BUKAN MUSISI KALENG-KALENG

Erlina Ardiani
Chapter #5

Dear, Mae.

Ajakan Faris gue terima dengan senang hati. Malam itu, gue berkunjung ke rumah teman lama yang sampai sekarang kelakuannya tidak jauh berbeda seperti zaman SMA dulu. Faris masih menjadi seorang lelaki kaya raya yang kesepian. Kedua orang tua nya sibuk bekerja ke luar negeri. Ia tinggal di rumah dengan satu orang pembantu dan satu orang supir. Kesehariannya sibuk mengelola bisnis haramnya yaitu pinjam meminjam uang ditambah dengan bunga.

“Gus, gue bahagia banget lu ada disini sekarang!”

“Biasanya kalau lu udah kaya gini pasti lagi galau gara-gara cewek kan?”

“Iya gus, pacar gue yang sekarang ngajakin gue nikah.”

“Ya bagus dong! Terus apa yang bikin lu bingung?”

“Gue masih pengen have fun gus, belum mau terikat sama siapa pun.” 

Obrolan gue dan Faris malam itu belum menemukan titik terang. Faris masih bersikeras belum siap menikah tetapi juga takut mengakhiri hubungannya dengan sang kekasih. Jenuh dengan debat kusir berkepanjangan, Faris pun mengajak gue ke luar rumah untuk membeli makanan. Ia menyalakan mobil sportnya lalu mengajak gue ke salah satu tempat makan siap saji yang masih buka 24 jam.

“Lo sekarang sibuk apa gus?”

“Menyibukkan diri aja ris.”

“Yeeh gue nanya serius nih. Lu kalau ada apa-apa cerita lah gus, masih kaku aja lu kaya kanebo kering.”

Pesanan kami tak lama kemudian pun datang. Gue menikmati makanan sembari menceritakan permasalahan genting yang sedang gue alami. Dari obrolan tersebut, Faris menawarkan untuk memberikan gue bantuan berupa sejumlah uang. Selain itu, Faris juga ingin beralih usaha menjadi seorang pengusaha sungguhan. Faris memberikan gue modal untuk membuka usaha brand tas gitar custom. Dia sebagai pemodal, dan gue yang mengelola nya. Sekujur tubuh gue mendadak merasakan energi kebahagiaan yang begitu besar. Gue kembali merasakan semangat hidup. Terimakasih Faris, untuk segala jenis bantuan, traktiran dan tujuh menu paket take away nya untuk keluarga gue di rumah.

***

Belajar dari kisah asmara yang di alami Faris, gue pun teringat akan pacar gue yang akhir-akhir ini sering gue cuekin. Proses pembuatan brand tas custom cukup menyita hari-hari gue, mulai dari proses mendesain, mondar-mandir ke tukang jahit dan keluar masuk toko untuk menawarkan titip jual barang dagangan gue.

Hari ini, gue memutuskan untuk mendatangi rumah Mae, pacar yang telah menemani gue selama kurang lebih dua tahun lamanya. Gue pergi menuju rumah Mae tanpa memberinya kabar terlebih dahulu, sengaja. Gue yakin Mae pasti suntuk, selain susah komunikasi gara-gara hape gue yang sering dipinjam adik, gue juga jadi jarang apel ke rumah Mae karena sibuk merintis usaha baru.

Niat hati membuat Mae terkejut dengan kehadiran gue di rumahnya, justru gue yang terkejut dengan kehadiran laki-laki lain sedang membelai lembut rambut pirang Mae.

“Bagus?? Kok kamu kesini ngga bilang-bilang dulu sih?”

Lihat selengkapnya