Mutasi genetik seutuhnya terjadi pada tingkat spesies. Hal ini sudah terbukti oleh banyak ilmuwan yang menemukan dan membuktikan hal ini. Tetapi sepasang hewan di dalam pedalaman hutan rimba di daerah khatulistiwa ini mencoba untuk menentang peristiwa ini. Ilmiah hanya sekedar kata yang sulit untuk ditafsirkan dan tidak menjadi pedoman hidup bagi sepasang spesies yang berbeda ini.
Angsa dan Merpati sering dilambangkan sebagai bentuk cinta kasih. Merpati dengan kesetian dan angsa dengan keromantisan. Sungguh ini hubungan sepasang angsa dan sepasang merpati. Konon katanya angsa hanya mendekati, mengikat, dan kawain hanya dengan seekor angsa semasa hidupnya sedangkan merpati sejauh apapun dia pergi dan setinggi-tingginya dia terbang akan berpulang juga. Coba kita bayangkan jika merpati dan angsa menjadi sepasang kekasih? Sungguh hal yang sangat tidak logis dan tidak terpikirkan oleh akal makhluk manapun.
Angsa putih dengan bulu yang mengkilat dan paruh orange yang menawan mengembangkan sayapnya saat menyeberangi sebuah danau kecil di tengah hutan. Hal ini menyilaukan mata seekor merpati yang sedang terbang memantau mangsa. Namun, bukan mangsa yang di dapat tetapi cinta yang mekar di dalam dada.
Merpati mendekat lalu bersiul, “Wahai ciptaan Tuhan yang indah dan menawan, siapakah namamu, cinta?”
“Tidaklah sopan bagi bangsa sepertimu mendekat lalu berbual dihadapan bangsaku. Pergilah!” teriak Angsa.
Sungguh nelangsa si merpati balik ke atap rumah seorang pemuda. Di dalam atap rumah yang hangat itu sebenarnya hidup sebuah koloni merpati. Banyak sekali warna bulu, paruh yang menawan bak keturunan kerajaan merpati tetapi tidak ada seekor pun merpati betina disana yang menarik perhatian merpati yang baru pulang malam ini.
Merpati betina yang melihat kejadian itu lantas menanyakan suatu pertanyaan yang tidak harus dia tanyakan. Sebab merpati sangat peka akan perasaan dan melihat gerak gerik merpati lainnya. “Apa yang terjadi padamu, Pati?” tanya merpati betina.
“Pernahkah kau berpikir untuk pindah rumah dan berusaha mendapatkan rumah ternyaman beserta isinya?” Pati malah balik bertanya sambil berlalu ketempat biasa dia bertengger untuk istirahat.
“Ternyata sudah jatuh pula dia.” merpati betina berujar.
Malam ini terasa begitu berbeda dari malam-malam sebelumnya bagi Pati. Tentunya bukan karena rintik hujan yang semakin deras, tetapi karen hujan bukan hanya membuat basah juga mendatangkan rahmat. Cinta itu indah.
Di sisi lain, Angsa putih berseri menghangatkan tubuhnya di bawah rimbunnya dedaunan pohon-pohon di tepi danau. Tidak seperti Pati, dia hanya lelah setelah seharian mencari makan di danau yang airnya jernih bagaikan matanya.
Ayam jantan yang bertengger di atas panggar rumah pemuda berkokok keras hingga terbitlah mentari di ufuk timur. Matahari sudah terbit tetapi Pati masih enggan untuk membuka mata. Sejak semalam, tidurnya nyenyak sekali sebab memimpikan seekor angsa putih. Sehingga malam kemarin sulit untuk tidur dan pagi ini sulit untuk bangun.
“Pati!! Bangun!!” ujar merpati betina yang kemarin.
“Sebentar lagi, ini hanya hampir mendapatkan namanya.”
“Nama siapa lagi? Bangun!! Sudah masuk waktu dhuha ini.” kejut merpati betina yang membuat Pati bangun dan hengkang dari tempat ia bertengger dengan satu tujuan, danau di hutan.