“Akhirnya ….”
Hariku berlanjut.
H-5, 4, 3, 2, 1 di Kemah Mantel Jerami.
Hitung mundur terus berjalan hingga persiapan kami kini jauh dari sekadar rampung. Tujuh kelompok utama telah menetapkan formasi armada serta sudah sekian kali bolak-balik mengutus pengintai guna meninjau rute sebelum hari keberangkatan tanggal pertama Bulan Sebelas besok.
Dan, kalian tahu, pada kesibukan itu ternyata peranku sama sekali tidak signifikan.
Bayangkan. Meski diriku menghilang dan membiarkan posisi Wakil Kepala Panji Duyung Ungu kosong lima hari ini, kesibukan Tetua Bae dkk. tetap berjalan normal dan tak sedikit pun mengalami penundaan.
“Hah ….” Jadi, mari lupakan mereka. “Setelah mengantre buat dapat jatah makan, aku bisa duduk juga.”
“Kau kelihatan lega sekali, Saudara Mi.”
“Tentu saja,” timpalku pada orang di sebelah, “kaupikir berapa lama kakiku berdiri buat semangkuk sup panas sama biar bisa duduk di sini, hah, Saudara Jia?”
Jia, ranah pengembunan hawa sebelahku, adalah rekan kerja yang dapat diandalkan lima hari ini. Bukan hanya oleh sesama mantel jerami, tetapi juga sampai menjadi favorit atasan dari mantel tujuh warna.
Pekerja terbaik, pokoknya.
“Pegal, tahu ….”
“Saudara Mi. Kau bukan cuma satu-satunya ranah pengokohan fondasi di kemah mantel jerami duyung ungu kita, tapi juga satu-satunya yang malah lebih kelihatan macam manusia biasa.”
“Aku memang cuma manusia,” timpalku, lanjut meniupi mangkuk sup di tangan lantas mencecapnya pelan-pelan. “Huh …, huh—hum! Tumben sup buatan Rora jadi enak.”
“Itu bukan buatan Nona Rora—eh! Saudara Mi, lihat di sana ….”
Aku menoleh kemudian melihat ke arah yang Jia tunjuk.
“Hem.” Di depan sana, sebuah lapang sekian ratus meter dari tempatku dan para mantel jerami duduk, tengah mendarat sebuah perahu terbang raksasa.
Bakal angkutan kami besok ….
***
“Berhenti.”
“Kalian tidak boleh kemari!”
Lantaran dihalau waktu mau melihat perahu raksasa di lapang kemah, kudekati petugas di meja dekat pembatas area tempat kendaraan terbang tadi parkir.
“Saudara. Aku, Mi, dari Kemah Cabang Logistik Duyung Ungu—”
“Ah, ya! Kalian kemari mau ambil senjata, ‘kan?” sela si petugas bermantel merah yang lekas bangkit kemudian mengeluarkan sepasang peti besar ke kiri meja, “ayo antre! Hari ini semua orang dapat jatah topi sama senjata buat perlengkapan besok ….”
Tanggal 30 Bulan Sepuluh.
Menurut jadwal yang kupegang, H-1 keberangkatan harusnya jadi saat membongkar kemah sama waktu buat mengambil plat nama sekaligus nomor kabin perahu beserta urutan keberangkatan besok.
Namun, macam yang kalian dengar, ternyata semua orang juga dipersenjatai hari itu.
“Lihat, bagaimana penampilanku?”