Segenggam Cinta 'tuk Berlian

Saepul Kamilah
Chapter #36

Titik Kumpul

“Apa iniii?!”

Mataku mendelik, lebih ke terbelalak sebetulnya, pas lihat formasi orang-orang yang dibawa Tetua Bae dkk. 

Mereka, entah sekian ratus atau mungkin berapa ribu orang, berbaris melingkar mengepung Bukit Muara bak kaki seribu lagi menggulung badan. Yang juga, kayak obat nyamuk bakar.

“Akhirnya kau muncul, Tetua Mi.”

“Tunggu-tunggu-tunggu, tungguuu—tunggu!” jeritku, meminta enam ranah transformasi tubuh yang segera memapakku agar jangan bilang apa-apa dulu. “Kukira kemarin kita sepakat buat cuma bakal membawa porter sama beberapa barang pendukung, ‘kan?”

“Be—”

“Terus apa mereka semua ini, Bae Mon Dok?!” pekikku, menuntut penjelasan dan setengah cekak pinggang sambil menunjuk mukanya di udara.

Ia, Tetua Bae, kala itu toleh kanan kiri sebelum lanjut berkilah. “Tetua Mi. Tenang, ya. Biar kujelaskan.”

Pria dengan kipas lusuh tersebut ganti gestur terus pasang muka sok wibawa, sangat bertele-tele buat ukuranku yang gak sabaran. Dan meski teman-temannya sudah memberi tanda pas melihat reaksiku, dia tak menggubris.

Sungguh menyebalkan.

“Tadinya.” Ini kata pertama yang keluar dari mulut orang itu. ‘Tadinya.’ Yang mana menjadi tanda bila akan datang sederet alasan bersama atau setelah kalimat berikutnya. “Aku memang cuma mau bawa beberapa orang hari ini, tapi ….” 

Kan?! Sudah kuduga. Ada kata ‘tapi’ terus jeda—sialan. 

Alasan demi alasan. Mari dengar apa yang mau dirinya jual buat bela diri.

“Tapi ketua tiga aliansi tiba-tiba memaksa kami untuk membawa perwakilan tiap sekte.”

“Perwakilan tiap sekte?!” Aku melotot. Bisa-bisanya acara yang kemarin dia dan lima temannya bilang rahasia kelas tinggi dan mustahil ada orang tahu malah dilirik bahkan sampai kena campur tangan tiga aliansi. “Kalau begini caranya, sekalian saja bawa semua pertapa di benua!”

Cek! Kalian tahu, aku selanjutnya menyesal telah bilang begitu.

Kenapa? Karena semua pertapa di benua benar-benar datang ke Bukit Muara lalu mendaftarkan diri buat ambil bagian pada Penjelajahan Tanah Tenggara, dan mulai hari itu hingga dua minggu ke depan lahan-lahan kosong di luar tembok sekteku sementara beralih fungsi jadi area penampungan darurat.

“Aaa!” Aku tepuk jidat seketika ….

*** 

“Kenapa kalian malah kelihatan senang?”

“Itu karena—”

“Itu karena penjelajahan kita bulan depan sudah pasti akan memecahkan rekor,” sambar Tetua Bae semringah, ia cekak pinggang bangga di depan stan registrasi dadakan seberang gerbang sekteku. “Kau tahu berapa banyak formasi mutiara inti yang datang hari ini, Tetua Mi?”

Kulihat rekan-rekannya, anak buah mereka yang berhenti buat menoleh sejenak, terus menggeleng.

“Sudah ada dua puluh ribu orang!”

Oh. Ya. Aku lupa.

Bisa menghimpun pertapa cincin lapis tiga sebanyak itu memang prestasi luar biasa di zaman ini, jumlah segitu sudah kebilang fantastis.

Aku paham kenapa dia sangat senang.

“Terus tebak berapa pengokohan fondasi—”

Lihat selengkapnya