“Lu ngga salah sewa mobil? Kan kita cuma berangkat berdua, ngapain sewa mobil 3 baris kursi begini?”
“Ihhh... ini tuh udah yang paling murah Gus, ngga apa-apa kan?”
“Ya.. ngga apa-apa sih, tapi kita kaya bukan mau ngedate, berasa liburan keluarga.”
“Hahahahaha, udah ayo ah jalan.”
Pagi ini, gue dan Alina akan berangkat menuju salah satu tempat wisata di Lembang, Bandung. Perjalanan ini memang sudah kami rencanakan sejak lama dan biasanya hanya akan jadi wacana semata, namun semuanya hari ini menjadi nyata. Berbekal dengan uang tiga ratus ribu yang berdiam di dompet gue, semula gue menolak ajakan Alina untuk bepergian ke luar kota yang tentunya akan menghabiskan banyak biaya. Alina terus memaksa, dan suka rela menjadi donatur dalam acara ini.
Kami mengunjungi sebuah perkebunan teh, menaiki bukit-bukit kecil, berbincang dengan beberapa petani di sana dan juga mampir makan mie instan panas di sebuah warung kecil. Alina nampak menikmati sekali perjalanannya kali ini, tingkahnya persis seperti anak kecil yang diberikan mainan baru.
“Gus, abis ini kita kemana lagi?”
“Lu belum capek?”
“Belum ihhh, gue masih pengen jalan-jalan sebelum jam sewa mobilnya habis hehe.”
“Ya lu enak tinggal duduk, gue yang nyetir pegel nih, ngga ada toleransi nya lu, pijitin kek.”
“Kalau minta pijitinnya sekarang harus bayar, kecuali kalau nanti lu jadi suami gue baru gratis!”
“Uhukk uhukkk!”
Tenggorokan gue mendadak tersedak, memuntahkan sebagian kopi yang sudah hampir masuk ke perut gue.
“Kenapa lu Gus?”
“Engga, ngga apa-apa. Lu tadi ngomong apa?”
“Kalau nanti lu jadi suami gue baru gratis pijitannya.”
“Nah itu! Itu yang bikin gue kesedak tadi. Emang lu mau jadi istri gue?”
“Liat gimana nanti! Hahahaha.”
Semakin gue mengenal Alina, semakin gue dibuat penasaran olehnya. Perempuan satu ini jelas berbeda dengan mantan pacar gue sebelumnya. Di awal masa pendekatan seperti ini, Alina benar-benar menunjukkan dia apa adanya, tanpa drama, tanpa ingin diperlakukan bak cinderella, semuanya terlihat natural dan mempesona.
Sikap periangnya ternyata tidak sebanding dengan beban kesedihan yang sedang Alina alami. Setelah melalui obrolan panjang dan lebih mendalam, gue akhirnya tahu mengapa perempuan ini begitu menikmati masa liburannya. Gue semakin terkagum-kagum dengan kepribadiannya, di tengah karirnya yang sedang di ujung tanduk, ia masih bisa tersenyum, tidak nampak sedikit pun aura kesedihan yang terpancar dari wajahnya.