Ding,” tambahku, lanjut membujuk calon promotor yang kubidik dari setengah bulan silam tersebut. “Itu kenapa diriku cuma percaya pil-pil penerobos ranah—”

“Bukan tidak bisa, tapi ….”

Akhirnya setelah sekian menit menarik ulur botol pil di meja wanita ini berhasil tergerak juga.

“Meski kalian bilang gak bisa bayar di muka, yang penting pil-pilku boleh kusimpan di sini dulu. Itu!”

“Kalau begitu tolong tunggu sebentar ….”

Tanggal 29 Bulan Sembilan.

Di luar rencana utama, hari ini aku datang ke serikat dagang buat menjual selusin Pil Pemadat Inti dengan sisa-sisa pil mana di kantongku lalu membeli saham beberapa kelompok dagang milik kongsi.

Jangan tanya kenapa aku melakukannya, tolong, tabunganku sudah lama tidak golang.

“Paham.” Kuterima bukti kepemilikan pil mana dan lembaran-lembaran sahamku semringah. “Kertas-kertas di tanganku sekarang seharga dua ratus ribu perak, bagaimana mungkin aku gak menyimpan mereka dengan baik?!” ujarku lantas menoleh, “benar, ‘kan, Sayang?”

Istriku tersenyum, manis sekali.

*** 

“Sudah.”

Selesai dari kongsi dagang, selanjutnya mengunjungi bank.

“Semua aset kita sudah aman di brankas mereka. Sekarang ….” Kuasongkan bukti kepemilikan aset sekaligus buku akun bank di tanganku pada Berlian. “Nih, Sayang, pegang. Benda ini milikmu.”

“Eh?” Sontak istriku mendelik, lebih ke terbelalak sebetulnya. “K-kau—”

“Iya!” selaku terus bilang, “sekarang aku jarang di rumah gegara masuk sekte. Kalau ada ini dirimu jadi enggak perlu menunggu uang bulanan lagi pas mau belanja atau beli apa-apa.”

“Bukan.” Ia menatapku. “Maksudku, kenapa kau memberikannya padaku?”

“Kau itu Nyonya Mi,” balasku, lanjut memangku lalu mendudukkan pinggul rampingnya ke atas punggung kuda. “Sudah sewajarnya aset Tuan Mi dipegang olehmu, ‘kan, Sayang?”

“Tapi—”

“Gak ada tapi-tapi,” potongku lekas meraih kekang dan menuntun si Mera ke tujuan berikutnya, “pokoknya aku enggak mau kau sampai kurus pas diriku gak di rumah ….”

Ya. Cukup sekali saja kulihat penampilan istriku setelah ia kehilangan banyak berat badan ….

*** 

Lihat selengkapnya