“Guruuu!”
“Paman Guru!”
Aku dan saudara seperguruanku menoleh.
Zi Yang dan Zi Ge berlari ke ladang. Muka merah mereka, napas tersengal, terus aura pas keduanya tergopoh membuatku dan Saudara Seperguruan Qin mundur dua langkah.
Duo Zi itu rupanya hendak menunjukkan sebuah gulungan untuk sang guru sebelahku ….
“Guru, Anda harus melihat ini.”
Gulungan putih dengan giok poles di kedua ujungnya.
“Bukanya itu Jurus Formasi Pedang: Kalang Tiga Sudut?” gumamku, mengintip isi gulungan di tangan saudara seperguruanku selirik. “Kalian dapat dari mana, Zi Yang, Zi Ge?”
“Paman Guru. Seorang tetua di gerbang sekte memberikan gulungan itu pada kami dan minta bertemu Guru. Aku dan Zi Yang cepat-cepat kemari karena takut ada hal penting.”
“Biar cuma bagian pembuka, formasi serangan macam ini laku ribuan batu mana di pasar gelap sama rumah-rumah lelang,” komentarku terus melihat Senior Qin, “sudah pasti penting. Sebaiknya kita temui dia, Senior.”
“Kau yakin?” Saudara seperguruanku tampak ragu, ia melihatku kemudian menoleh kedua muridnya. “Kalian antar tetua tadi ke aula penerima tamu kita dulu, aku akan menemuinya sebentar lagi.”
“Baik. Guru. Paman Guru.”
“Sudah sana, guru kalian bilang dia akan menyusul sebentar lagi ….”
***
“Eh?!”
Aku mendelik, juga terbelalak, waktu mendapati siapa orang yang dirujuk Zi Yang dan Zi Ge sesaat lalu.
“Ayah Mertua?”
“Kau, si penculik.”
“Kalian saling kenal?”
Ayah mertuaku.
Ya. Ayah mertua yang sudah menculik istriku, Berlian, dari Kauro Baru tahun lalu kemudian meminta diriku datang padanya dengan status dan privilese sebagai anggota sekte ternama di salah satu dari tiga aliansi. Huh!
Saudara seperguruanku, kala itu melihat kami dengan sorot mata heran sekian saat sebelum lanjut mengenalkan ayah mertuaku sebagai Tetua Mentari Gelap kemudian diriku tetua gudang pusaka sekte ini.
“Jadi, Anda mau menukar pembuka Kalang Tiga Sudut dengan salah satu harta kami?” tanyaku, duduk tepat di seberang Ayah Mertua. “Kesampingkan soal itu dulu, kita belum sempat bicara banyak kemarin.”