BUKAN MUSISI KALENG-KALENG

Erlina Ardiani
Chapter #12

Harta, Tahta, Alina

Tiga bulan berlalu. Alina kini menetap di sebuah kota yang sama dengan gue, bahkan dia juga menyewa sebuah rumah kost yang jaraknya tak jauh dari tempat gue kost. Hubungan kami terasa semakin dekat. Di sela-sela rutinitas harian gue sebagai desainer lepas dan makelar baju, gue sering mengajak Alina mampir ke tempat-tempat yang menyokong pekerjaan gue. Kadang ke tempat penjahit, kadang ke tempat sablon, kadang ke tempat bordir, kemana pun gue beraktivitas selalu bersama Alina. Kecuali tidur.

“Yang, lu ngga apa-apa nongkrong di depan supermarket begini?”

“Emangnya kenapa?”

“Biasanya cewek kan gengsinya tinggi, jarang ada yang mau loh di ajak duduk-duduk di tempat kaya gini.”

“Sorry, cewek yang mana ya? Gue ini jurnalis, gue harus bisa membaur dengan siapa pun dan kapan pun, apalagi demi berita, demi karir. Jadi yaa gue udah terbiasa kaya gini.”

“Padahal kerjaan lu udah enak, kantoran, adem. Eh sekarang ikut gue panas-panasan di jalan begini.”

“Di kantor kan kalau pas olah berita aja, sisanya gue banyak di lapangan juga kok. Lagipula ini pengalaman baru sih buat gue. Makasih yaa.”

Alina menyandarkan kepalanya di bahu gue. Gue membalas tatapannya dengan senyuman. Betapa beruntungnya gue bisa memiliki perempuan langka seperti ini. Di saat gue dan Alina sedang sama-sama dibuai asmara sembari memandang kendaraan lalu lalang di hadapan kami, tiba-tiba gue merasakan sebuah tepukan mendarat di bahu kanan gue. Gue menoleh perlahan, berjaga-jaga apabila ternyata itu adalah tepukan seorang tukang hipnotis.

“Gus!”

“Mama! Kok ada disini?”

Alina langsung bangun dari posisi awal dan juga memperhatikan perempuan yang menepuk bahu gue, yang ternyata adalah nyokap gue.

“Biasa abis lihat-lihat diskonan hehe. Ini siapa Gus?”

“Oh, kenalin ma, ini Alina.. pacar Bagus hehe.”

“Hallo tante...”

Alina menyalami nyokap gue, mereka berdua cium pipi kanan dan kiri layaknya dua orang yang sudah akrab sejak lama. Kami bertiga pun akhirnya ngobrol-ngobrol sejenak. Tak lama kemudian, nyokap pamit pulang dengan menggunakan angkutan umum perkotaan. Sebelum pergi, nyokap sempat menyuruh gue untuk kembali pulang ke rumah, bahkan mengajak Alina untuk dikenalkan dengan seluruh anggota keluarga gue.

“Gimana yang?”

“Apanya?”

“Hmm.. ajakan nyokap tadi, yang nyuruh ke rumah.”

Lihat selengkapnya