Namaku Alisya Putri Bahirah. Usiaku baru menginjak 18 tahun 3 bulan. Hari ini adalah hari spesial bagiku karena suatu acara akan diadakan. Yap, catatan akhir sekolah dimasa putih abu-abu. Banyak yang bilang acara ini adalah perpisahan. Tapi bagiku, ini bukanlah suatu acara perpisahan. Di mataku ini adalah acara unjuk gengsi.
“Eh, Alisya. Kenapa gak sama Rasyid?” sapa Natalia.
“Eh, iya nih. Aku mau sendiri aja. Lagian apa hubungannya aku dengan Rasyid, Nat?” tanyaku sambil sedikit jengkel.
“Oh gitu, ya udah, aku duluan yah. Kuy say!” Natalia pun berlalu sambil menggandeng tangan pacarnya.
Sejenak aku mengulang kembali kisah dulu sewaktu kelas 10 SMA. Dari sanalah asumsi temanku satu sekolah berubah total terhadapku. Bukan, bukan hal negatif, tapi suatu hal yang menurutku tidak ada harganya.
...
“Yakin ke mau nembak dia?” seorang anak lelaki bertanya pada temannya yang berbadan besar.
“Eh, lihat sajalah nanti. Cewek itu akan jadi milikku.” jawabnya.
“Tunggu apa lagi, Ayolah!” asungan temannya itu sontak membuat anak laki-laki berbadan besar termotivasi.
Sambil berlagak bintang film aksi, anak laki-laki bertubuh besar itu berdiri dihadapanku yang sedang asyik membaca buku di bangku dekat perpustakaan sekolah.
“Hai, namaku Randai. Nama kamu siapa?” sapanya padaku.
“Hai, maaf apa kita pernah bertemu?” tanyaku.
Tiba-tiba, anak laki-laki bertubuh besar itu mengaduh sambil memegangi pantatnya. Aku yang melihat kejadian itu terheran.
“Woi, bongsor! Sini kalo berani!” seorang anak laki-laki mengajak si badan besar ini.
“Siapa ke!?” hardiknya.
(*Ke adalah panggilan untuk 'kamu' dalam Bahasa Tansi di Kota Sawahlunto)
“Sini ajalah ke dulu. Aku ada permainan. Ku rasa, tampang macam ke ni gak bakal bisa kalahin aku.”